Thursday, 23 January 2014
Bercinta dengan Kakak Ipar (Bagian 3)
MALAMNYA, aku membuat spageti dengan saus Italia. Hal yang mudah untuk kumasak, tapi rasanya sungguh enak. Aku juga membuat roti bawang dan salad untuk makan malam. Shep bilang menyukai masakanku dan mengambil dua porsi untuknya sendiri. Dia membungkus sisa makan malam untuk dibawa besok kerja. Hal itu selalu membuatku merasa senang saat Shep antusias membawa masakanku ke tempat kerjanya.
Setelah makan malam, kami bersantai di sofa. Shep bersandar dan menyesap birnya.
“Suatu saat kau pasti jadi suami yang hebat, Billy,” katanya.
“Yeah. Yang benar saja.”
“Aku serius. Seorang pria pasti beruntung mendapatkanmu. Kau tahu caranya mengurus pria. Kau pandai mengurus rumah. Pintar memasak. Dan kau juga lumayan imut. Seimut kakakmu. Bahkan mungkin lebih imut.”
Dia terkekeh dan mendorong bahuku dengan bahunya. Kutatap mata Shep. Apa yang dia katakan sangat menyentuh. Tentu saja itu bukanlah pujian yang paling romantis yang pernah kudengar dan dia membuatku merasa seperti seorang cewek, tapi pujiannya sungguh membekas. Mataku mulai terasa pedih dan kukejap-kejapkan beberapa kali dan berpaling darinya.
Senyumnya memudar. “Kau tak apa?” tanyanya pelan.
Aku tak kuasa bicara, jadi aku hanya mengangguk.
Dia meletakkan tangannya di bahuku dan meremasnya. “Kau yakin?”
Shep hanya duduk di sana memerhatikanku dan menunggu. Akhirnya aku berpaling dan menatapnya. Dia menatapku dengan penuh kasih sayang yang terlihat di matanya. Sudah lama sekali aku tak pernah merasa terhubung dengan seseorang dan itu menyiksaku karena aku tak bisa memilikinya. Aku ingin sekali mengatakan kalau dialah pria beruntung yang ingin aku cintai. Walau aku bersama Shep dan tangannya berada di bahuku, aku tetap merasa kesepian. Aku jatuh cinta pada Shep dan meski dia bersamaku saat ini, aku tak pernah merasa kesepian seperti ini
Air mata jatuh di pipiku. Dengan ibu jari Shep menghapusnya. Dia tidak menggerakan tangannya dari wajahku. Kupejamkan mata sambil bersandar di kedua telapak tangannya. Tangannya keras dan kasar, namun terasa hangat menyentuh kulitku. Aku bisa merasakan dirinya bergeser mendekat padaku. Kudengar detak jantungku yang semakin cepat. Aku pasti sedang membayangkan ini. Apakah aku sedang bermimpi?
Aku merasakan hembusan nafasnya yang hangat di wajahku dan kemudian bibirnya menekan bibirku. Bibir Shep terasa hangat dan lembut. Pikiranku sontak menjadi hilang. Kubalas ciuman Shep.
Shep mendorongku di atas sofa dan meraih kepalaku dengan tangannya. Dia menciumku perlahan dan dalam. Dia membuka mulutnya dan membiarkan lidahnya menerobos bibirku. Kemudian lidahnya bergumul dengan lidahku dan menyusuri rongga mulutku. Mulutnya menyisakan rasa bir yang dia minum dan membuatku semakin bernafsu.
Kuimbangi cumbuannya dengan sama bernafsunya. Tubuhnya yang besar benar-benar dapat menyelimuti tubuhku yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Aku melingkarkan tanganku hingga menyelusup dibalik kaus singletnya dan mengusap punggungnya. Kurasakan bulu-bulu halus saat kutelusuri garis tulang belakangnya. Saat kami berciuman, aku bisa merasakan penisnya menegang di balik celana pendeknya dan menekan pinggangku. Mungkin dia cowok brengsek seperti yang dikatakan Wendy, namun kupastikan dia tidak impoten. Yang kutahu, milikku pun menegang dan kuyakin Shep bisa merasakannya dibalik celana jinsku.
Janggutnya menggelitik leherku saat dia menciumi jakunku hingga ke bawah. Dia menyapukan lidahnya di leher sebelah kiriku dan mulai mengisapnya. Aku membuka mulut sambil mendesah. Kutarik lenganku dari punggungnya dan mencengkeram belakang kepalanya sambil menyisir rambut lebatnya. Kulengkungkan punggungku menekan tubuhnya hingga tubuhku gemetar.
“Shep…” erangku. “Kumohon…”
Shep melingkarkan lengannya di tubuhku. Dia bergulir sehingga kami saling berhadapan. Kakinya bergerak di anatara kakiku dan dia kembali menciumku. Tangannya yang besar menelusup ke balik kausku dan jemarinya yang besar menggosok kulit punggungku yang mulus. Aku luruh di tangannya karena sentuhan dan ciumannya. Kudorong tanganku mengusap dadanya yang bidang dan perutnya yang keras.
Dia menggoyangkan pinggulnya menggosok pinggangku. Kubiarkan tangan kananku bergeser ke bawah. Aku tersentak saat akhirnya bisa menyentuh dan merasakan penis Shep di balik celana pendeknya. Kugenggam dengan jemariku penis yang tebal itu dan Shep melenguh keras. “Oh, fvck…”
Aku melihat ke bawah di antara tubuh kami. Penis Shep terlihat tegang keunguan. Diameternya lumayan tebal dan panjangnya kira-kira delapan belas senti. Penis Shep terasa berat di tanganku saat kupegang dan sedikit melengkung ke atas. Bulu-bulunya dibiarkan tumbuh lebat. Perlahan kuusap penis itu sehingga kulupnya terbuka dan membiarkan kepalanya terlihat.
Saat kuremas, setetes cairan bening keluar dari ujungnya. Kuusap dengan ibu jariku, dan menjilatnya sampai bersih. Shep menggerutu saat melihatku melakukan itu.
Aku menyusuri tubuh Shep hingga ke bawah. Kucoba untuk melepas celana pendeknya, dan dia menolak. Tapi kemudian dia membiarkanku melakukan itu dan melempar celana pendeknya ke lantai.
“Billy… sebaiknya jangan…”
Sebelum Shep sempat menghentikanku, aku beringsut hingga berlutut di lantai. Kubungkukkan badanku ke selangkangannya dan mulai mengulum penisnya. Kumasukkan penis Shep ke dalam mulutku hingga hidungku terbenam di semak-semak bulunya.
“Oh, fvck,” erangnya sambil bersandar di sofa.
Aku berniat memberikan servis oral terbaik yang belum pernah dia rasakan sampai dia tak akan melupakannya. Aku akan mengalahkan orang lain sehingga dia tak akan mau dioral oleh siapapun selain aku. Aku mengisapnya kuat-kuat naik turun. Kuusap lidahku di kepalanya, menggelitik bagian sensitif pada titik tepat dibawah lubang penisnya. Shep mengerang dan memegang kepalaku. Jemarinya menekan kepalaku diantara rambut dan mendorongnya ke bawah saat dia mengangkat pinggulnya.
“Oh tuhan. Hisap, Billy. Hisap kont*lku!”
Tubuh Shep gemetar dan mengerang dengan keras. Kepalanya bergerak ke depan dan ke belakang. Tangannya dengan kasar mendorong kepalaku naik turun sementara tangan satunya mencengkeram sofa keras-keras. Hidungku berkali-kali menyentuh tulang kemaluannya seiring gerakannya menngen*ot mulutku. Aku menggenggam zakarnya dengan tanganku sementara tanganku yang lain menggosok perutnya.
“Enak banget… jangan berhenti… Oh, sial, aku mau keluar!”
Shep mencengkeram rambutku dan mengerang keras. Mulutku terasa penuh oleh tembakkan cairan panas. Sebelum aku sempat bereaksi, semprotan lain yang lebih besar memenuhi rongga mulutku. Tubuhku berkontraksi dan penisku menegang sehingga aku memuncratkan cairan spermaku sendiri hingga membasahi celana dalamku sementara penis Shep terus berdenyut-denyut. Aku menelan semampuku, namun mulutku terus menerus kembali penuh oleh sperma Shep.
Dada Shep naik turun sementara tubuhnya masih gemetar saat dia menenangkan diri dari puncak orgasme.
Aku membersihkan penis Shep dengan lidahku. Penisnya melunak dan tergantung di pahanya. Masih terlihat panjang dan besar. Aku duduk dan menatap Shep. Tadi dia menutup matanya dengan tangannya dan kini dia menatapku.
“Ya tuhan, Billy. Di mana kau belajar menghisap k*ntol seperti itu? Ya ampun. Kau nyaris membuatku kena serangan jantung.”
Shep mulai tertawa dan aku menghela nafas lega. Dia kemudian terlihat gugup dan matanya tak berani menatapku. Dia berdeham. “Apa kau mau… um… aku tak tahu kalau aku siap untuk, kau tahu, membalasnya….”
Aku bersemu merah. “Aku keluar saat kau keluar.”
Dia bangkit dan bertumpu dengan sikunya dan melihat selangkanganku. “Sungguh?”
“Yeah. Aku, uh, gampang keluar saat benar-benar terangsang.”
Cengiran bangga menghiasi wajah Shep. “Benar-benar terangsang, ya?”
“Diam kau,” kataku malu saat naik ke sofa untuk duduk. Shep bergeser untuk memberiku ruang.
“Aku tak pernah dengar kalau cowok bisa keluar tanpa, kau tahu, setidaknya dengan bantuan tangan atau apa.”
Aku mengangkat bahu. “Kadang-kadang terjadi padaku. Jadi… apa kau tak apa dengan kejadian barusan?”
“Aku tak bermaksud membuatmu ketakutan. Tapi dalam hati… yeah, aku sedikit…” Shep bangkit dan memungut celana pendek dan memakainya. “Aku perlu waktu untuk memikirkannya, oke, Billy?”
“Yeah. Tentu. Shep. Aku hanya… tak ingin hal ini merusak persahabatan kita.”
Shep menangguk sekilas dan berjalan keluar. Ketika kudengar pintu kamarnya tertutup, aku merebahkan diri ke sofa. Kudorong kacamataku ke atas sambil mendesah.
Apa yang baru saja kulakukan?
* * *
Aku merasa kecewa saat pergi tidur malam itu. Shep tak juga keluar dari kamarnya. Kupikir mungkin dia marah padaku, tapi saat kulewati kamarnya, kudengar dia mendengkur keras.
Aku memanfaatkanya. Itu yang kukatakan pada diriku sendiri saat naik ke atas ranjang. Bukan karena dia membenciku.
Aku terjaga sepanjang malam. Berkali-kali kulihat jam di dinding.
Aku pasti terlelap karena hal berikut yang kuingat adalah aku terbangun karena ranjangku bergerak dan seseorang berbisik di telingaku. “Billy…”
“Apa-?”
Aku berpaling dan melihat Shep naik ke ranjangku.
Suaraku bergetar saat aku bertanya padanya. “Shep? kau sedang apa-”
“Sst. Jangan kebanyakan mikir…”
Shep mendorongku hingga telentang dan mulai menciumku. Aku memeluknya dan balas menciumnya.
Dia bergeser ke atasku, menimpaku dengan sebagian berat badannya. Kubuka kakiku lebar-lebar dan dia bergerak di atasku. Kurasakan hangat dan keras penisnya di balik celana pendeknya. Kulengkungkan tubuhku ke atas, mencoba untuk mendekapnya lebih erat.
Bibir Shep mengerucut dan mengisap bagian bawah leherku. Aku tahu, isapannya akan menimbulkan bekas kemerahan di situ. Tanda yang diberikan Shep. Aku gemetar memikirkannya. Aku mengulurkan tanganku dan masuk ke dalam celana pendek Shep. Kugenggap penisnya yang tebal itu yang membuatnya langsung tegang. “Aku menginginkanmu, Shep,” pintaku. “Aku ingin merasakan kau di dalam… Fvck me, Shep.”
Shep menarik badannya dan menatapku. “Ya Tuhan, Billy. Apa kau yakin?”
“Ya, Shep. Aku punya pelumas di laci.”
Shep merangkak ke tepi ranjang dan membuka laci meja lampu. Dia mencari-cari di dalamnya dan menemukan sebotol cairan bening. Dia kembali padaku dan membuka botol itu. Aku melihatnya menuangkan cairan itu ke jari-jarinya. Dia meraba bagian di antara kakiku dan menelusuri belahan pantatku. Jarinya yang licin bergerak-gerak sampai dia menemukan lubang pantatku. Kemudian Shep menekan-nekan ujung jarinya seolah berusaha masuk ke dalam lubang, tapi aku tahu dia sedang menggodaku sehingga aku merasa keenakan.
Dia pasti pernah melakukan ini sebelumnya. Mungkin tidak dengan pria, tapi tetap saja…
Jarinya yang besar didorongnya masuk dengan perlahan. Kudengar diriku sendiri melenguh dan mencoba untuk rileks di atas ranjang.
“kau tak apa? tanyanya.
Kutatap matanya. “Yeah. Fvck me, Shep.”
Dia menarik jarinya keluar dan kemudian berusaha memasukkan dua jarinya. Dia memompa jarinya keluar masuk, memutarnya, menggoyangnya dan merenggangkannya. Aku gemetar di ranjang, merasakan kenikmatan.
Shep menggerutu dan menarik jari-jarinya keluar. Dia mengeluarkan cairan pelumas cukup banyak dan mengoleskan pada penisnya. Aku mendekap lututku, supaya Shep dapat melihat pantatku. Beberapa kali Shep mengocok penisnya dan kini dia meletakkan ujung kepalanya di mulut anusku. Shep mendorongnya kuat-kuat hingga penisnya masuk ke dalam anusku. Aku mengerang keras dan kubiarkan lututku menghimpit pinggang Shep dan merengkuhnya.
“Tuhanku,” erangnya. “ketat sekali.”
Shep terus berusaha menusukku perlahan-lahan hingga kurasakan bulu-bulu kemaluannya yang tebal menyentuh kulitku.
“Oh Tuhan, Shep… enak sekali.”
“Kau… luar biasa… so fvckin hot…”
Shep mulai bergerak. Perlahan dia cabut kembali penisnya dan dengan sekali hentak dia menusukkannya lagi sambil mengerang. Dia mengangkat berat tubuhnya sambil menatapku. Tatapannya begitu bernafsu. Aku menahan napas saat dia menarik keluar batangnya, dan menghentak pinggulnya dengan keras. Hentakkan keras itu membuat kepala penisnya menekan prostatku hingga menyebabkan tubuhku gemetar nikmat.
“Kumohon, Shep,” aku meringis. “Lakukan lagi seperti tadi.”
Demi kepuasanku, Shep melakukan itu lagi. Dan lagi. Dan lagi. Dia menggerutu dan mendesah saat memacu tempo gerakannya lebih cepat.
“Bisakah kau tahan kalau kue*tot lebih keras? tanya Shep. Suaranya seperti memohon. Matanya menatapku. Dia menahan diri dan aku ingin menjajal kemampuannya.
Kutatap balik matanya. “Lakukan, Shep… fvck me harder…” desahku.
Shep memejamkan matanya dan mengerang kencang. Dia menusukku kuat-kuat, menghujam prostatku, menyebabkan aku berkunang-kunang. Dia memompa seperti palu godam lagi dan lagi. Aku melenguh seperti wanita, tapi aku tak peduli. Aku menginginkannya. Aku membutuhkannya.
“Kau suka, Billy? tanyanya dengan seringai sombong di wajah. “Suka k*ntolku?”
“Ya, Shep… kau memang hebat, Shep. Oh tuhan, kau sangat hebat,” desahku.
“Fvck yeah,” seringainya. “Aku punya yang kau mau. Kau butuh k*ntolku, kan?”
“Sangat, Shep,” erangku saat kuangkat pinggulku menekan pinggulnya.
Saat dengan cepatnya aku mencapai puncak orgasme, aku mendekap Shep erat-erat. Zakarku berdenyut dan tubuhku mulai luluh. Seluruh otot tubuhku berkontraksi dan aku menjepit penisnya kuat-kuat dengan dinding anusku. Aku membuka mulut meringis saat penisku erupsi, memancarkan cairan panas yang membasahi tubuh kami berdua. Hal itu membuat dinding anusku berdenyut-denyut mencengkeram penis Shep dengan kuat, meremasnya hingga dia merasakan kenikmatan.
“Sial!” erangnya. “Oh fvck, I’m coming! I’m coming now!”
Aku mengetatkan lengan dan tumitku di sekeliling tubuh Shep yang bergetar. Dengan erangan kencang dan dorongan keras, tubuhnya menegang saat dia menyemprotkan cairan spermanya di dalam anusku. “Oh tuhan… fvck… fvck… fvck…”
Tangannya melemah dan dia jatuh di atasku, tubuhny masih gemetar. Tanganku mencengkeramnya kuat-kuat, memeluknya sementara kakiku terjatuh di atas ranjang. Shep terengah di telingaku dan kurasakan bibirnya menekan leherku. Dia menciumiku sampai penisnya melunak dan keluar sendiri dari anusku, basah dengan cairan spermanya. Aku dengan senang hati melayaninya jika Shep mau menyetubuhiku setiap hari seperti ini.
“Terima kasih, Billy…”
“Trims, Shep. Sudah lama aku tak melakukannya…”
“Yeah, aku juga.”
Shep mengecupku lagi di leher. Dia menggelitik telingaku dengan hidungnya. Aku mengusap rambutnya dengan jari-jariku.
“Aku membuatmu keluar,” bisiknya. “Dengan k*ntolku.”
“Yeah,” aku tersipu. “Kau hebat… terhebat yang pernah kurasakan, ” aku mengaku jujur.
Shep terkekeh pelan. “Kau bagus untuk egoku, Billy.”
Dia mendorong tubuhnya dari tubuhku. Cairan spermaku yang mengering menutupi beberapa bagian tubuhnya. Dia mengangkat badannya dan memungut celana pendeknya dari lantai, mengusap tubuhnya, lalu mengusap tubuhku. Dia menggumpalkan celana pendeknya di tangan dan berbalik hendak keluar kamar.
“Shep? kau bisa tidur di sini… kalau kau mau.”
“Yeah?”
“Yeah.”
Dia berpikir sejenak lalu mengangguk. Dia berbaring di sebelahku. Aku berpaling menghadapnya.
“Selamat tidur, Shep.”
“Selamat tidur, Billy.”
Shep meraih pipiku dan mengusapnya dengan punggung jarinya. Dia menciumku sekilas di bibir, berbaring telentang sambil mengangkat lengannya dan memasukkannya ke balik bantal dan memejamkan mata. Dalam beberapa detik, mulutnya terbuka dan dia mulai mendengkur. Kuambil kesempatan ini untuk menyentuhnya. Aku menyusuri lengannya yang bertato dan bulu-bulu di dadanya. Perlahan kugosok perutnya, membiarkan jemariku mengusap rambut-rambut halusnya.
Aku mengambil kesempatan untuk mendekat padanya. Aku melingkarkan lenganku pada tubuhnya dan menyandarkan kepalaku di dadanya yang hangat. Dia bergumam sejenak, dan lengannya bergerak melingkari bahuku dan menarikku lebih dekat. Dia kembali mendengkur dan aku mulai memejamkan mata.
Aku mencintaimu, Sheppard Bannister.
* * *
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment