My Blog List

Monday, 20 January 2014

Diperkosa pelatih Taruna

Peristiwa ini terjadi waktu aku masih berusia 18 tahun. Ketika itu aku jadi Kadet (Taruna) di suatu akademi militer yang tak perlu kusebut di negara mana. Keinginanku jadi tentara semata-mata karena aku hobby dengan kegiatan di lapangan yang bersifat kemiliteran dan kelaki-lakian. Tidak ada latar belakang ekonomi, ambisi politik, ambisi kekuasaan ataupun terpikat baju seragamnya. Barangkali itulah bedanya aku dengan yang lain. Karena itulah aku sangat menikmati pendidikan militer yang kalau aku boleh jujur adalah keras, sadis, dan kejam, tapi jantan sekali! Kesenanganku akan bidang militer dan kehidupan militer membuatku sangat mudah menyesuaikan diri dalam kehidupan yang berat dan berdisiplin ketat itu. Apalagi aku dikaruniai otak yang lumayan cerdas, wajah yang (kata orang) ganteng, dan fisik yang kuat dan lincah. Aku merasa sangat berbakat di bidang militer. Oleh karena itu tidak heran jika angka-angkaku selama di akademi militer sangat bagus. Karena itulah aku sering diberi kepercayaan untuk melaksanakan tugas sebagai pemimpin atau komandan bagi sesama Kadet (Taruna). Tetapi waktu Capratar (Calon Prajurit Taruna, tiga bulan pertama masa pendidikan) karena wajahku yang ganteng, tubuhku yang atletis dan berotot, serta daya tahanku yang kuat, aku sering sekali jadi obyek penyiksaan Taruna Senior dan Pelatih. Semuanya itu aku hadapi dengan tabah!. Di beberapa bagian tubuhku masih ada bekas lecet atau parut bekas luka, sebagai kenang-kenangan atau "tanda-tangan" para senior yang sadis-sadis itu. Bahkan di paha kiriku ada lambang akademi militer yang tidak bisa hilang. Karena waktu jadi Capratar, paha kiriku pernah dicap dengan besi panas yang diberi tinta hitam dan bergambar lambang akademi militer oleh beberapa Taruna Senior yang sadis! Semua siksaan selama Masa Capratar yang luar biasa sadisnya aku hadapi dengan gembira penuh ketabahan. Tetapi sampai sekarang aku tak dapat melupakan apa yang dilakukan oleh dua orang Pelatih yang berpangkat Perwira. Keduanya berasal dari angkatan yang berbeda. Pelatih di akademi militer (waktu itu) gabungan dari berbagai angkatan di negara kami (sekali lagi kukatakan, tak perlu kusebut negara mana). Yang seorang berpangkat Letnan Satu (Lettu) yang satu Letnan Dua (Letda). Untuk menghormati kedua Pelatih itu, sebut saja yang satu Lettu Jerry dan satu lagi Letda Gerry. Lettu Jerry berkulit terang, berwajah lumayan ganteng dengan tubuh atletis. Dia sangat tegas, keras dan berdisiplin. Kalau menghajar Capratar dengan pecutnya selalu dilakukan dengan alasan yang jelas, tidak pernah dicari-cari. Tetapi lecutan cemetinya selalu diayunkan dengan kekuatan sepenuh tubuhnya yang berotot itu sehingga kalau kena kulit Capratar pasti menghasilkan lecet dan pasti berdarah!. Demikan juga, perintahnya tidak pernah berubah. Kalau harus push up 200 kali, harus dipenuhi, kalau perlu sampai Capratar pingsan. Kami semua takut sekali dengan Letnan Jerry. Karena matanya yang tajam sorotannya itu sangat jeli melihat pelanggaran Capratar. Apalagi jika dia sedang piket. Sebagai contoh, berdiri kurang tegap saja, kalau ketahuan Lettu Jerry pasti kena hajar. Ataukah digampar sampai bibir pecah. Atau kalau kebetulan dia sedang memegang cambuk dan si Capratar sedang telanjang dada atau telanjang bulat, pasti dihajar pakai cemeti sampai punggung lecet-lecet. Yang pasti semua pelanggaran yang sekecil apa pun akan dihukum dengan serius dan sadis. Wajahnya yang ganteng itu, selalu kaku dan di hadapan kami tak pernah senyum. Diam-diam aku kagum sekali pada Lettu Jerry. Sayang sekali, karena aku selalu bersikap correct, aku belum pernah menikmati lecutannya yang terkenal keras dan pedih sekali itu. Tapi, kadang-kadang dia aku dapati sedang mencuri pandang memperhatikan aku. Kupikir mungkin dia sedang mencari kesempatan menghajar atau menghukum aku. Hal ini membikin aku tambah hati-hati. Berbeda dengan pelatih-pelatih yang lain yang jika menghajar dan menyiksa Capratar hanya untuk kepuasan nafsu sadis mereka. Dengan alasan yang dibuat-buat atau dicari-cari. Sehingga, tidak ada gunanya berhati-hati. Toh mereka pasti akan berhasil menemukan "kesalahan" untuk bisa menghukum dan menyiksa dengan cara-cara yang sangat kejam. Jika kami Capratar berhati-hati terutama bukan supaya tidak dihukum atau tidak disiksa. Tetapi lebih banyak untuk mengurangi luka, lecet, lebam atau lepuh di tubuh kami akibat hajaran Pelatih dan Taruna Senior. Sebab, toh memang kami harus dan akan sering disiksa untuk memperkuat mental kami agar jadi tanggon (tangguh)!. Di antara kelompok pelatih macam ini ada Letda Gerry. Walaupun dia lumayan ganteng dan berotot tapi tidak semenarik Lettu Jerry. Dia juga terkenal sadis. Tapi jika menyiksa cenderung seksual. Misalnya menyundut rambut kemaluan atau biji kemaluan dengan rokok, menyuruh Capratar mencabuti rambut kemaluannya sendiri atau menyundut batang kemaluan Capratar dengan penyengat listrik, memaksa Capratar onani dengan balsem. Bahkan seorang Capratar pernah disiksa setengah mati, lalu ia masih memasukkan logam ke dalam lubang batang kemaluan Capratar tadi. Kepada Capratar lain ia pernah juga memasukkan dildo (penis buatan) berduri ke lubang pantatnya. Capratar lain lagi, yang belum disunat, waktu melakukan pelanggaran ringan, bahkan kulupnya ditarik ke depan lalu digunting sampai terpotong dan darahnya muncrat ke mana-mana. Dengan darah berceceran dari luka guntingan itu, si Capratar disuruh berobat dan menyempurnakan sunatannya di klinik. Tapi, anehnya, Letda Gerry tidak pernah menjadikan aku sasaran penyiksaannya. Demikianlah kejadiannya, sampai pada suatu sore aku baru selesai mandi bersama beberapa Capratar. Untuk mandi Capratar, ada bangsal mandi besar yang beratap tetapi tidak berdinding. Di dalamnya ada puluhan shower. Semua Capratar jika masuk bangsal mandi harus telanjang bulat dan tidak boleh membawa handuk. Untuk mengeringkan badan dengan handuk ada ruangan tersendiri. Ruangan itu berdinding tapi tidak berpintu dan disitu pun Capratar harus telanjang bulat. Tidak boleh menutup-nutupi badan atau kemaluannya dengan handuk. Di belakang bangsal pengeringan ada jalan yang bisa dilalui mobil dan kadang-kadang ada mobil yang parkir di situ. Sore itu bangsal pengeringan sudah kosong, aku baru selesai mengeringkan badan. Tiba-tiba saja Lettu Gerry muncul berseragam. Aku tegak menghormat,dia memerintahkan aku keluar bangsal dan masuk sebuah mobil yang parkir di luar. Aku masih ingat mobil militer itu sebuah Toyota Hard Top. Masih telanjang bulat aku disuruh masuk dari pintu belakang dan duduk di lantai mobil. Aku menurut dan tidak bertanya apa-apa. Waktu Capratar kami sangat biasa diperlakukan seperti budak belian atau seperti binatang oleh Pelatih dan Taruna Senior. Lalu Lettu Jerry menjalankan mobil ke suatu tempat sepi di kompleks akademi. Di situ aku dipaksa ke luar mobil dan dipaksa melayani nafsunya di rerumputan. Hari sudah mulai gelap dan tempat itu terpencil. Angin bertiup agak kencang sehingga tidak ada nyamuk. Lettu Jerry melepaskan pakaiannya telanjang bulat lalu aku disuruh menghisap kemaluannya yang ternyata sebesar kontol kuda. Aku juga dipaksa menjilati pantatnya. Lalu aku disodomi sampai pantatku terasa perih sekali dan berdarah. Belum puas, dia mendorong aku sampai terlentang lalu mengencingi aku sambil berdiri. Bahkan ia memaksa aku membuka mulut untuk menampung air kencingnya. Aku dipaksa minum air kencingnya! Setelah itu ia memasang borgol di tangan dan kakiku seperti yang biasa dilakukan di kamar siksa. Tiba-tiba aku mendengar orang lain datang dari semak-semak. Aku tidak tahu siapa itu. Orang itu pun memaksa aku menghisap batang kemaluanya sampai terpancar air mani. Air maninya belepotan di mulut dan wajahku. Lalu dengan kasar ia membalikkan tubuhku yang terborgol dan memaksa aku nungging. Ketika aku membangkang, dia menghajar pahaku dengan tamparan keras dan membentak "NURUT, KAMU" dari suaranya aku jadi tahu itu Letda Gerry. Aku menyerah dan dia mulai menyodomi aku dengan kasar. Setelah puas ia tidak minta dijilat pantatnya atau mengencingi aku. Dia langsung masuk semak-semak lagi. Sementara itu, Letda Jerry sudah berpakaian dan memaksa aku dengan kasar masuk mobil. Aku dibawa ke garasi mobil, dan disana aku disiram dengan air dari selang yang dihubungkan denagn keran air pencuci mobil. Mungkin untuk menghilangkan bau kencing Letda Jerry!. Lalu aku dibawa ke kamar siksa. Di sana sudah ada Letda Gerry yang memegang cemeti, bertelanjang dada. Dalam keadaan terborgol dan telanjang bulat aku dihajar beberapa kali dengan lecutan cemeti sampai tubuhku lecet-lecet berdarah. Lalu borgol dibuka dengan kunci yang ada di saku celana Letda Gerry, kemudian aku disuruh berobat ke klinik dan kembali ke asrama. Tindakan ini untuk menghilangkan jejak. Dengan mudah aku bisa dikatakan baru melakukan pelanggaran disiplin (bisa dikarang apa saja!), kemudian dihukum di kamar siksa. Karena babak belur disuruh berobat ke klinik. Aku berdiri sempoyongan karena baru dihajar dengan cemeti dan shock mental karena baru kekar. Aku berjalan ke klinik dalam keadaan telanjang bulat dan penuh lecet hasil lecutan cemeti Letda Gerry. Aku tidak pernah menceritakan kejadian ini kepada siapa pun. Setelah kejadian itu, kedua pelatih tidak pernah muncul lagi. Kabarnya mereka kembali ke kesatuan masing-masing karena mendapat tugas baru. Aku sama sekali tidak marah, malu atau dendam dengan kejadian ini. Aku bahkan sangat menikmati perkosaan itu!. Aku berharap kapan-kapan bisa diperkosa lagi oleh sesama laki-laki. Kalau bisa diperkosa oleh perwira yang gagah, ganteng, dan sadis seperti keduanya! Asyik bukan!?

No comments:

Post a Comment