My Blog List

Thursday 23 January 2014

LOVE MY DAD – (Bagian 6)

Cerita sebelumnya: Bastian menemukan kenikmatan baru: Bercinta dengan anaknya sendiri yang masih remaja bernama Steve. Hubungan terlarang itu diperparah ketika Bastian juga “menggarap” Nico, ABG sahabat baik Steve. Setelah sesi bercinta yang panas dengan Steve, Bastian tanpa sengaja menyebut nama Nico… — “Hah? Tunggu… kok Papa nyebut nama Nico?” tanya Steve heran. “Hah? siapa Nico?” Bastian balik bertanya. Pura-pura merasa tidak bersalah. “Tadi.. itu Papah nyebut nama Nico… Papa ada apa-apa ya sama Nico?” protes Steve hampir menangis. “Enggak ah! kamu salah denger kali? malah Papa dengernya kamu yang barusan nyebut nama Nico. Nico itu temen kamu kan yang suka main ke sini?” tanya Bastian berupaya mengalihkan perhatian. “Huhuhu… iya kali ya? Pokoknya Papa jangan macem-macem sama Nico, ya! Inget!” ancam Steve. “Siapa yang macem-macem, sih? Kamu tidur sana. Papa juga mau tidur…” kata Bastian sambil mengecup dahi Steve. “Malam, Steve…” kata Bastian sambil berjalan menuju pintu. “Met tidur, Pa.. Love you dad!” kata Steve. **** “Masuk…!” sahut Bastian saat seseorang mengetuk pintu ruangannya. Malam itu dia pikir semua orang sudah pulang. Bastian yang mengelola sebuah pusat kebugaran malam itu sengaja pulang agak larut agar beberapa pekerjaan administrasinya bisa dia periksa. Steve muncul di pintu dengan wajah gembira. “Halo, Pah!” sahutnya riang. “Steve? ngapain kamu malam-malam kemari?” tanya Bastian. “Kangen ama papa… hehehe… Steve masih ada acara sih, tapi mau mampir dulu ke sini,” kata Steve sambil menghampiri ayahnya dan merangkulnya dari belakang dan mengecup pipinya. “Hey.. acara di mana lagi? bukannya pulang udah malam!” protes Bastian. “Ah, papa! acara ulang tahun temen pa.. tapi baru mulai jam sembilan. Nah, karena deket sini, Steve mampir dulu deeh…” “Kamu mau pulang bareng papa?” tawar Bastian. “Enggak usah, Pah! nanti Steve dianterin temen kok..” “Inget yaa.. jangan minum alkohol sama make narkoba! awas!” kata Bastian memperingatkan. “Ih, papa apaan sih? Steve kan gak mau dipenjara…” kata Steve cemberut. “Bagus…” ujar Bastian. “Naah.. mumpung Steve masih ada waktu nih…” kata Steve dengan nada menggoda sambil mengelus-elus dada Bastian dari belakang. Bastian saat itu hanya mengenakan kaus ketat dan celana training selutut. “Kamu mau apa, Steve?” tanya Bastian. “Mau ketemu sama dedeknya papa…” lanjut Steve sambil berjalan ke hadapan Bastian yang sedang duduk, dan mendorong kursinya hingga Steve leluasa berlutut di depan Bastian. Tak sabar Steve langsung menurunkan celana training Bastian hingga penisnya menyembur keluar. “Ih, kok papa udah tegang sih? hayooo… lagi ngapain?” goda Steve ketika menyadari batang penis Bastian sudah cukup tegang saat dibuka. “Tadi Papa lagi ngelamun Steve.. ngelamunin permainan kita…” ujar Bastian. “Wah, papa lagi ngelamun jorok yaaaa… sambil ngocok ya? sampe basah segala…” kata Steve. “Iya nih.. makanya Papa kaget kamu dateng, buru-buru deh papa tutupin celananya, kirain member sini mau ketemu,” jelas Bastian. “Mmmm… kalau udah tegang, harus dikeluarin pah…” kata Steve sambil mulai mengocok batang penis Bastian yang tegang itu. Bastian tak menjawab. Dia tertegun melihat Steve yang langsung melahap penisnya dengan rakus. “Ouu… Steve.. kamu tuh ya.. nakal…” kata Bastian. Badannya mulai menggelinjang merasakan sedotan mulut Steve yang lincah dan hangat. Steve tak menjawab. Dia semakin bersemangat mengoral Bastian. Tangannya mengusap tubuh Bastian dan mengangkat kausnya hingga Steve leluasa memilin-milin puting kecoklatan Bastian yang melenting keras dan menempel pada dadanya yang bidang membusung. “Ssssh…” desis Bastian menikmati perlakuan Steve. Steve semakin liar. Dia menjilati bergantian buah zakar Bastian dan mengulumnya satu persatu. Bastian meraih jari tangan Steve dan mengulumnya hingga basah. Setelah basah, diletakkannya kembali jari Steve pada putingnya hingga dia melanjutkan aksi memilin-milin puting dadanya. Kali ini dengan jari yang basah… “Aaah… aah…” erang Bastian. Telapak tangannya kini dia gunakan untuk menahan kepala Steve dan dirinya mulai menggerak-gerakkan pantatnya seolah sedang melakukan penetrasi pada mulut Steve yang basah dan hangat itu. “Mmmm… Mmm…” gumam Steve keenakan. Dia tampaknya suka sekali diperlakukan seperti itu oleh papanya sendiri. Selama beberapa lama Steve mengoral penis Bastian sementara Bastian mengerang-erang menikmatinya. “Papa mau keluar, Steve… telan ya? kamu udah siap?” bisik Bastian pada telinga Steve. “Mm..mm…” gumam Steve sambil mengangguk. Mulutnya masih sibuk meladeni genjotan batang penis Bastian yang sudah basah oleh liurnya. “Aaah.. aaaah.. aaaah…” erang Bastian. Dia tahu sebentar lagi dirinya akan mencapai orgasme. Dipeluknya kepala Steve erat-erat agar anaknya tak bergerak saat dia melontarkan cairan spermanya di dalam mulut Steve. Tubuh Bastian menggelinjang bersamaan dengan memancarnya lahar sperma hangat dari batang penisnya yang langsung menghantam dinding kerongkongan Steve. Steve bergedebuk mencoba menahan lonjakan orgasme ayahnya sendiri sambil mencengkeram betis Bastian. Beberapa lama Bastian bertahan pada posisinya hingga nafasnya teratur kembali. Steve pun nafasnya sudah mulai teratur sementara penis Bastian masih bersarang pada mulutnya. Steve berusaha tak membiarkan setetespun cairan sperma milik ayahnya menyelinap keluar. Bastian lalu mengangkat kepala Steve. Steve menghela nafas panjang seperti nyaris kehabisan nafas. Matanya berair. Bibirnya basah oleh liur dan cairan sperma Bastian. Bastian mengecup bibir Steve, merasakan sedikit spermanya tercicip lidahnya. “Anak papa memang jago…” Steve mengusap lidahnya. Dia mengambil botol air dari dalam tasnya dan meneguknya banyak-banyak. “Steve bersihin diri dulu ya Pah?” kata Steve sambil bangkit. “Di kamar mandi bawah aja Steve.. kamar mandi ruangan papa airnya mati,” cegah Bastian. “Oke, Pah.. makasih ya pah.. Steve berangkat dulu..” kata Steve sambil mengecup bibir ayahnya sendiri. “Jangan malam-malam ya Steve!” kata Bastian mengingatkan. Steve mengacungkan jempolnya sebelum menutup pintu. Bastian menghela nafas lega dan membenarkan posisi kaus dan celana trainingnya. Tiba-tiba pintu toilet di ruangannya terbuka. Dari balik pintu menyembul wajah Nico dengan mimik khawatir. Dia tak memakai baju dan berusaha menutupi tubuhnya dengan kaus dan celana jeans yang dia pegang. “Stevenya udah pergi Oom?” tanyanya. Bastian tidak menjawab. -bersambung-

No comments:

Post a Comment