My Blog List

Wednesday, 22 January 2014

MERANTAU – Bagian 13

“Ndo..” desis Ruslan terengah saat tubuhnya berusaha mengelak usaha Nando mencium bibirnya lebih lama. Tangannya mendorong dada Nando menjauh, namun usahanya sia-sia karena Nando yang agresif tak mau melepaskan Ruslan begitu saja. Di bawah guyuran air shower, Nando merapatkan tubuhnya pada Ruslan hingga kedua puting Ruslan yang keras menekan dadanya. Tangan Nando bergerak naik turun pada lengan atas Ruslan yang kuat terlatih dan kini licin karena air. Ruslan menggigit bibirnya sambil memejamkan mata saat merasakan rambut Nando yang basah menyapu dagunya ketika dia berusaha mencumbu lehernya dan bergerak semakin ke bawah mencapai putingnya. Tak kuasa menolak, tubuh Ruslan kaku namun menikmati setiap sapuan lidah dan kecupan bibir Nando yang mempermainkan dadanya yang bidang serta putingnya yang coklat. Sesekali tangannya terpaksa merenggut rambut Nando yang basah ketika dia terlalu bersemangat memberikan sentuhan pada salah satu bagian tubuh Ruslan yang sensitif itu. Setelah beberapa lama, Ruslan merasakan aliran darah mengalir deras pada penisnya sehingga membuatnya tegang. Nando berdiri lagi berhadapan dengan wajah Ruslan. Kali ini dia melingkarkan lengannya pada leher Ruslan. Nafas kedua pemuda itu tak beraturan. Ajaibnya, kali ini Ruslan yang mendaratkan kecupan lebih dulu pada bibir Nando. Bibir Ruslan melumat bibir Nando sambil memeluk pinggangnya. Tubuh Nando serasa meleleh lemas dipelukan Ruslan sambil merasakan air hangat yang ikut terminum setiap kali mereka berciuman. Nando kemudian melepaskan pelukan Ruslan. Keinginannya memuaskan pemuda yang dia sukai membuatnya berlutut dan mulai menciumi perut Ruslan. Perlahan dia mulai bergeser semakin ke bawah, hingga bibirnya kini tepat di depan penis Ruslan yang sudah sangat tegang. Ruslan meremas bahu Nando saat dia mulai mengisap penisnya. Agak sulit memang, memberikan servis oral dibawah guyuran air. Terkadang Nando harus terpaksa menelan air ketika sedang mengulum penis Ruslan. Tapi semua setimpal dengan reaksi Ruslan yang begitu menikmati setiap usahanya membuat batang penis itu semakin mengeras. “Ermm…” gumam Ruslan. Tanpa sadar jemarinya dia usapkan pada rambut Nando yang basah dan meremasnya. Sementara mulutnya mengulum dan mengisap penis Ruslan, jemari tangan Nando memainkan zakarnya dan meremas-remasnya lembut. “Sssshh…” desis Ruslan keenakan. Tubuhnya dia lengkungkan ke depan untuk menahan sensasi nikmat yang menjalari tubuhnya. Diapun terpaksa bertumpu pada kepala Nando yang bergerak-gerak lincah. “Uuh… uh.. Ndo…” erang Ruslan tak tahan. Penisnya terasa hangat dan berdenyut-denyut di dalam mulut Nando. Punggungnya yang terasa panas oleh siraman air shower bergerak-gerak mengikuti gerakan kepala Nando hingga air menetes-netes dari ujung rambutnya. Posisi tubuh Ruslan yang membungkuk melindungi kepala Nando dari siraman air. “Hhh… hhh….” desah Ruslan. Beberapa saat kemudian Ruslan hampir mencapai klimaks. Tubuhnya gemetar saat secara konstan mulut Nando terus melancarkan stimulus pada penisnya hingga dirinya tak tahan. “Gue mau keluar…” desah Ruslan. Dia masih ingat betapa nikmatnya mengeluarkan sperma di dalam mulut Nando. Jadi kali ini dia membiarkan Nando menuntaskan tugasnya. “Mmmmm…. Mmmmmm….” gumam Ruslan merasakan kembali penisnya siap memuntahkan lahar sperma tepat di permukaan lidah Nando. “Uuuuuuuuuh….” keluhnya saat dia mencapai puncak. Tubuhnya gemetar merasakan setiap semburan spermanya langsung mengalir cepat ke dalam kerongkongan Nando yang dengan isapan mulutnya seakan tak rela membiarkan setetespun sperma Ruslan mengalir keluar dari bibirnya. Kedua kaki Ruslan terasa lemas tak kuasa menopang tubuhnya hingga dia menyandarkan tubuhnya di dinding sambil terengah-engah. Nando kemudian bangkit dan berhadapan dengan Ruslan. Dia tahu, Ruslan pasti masih canggung atau ragu membalas servis yang Nando berikan. Itu sebabnya, dia hanya berdiri di depan Ruslan, menyandarkan kepalanya di bahu pemuda itu dan mulai mengocok sendiri penisnya. “Hhhh… hh….” desah Nando. Tubuhnya gemetar sementara telapak tangannya dengan cepat mengocok-ngocok penisnya sendiri berusaha agar dirinya mencapai klimaks. Ruslan menyaksikan perbuatan Nando dan merasa tak enak hati apabila dia tak sedikitpun membantunya. Ruslan lalu berinisiatif membalik badan Nando dan merangkulnya dari belakang. Semula Nando heran dengan perbuatan Ruslan, namun dia membiarkannya dan terus mengocok penisnya. Masih agak malu-malu Ruslan merangkul kaku tubuh Nando dari belakang. Namun lama-kelamaan dia memberanikan diri meraba kedua puting Nando dengan jari-jarinya. Mendapat perlakuan tak disangka-sangka dari pemuda itu, Nando semakin terangsang. Tubuhnya dia lengkungkan hingga bersandar pada dada Ruslan. “Oouh….” erang Nando. Ruslan semakin berani. Dia membungkuk dan melingkarkan tangan kiri Nando yang tidak melakukan apa-apa pada lehernya sehingga dia leluasa menjangkau puting milik Nando. Perlahan Ruslan mulai menjilati puting Nando hingga anak itu mencengkeram bahunya. Berdasarkan insting dan mencoba mengikuti apa yang dilakukan Nando padanya tadi, Ruslan berusaha mengisap, menjilat, dan memuntir puting Nando agar dirinya semakin terangsang. Bagi Nando, servis amatir Ruslan pertama kali memang tidak begitu hebat. Namun, dirinya bahagia karena Ruslan, cowok yang belum pernah bercumbu dengan pria manapun, melakukan hal itu pertama kali padanya. Pada tubuhnya… dan itu menghasilkan sensasi yang nikmat sekaligus mengharukan. “Rus… enak betul,” Nando berbohong. Ada yang lebih nikmat dari isapan mulut Ruslan pada putingnya selain yang dilakukan Ruslan. Tapi dia tak ingin mengecewakan pemuda yang dia sukai. Lagipula rasanya memang selangit bila yang melakukan itu adalah orang yang dia suka. Nando meringis ketika tanpa sengaja gigi Ruslan menyakiti putingnya. Tapi dia menahannya. Selanjutnya, Ruslan kembali berinisiatif mengambil alih kendali untuk mengocok penis Nando. Perlahan tangan Ruslan menghentikan gerakan tangan Nando pada penisnya dan mulai menggantikannya bergerak naik turun. Nando menunduk, menatap takjub pemandangan di bawahnya saat telapak tangan Ruslan mulai mengocok penisnya. Kali ini Nando mengakui kehebatan tangan Ruslan. Gerakan Ruslan mengocok penisnya, menekannya, meremasnya dengan irama yang solid dan teratur seakan tahu bagaimana caranya mengalirkan sensasi nikmat di sekujur tubuhnya. Kini tangan Nando mencengkeram lengan Ruslan satunya. Wajahnya menatap Ruslan seolah berkata “Terusin Rus.. enak banget….” Ruslan yang tahu dia melakukan gerakan yang benar, semakin bersemangat. Gerakan tangannya makin cepat mengocok penis Nando hingga pemuda itu menggeliat-geliat liar. “Oouh… Oouhh….” desah Nando. Kepalanya dia sandarkan ke bahu kokoh Ruslan sementara dia asyik menikmati rancapan tangan yang dilakukannya. “Hmmmf….” erangnya tertahan ketika merasakan penisnya berdenyut-denyut siap memuntahkan peluru sperma. Ruslan pun menyemangatinya dengan merangkulnya lebih erat dan menggigit lembut telinga Nando. “OOhh…..” jerit Nando ketika spermanya memancar dan mengenai dinding basah di depan mereka berkali-kali. Nafasnya terengah-engah hingga dada dan perutnya naik turun. Nando membalik badannya. Tubuhnya masih gemetar saat dia memeluk Ruslan dan berusaha mengatur kembali nafasnya. Nando terisak. Kedua tubuh basah dan telanjang itu saling berangkulan di bawah guyuran air hangat dan membiarkannya seolah melunturkan ketegangan dan nafsu di antara keduanya. Tak lama keduanya melepaskan pelukan. Tanpa banyak bicara Nando meraih sabun dan mulai membersihkan tubuh Ruslan. Ruslan berdiri membiarkan Nando melakukan itu dan tersenyum kepadanya. Nando pun balas tersenyum. **** Perlahan Ruslan membuka pintu kamar mandi. Dia memastikan tak ada siapapun di kamarnya sebelum dirinya dan Nando keluar dalam keadaan sudah berpakaian. Toh mereka tak ingin Erry atau Oom Alfin tiba-tiba ada di dalam kamar dan memergoki mereka keluar dari kamar mandi secara bersamaan. “Sudah ngecek jadwal kereta?” tanya Nando mengingatkan. Ruslan mengangguk. “Paling pagi jam 7.15 berangkat.” “Oke. Kalau begitu, gue siap-siap dulu. Pokoknya gue harus nemenin elo ke desa besok pagi.” ujar Nando. “Iya.. iya… nah, kayaknya elo harus balik ke kamar sebelum Oom Alfin atau Mas Erry mulai curiga dan nyari elo kemana-mana,” pinta Ruslan khawatir. Nando tersenyum. Dia mendaratkan kecupan singkat pada pipi Ruslan hingga wajah Ruslan memerah sebelum keluar dari kamar. “Ketuk kamar gue tiga kali besok subuh. Selain itu gue enggak akan buka kamar karena gue bakal ganjel kamar gue pake meja.” ujarnya. Ruslan merebahkan tubuhnya di atas Ranjang. Sungguh, di saat seperti ini rasanya salah besar bila dia terlibat skandal dengan Nando. Ruslan berusaha menyingkirkan pertanyaan yang dirasanya tak penting saat ini, menyangkut orientasi seksnya. Besok dia akan melakukan perjalanan panjang. Ruslan harus istirahat walau sejenak. Dia memasang alarm pagi sebelum memejamkan matanya dan terlelap tidur. **** Ruslan terkesiap saat dirasakannya getaran alarm ponsel pada pipinya. Buru-buru dia bangkit dan melihat jam sudah menunjukan pukul empat dinihari. Ruslan beranjak dari ranjang menuju lemari tempat dia telah menyiapkan ranselnya untuk pergi. Dia membukanya sekali untuk memastikan bahwa dirinya sudah membawa segala sesuatu yang dia perlukan. Ruslan mengganti celana pendeknya dengan jeans dan mengenakan jaketnya. Sebelum berangkat, dia harus ke kamar Nando untuk menjemputnya. Nando yang tak bisa tidur, menyibukkan diri semalaman dengan mempersiapkan tas dan isinya untuk ikut menemani Ruslan pergi. Baru saja selesai menutup ranselnya, pintu kamarnya diketuk pelan tiga kali. Nando bangkit dari duduknya di ranjang menuju pintu kamarnya. Dengan susah payah dia menggeser meja besar yang digunakan untuk mencegah Erry atau Papanya masuk ke dalam kamarnya yang tak terkunci. “Udah siap berangkat Rus… OH!” katanya terpotong saat melihat orang yang di depan kamarnya ternyata bukanlah Ruslan. Mendadak orang itu meraih tangan Nando dan menariknya sehingga Nando tak kuasa mengelak. Hidungnya mencium bau menyengat saat orang itu membekapkan sesuatu pada wajahnya hingga akhirnya Nando merasa pusing dan sekelilingnya menjadi gelap. **** Ruslan membuka pintu kamarnya perlahan. Dia menengok kanan dan kiri memastikan tak ada orang berkeliaran di lorong lantai dua rumah Oom Alfin. Berusaha tak membuat suara, dia berjalan menuju kamar Nando. Ketika melihat pintu kamar Nando sudah terbuka sedikit dan cahaya redup menembus kegelapan lorong dari celahnya, Ruslan menghentikan langkah. Perlahan dia mengintip ke dalam kamar Nando memastikan dirinya ada di dalam. Apakah Nando sudah bangun? bukankah tadi dia bilang menunggu dirinya mengetuk pintu kamar untuk menjemputnya berangkat? Tanya Ruslan dalam hati. Dari celah pintu Ruslan melihat sesosok bayangan bergerak-gerak di atas ranjang. Orang itu mengeluarkan suara pelan seperti sedang menahan kenikmatan. Dia menindih sesosok tubuh di bawahnya yang tak bergerak sama sekali. Ruslan bisa mengenalinya sebagai Fajar, si satpam yang pernah dilihatnya sedang berhubungan intim dengan Nando di kamar ini juga waktu itu. Tubuh fajar nyaris telanjang, celana dalamnya dia turunkan hingga lutut sementara kedua tangannya menopang tubuhnya. Pinggulnya bergerak-gerak seolah sedang menggesek-gesekkan selangkangannya pada sesosok tubuh di bawahnya: Nando. Ada yang aneh. Nando tampak seperti tertidur pulas tak berdaya. Malah terlihat seperti mayat. Tak bereaksi pada perlakuan si satpam Fajar. Dengan emosi, Ruslan menyeruak masuk dan langsung melayangkan tinju pada satpam yang terkejut melihatnya itu hingga dia jatuh terjengkang. “Sedang apa kamu?!!” hardiknya kasar mencoba sekuat tenaga menahan tubuh kekar satpam itu di lantai. Ruslan beruntung. Selain terkena bogem mentahnya, kepala satpam cabul itu membentur pinggiran lemari yang terbuat dari kayu kokoh hingga dirinya kehilangan keseimbangan dan nyaris pingsan. “Kamu apain Nando??!!” teriak Ruslan sambil menahan badan satpam itu dengan kakinya dan tinju yang terkepal siap memukulnya kembali. “Ampun.. ampun mas… bukan saya… mas Nando tadi sudah pingsan pas saya ke kamarnya…” ujarnya panik. “Bohong!!” bentak Ruslan. “Benar mas… sumpah…” kata Fajar sambil menahan rasa pening di kepalanya akibat terbentur. Ruslan meninju sekali lagi rahang Fajar hingga dia benar-benar pingsan. Kemudian dia melesat ke arah Nando dan memeriksa keadaanya. Tubuh Nando telentang tak bergerak. Dia hanya mengenakan celana bokser yang sepertinya dipelorotkan satpam itu hingga tengah-tengah pahanya. Ruslan menepuk-nepuk pipi Nando berusaha menyadarkannya. “Ndo.. Nando! bangun!” Saat itu Ruslan mencium bau menyengat yang dia kenali. Bau itu sama persis dengan yang dia cium saat hendak berangkat dan membuatnya tak sadarkan diri. Siapapun yang melakukan itu, dia ada di rumah ini! Ruslan bergidik. Dia semakin panik saat di kamar-kamar sebelah terdengar orang-orang yang mulai terbangun. Mas Erry dan Oom Alfin pasti mendengar kegaduhan di kamar ini dan sekarang sedang menuju kemari. Nafas Ruslan semakin cepat. Jantungnya berdebar keras. Dia harus segera pergi dari rumah ini… *Bersambung*

No comments:

Post a Comment