My Blog List

Thursday, 23 January 2014

Bos Ku Teman Ngentotku

Mengapa tiba-tiba jantungku terasa berdesir ketika melihat celana dalam Pak Hans yang mengecap di balik celana olahraganya. Darahku terasa mengalir ketika melihat goyangan pantat Pak Hans bergerak seksi mengikuti gerakan instruktur senam. Setelah senam pagi di kantorku usai, seperti biasa kami langsung memasuki ruang kerja masing-masing untuk melaksanakan tugas rutin kantor. Saya bekerja dalam satu ruangan dengan Pak Hans. Pak Hans merupakan seniorku sekaligus orang yang selalu memberi tumpangan aku baik berangkat maupun pulang kerja. Maklum, aku merupakan karyawan terbaru di kantor tersebut, dan aku kost di sekitar rumah Pak Hans, karena aku berasal dari desa. Dengan ruangan kerja yang lumayan besar tetapi hanya ditempati dua orang, tentu saja membuat kami terlalu bebas dalam bekerja. Kadang kami bermain game di komputer jika tak ada kerjaan, bahkan Pak Hans sering membawa VCD porno dari rumah, dan kadang memutarnya di ruang kerja. Dan kami pun sering menonton bersama ketika lagi tidak ada kerjaan. Sehabis senam aku merasakan tubuhku malas untuk diajak bekerja, dan seperti biasa aku memutar lagu-lagu MP3 di komputerku untuk melepas kejenuhan. "Lagi malas, Dik Bram..?" tiba-tiba suara Pak Hans mengejutkanku. Ketika kuangkat kepalaku, ternyata Pak Hans sudah ada di depan meja kerjaku. "Iya, nich Pak..! Habis mikirin kerjaan nggak pernah ada habisnya." sahutku sambil memandangi wajah Pak Hans di hadapanku. Diam-diam baru kali ini aku mengagumi wajah Pak Hans yang begitu ganteng, rambutnya hitam yang tersisir rapi, kumisnya lebat tapi tertata rapi, juga dagunya yang berwarna hijau karena bekas dicukur. Tanpa sadar mataku terus menelusuri penampilan Pak Hans, betapa tegapnya dia walaupun usianya 40 tahun, lebih tua 14 tahun dari umurku, tetapi Pak Hans masih kelihatan gagah. Kulitnya putih bersih, dan kedua tangannya yang tertutup bulu lebat semakin melengkapi kegagahannya. Baru kali ini aku mengagumi kesempurnaan seorang pria. Tanpa kusadari, tiba-tiba mataku mulai melirik ke bawah, tepatnya di depan meja kerjaku. Disana aku melihat suatu benda yang menonjol dan melingkar dari balik celana olah raga Pak Hans yang dekat merapat di ujung meja kerjaku. "Ada apa Dik, kok bengong..?" pertanyaan Pak Hans mengejutkanku."Nggak pa-pa kok Pak..," jawabku sekenanya. "Pak Hans sendiri akhir-akhir ini kok kelihatan kurang bergairah..?" ganti aku mulai coba bertanya. Sambil mendekatiku dari samping, dia mulai duduk di meja kerjaku. "Yach.., beginilah Dik Bram, nasib bujangan." sahut Pak Hans. "Lho.., emangnya istri Pak Hans dikemanain..?" tanyaku sedikit heran. "Istriku lagi hamil tua Dik, dan aku pulangin ke rumah mertua daripada disini nanti repot dan nggak ada yang ngurusin." "Wah, berarti tiap malam Pak Hans kesepian dong..?" kataku sambil menggoda Pak Hans. "Iya Dik, udah tiga bulan ini aku nggak pernah hubungan lagi." jawab Pak Hans dengan nada lesu. Entah setan apa yang merasuki pikiranku sehingga tiba-tiba mataku kembali melirik suatu benda bersarang dari balik celana olah raga Pak Hans. Tanpa kusadari pula tanganku berani-beraninya meraba tonjolan di dalam celana olah raga Pak Hans. Aku terkejut dan baru tersadar ketika tangan Pak Hans memegang erat tanganku. Aku malu dan ketakutan melihat Pak Hans memandangi wajahku. Sesekali kulihat matanya yang teduh."Maaf kan saya Pak, saya nggak sadar. Dan saya juga heran kenapa tiba-tiba saja saya tertarik dengan penampilan Pak Hans. Sekali lagi saya minta maaf Pak." kuucapkan perminta maafaku dengan nada ketakutan, dan Pak Hans pun diam saja. Aku gemetaran dan takut setengah mati. Sesaat kulirik matanya, Pak Hans malah tersenyum. Tanpa kusadari, tangan Pak Hans tiba-tiba meraih tangan kananku, dan diletakkannya tanganku tepat di atas batang kemaluannya yang masih tertutup celana olah raganya. Aku pun bertambah bingung melihat perlakuan Pak Hans. Tanpa kusadari tangan Pak Hans mulai membimbing tanganku. Diusap-usapkannya tangan kananku hingga menyentuh batang kemaluannya, dan aku pun menurut saja dengan penuh penasaran. Mungkin sudah tiga bulan lamanya batang kemaluannya tidak ada yang menyentuh, pikirku. Sesaat kulihat wajah Pak Hans, dia malah tersenyum manis dan sambil menganggukkan kepala. Aku pun mencoba untuk mengerti apa arti dari anggukkan kepalanya. Entah setan apa yang telah merasuki pikiranku, hingga aku benar-benar menyukai Pak Hans. Padahal selama ini aku adalah seorang laki-laki tulen. Dan aku pun mulai memberanikan diri merogohkan tangan kananku masuk ke dalam celana Pak Hans. Kucari benda yang membuatku penasaran tadi, dan akhirnya kutemukan seonggok urat yang begitu besar dari dalam celananya. Tanganku mulai merasakan hangatnya daging yang masih bersarang dan serabut kasar dari dalam celananya. "Ahh.. oh my god.. ahh.." kudengar desahan dari mulut Pak Hans, dan kulihat matanya mulai merem melek karena menikmati rogohan tanganku. Desahan Pak Hans membuatku mulai makin berani untuk melorotkan celana olahraganya. Kulihat CD-nya yang berwarna hijau muda dan tonjolan pistol Pak Hans yang mulai membengkak, hingga kepala batangnya yang berwarna merah sedikit melongok keluar dari CD-nya. Kupelorotkan CD Pak Hans, aku sempat heran dan sangat terkejut melihat pemandangan yang sangat unik di depan mataku. Aku hampir saja tertawa, tetapi dapat kutahan. Baru kali ini aku melihat nyata kemaluan Pak Hans yang sangat aneh. Kepala batang kemaluan Pak Hans ternyata sangatlah besar, tidak sesuai dengan ukuran batangnya, walaupun batang pistolnya juga tergolong besar dan panjang. Yang membuatku heran adalah ukuran pentolan atau kepala pistol Pak Hans, benar-benar melebihi ukuran normal, jika kubandingkan mungkin sebesar telur ayam potong. Kutelusuri rambut kemaluan Pak Hans yang begitu lebat dan sangat kasar. Tanganku kubiarkan gerilya di sekitar kedua lipatan paha Pak Hans, dan telapak tanganku mulai menyentuh suatu benda yang kenyal dan menggantung di bawah batang kemaluan Pak Hans, buah zakar Pak Hans ternyata juga besar tetapi bentuknya sedikit lembek dan merosot ke bawah. Kuraba sambil sesekali kuremas buah zakar Pak Hans yang dilapisi kantung tipis. Kurasakan begitu halusnya kantung buah zakar Pak Hans ini. Selembut sutra. Kuciumi batang kemaluan Pak Hans, kunikmati aroma kejantanan Pak Hans. Ohh betapa nikmatnya, aromanya begitu khas masculine walaupun sedikit asam karena bau keringatnya sehabis senam tadi pagi. Bulunya begitu lebat sekali di sekitar senjatanya, terus memenuhi hingga paha dan kakinya dan sedikit basah karena keringat. Segera kuhisap dan kunikmati buah zakarnya. Kukocok batang kemaluan Pak Hans yang mulai menegang. Batang pistolnya begitu besar, dan kulihat guratan-guratan otot yang melingkari batang pistolnya. "Ohh.. nikmat.. sekali.. teruuss.. kocok teruuss.. oohh..!" beberapa kali Pak Hans mengerang menikmati kocokan tanganku. Kujilati kepala kemaluannya walaupun hal ini terus terang belum pernah kulakukan seumur hidupku, dan mulutku mulai mengulum pentolan kemaluan Pak Hans. Semula pentolannya tidak mampu kumasukkan ke mulutku karena pentolan Pak Hans sangatlah besar dibandingkan dengan lubang mulutku, tetapi kupaksakan hingga pentolan itu dapat memasuki rongga mulutku. "Ohh teruuss.. ahh.. lagii.. Dik Bram, enak sekali.. teruss..!" Pak Hans kembali mengerang merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kujilatkan ujung lidahku hingga menelusuri seluruh permukaan pentolan pistol Pak Hans. Ohh.., Pak Hans pun semakin kelojatan menikmati jilatanku, kulihat Pak Hans mulai menggerak-gerakkan pantatnya maju mundur, sesekali tangannya menjambak rambutku dengan kuatnya. Aku mulai kerepotan menahan mulutku yang penuh sesak dimasuki pistolnya. Ditarik dan ditekannya kepalaku hingga mulutku maju mundur tertusuk pistolnya. "Ohh.. aku mau keluar.. ahh.. nikmat..! Aku mau keluar.. Dik Bram..!" desis Pak Hans ketika akan orgasme. Seketika itu kukeluarkan batang kemaluan Pak Hans dari dalam mulutku, karena aku jijik jika mulutku nanti kesemprot lahar putih dari pistol Pak Hans. "Dikeluarkan di luar saja, ya Pak Hans..?" bisikku lembut di telinganya. Dan Pak Hans pun hanya mengangguk tidak berdaya menahan nikmat yang luar biasa. Kembali batang kemaluan Pak Hans kupegang kuat-kuat dan kukocok dengan irama kocokan cepat, dan, "Ahh.. aughh.. lebih cepat Dik Bram..! Ahh.. crott.. croott.. glogok.." dan Pak Hans pun sudah tidak dapat menahan semprotan sperma dari dalam batang kemaluannya. Kuarahkan semprotan tersebut di atas meja kerjaku, aku kagum sekali melihat banyaknya sperma Pak Hans yang putih kental membanjiri meja kerjaku. Mungkin karena sudah tiga bulan spermanya tertahan di buah zakarnya, sehingga sperma yang dikeluarkan sangatlah banyak dan tidaklah wajar jika dibandingkan dengan lelaki normal. Kulihat Pak Hans mulai terkulai lemas dan memelukku. Tanpa kusadari, dia memegang kepalaku lalu mencium bibirku. Aku kaget dan heran mendapat perlakuan Pak Hans, baru kali ini aku dicium seorang pria, dan kurasakan betapa hangatnya ciuman dari Pak Hans. "Makasih ya Dik Bram..!" bisik Pak Hans di telingaku sambil membetulkan kembali celana olahraganya. Tanpa kusadari, tiba-tiba pintu ruangan kerjaku dibuka oleh seseorang. Astaga.., ternyata yang datang Pak Baskoro atasan kami di kantor. Dengan secepat kilat kututupi sperma Pak Hans yang membanjiri mejaku dengan empat lembar kertas HVS. "Pagi, Pak..!" sapa kami bersamaan. "Pagi..!" jawab Pak Baskoro. "Apa ini Bram..?" tanya Pak Baskoro sambil menciumi telapak tangannya yang basah, mungkin menyentuh sperma Pak Hans yang tidak sempat tertutup kertas. Wajahku seketika merah padam, begitu juga Pak Hans. "Eh.. anu.. Pak, tadi bubur kacang ijo saya tumpah, tadinya mau saya makan malah kesenggol Pak Hans.." jawabku sekenanya. "Iya Pak, sorry ya Dik Bram, besok hari Jum'at kalo senam lagi kuganti dech.." Pak Hans tiba-tiba ikut membantuku. "Ya sudah-sudah, lain kali kalo ada kondisi seperti ini harusnya kamu panggil cleaning service biar nggak kelihatan jorok..!" "O.. Ya, laporan keuangan kemarin apa sudah selesai Bram..?" tanya Pak Baskoro lagi. "Maaf.. Pak, sebenarnya hari ini sudah saya ajukan ke Bapak, tapi berhubung disket saya hilang, jadi semua file saya juga ikut hilang. Sekali lagi saya mohon maaf Pak, dan saya berjanji besok Senin laporan sudah saya serahkan di meja Bapak." jawabku sedikit berbohong, karena memang laporan tersebut belum kuselesaikan. "Kalau besok Senin kelamaan Bram, soalnya besok minggu aku rencana mau tanding Golf dengan Bapak Manajer sekalian menyerahkan laporan tersebut. Gimana kalo besok Sabtu, kamu lembur buat menyelesaikan laporan itu.." "Wah kalo besok lembur, saya numpang siapa Pak..? Tempat kost saya jauh dan belum ada angkutan umum. Lagipula Pak Hans besok khan libur..?" tanyaku. "Ya udah, besok kamu numpang aku saja, aku juga ada kerjaan yang belum bisa kuselesaikan hari ini.." sahut Pak Baskoro. "Trima kasih Pak, wah saya jadi merepotkan Bapak saja..," jawabku sedikit basa-basi. Kulihat jam di dinding sudah menunjukkan angka 16.30 WIB, aku dan Pak Hans berkemas untuk pulang. Seperti biasa, aku selalu pulang bersama Pak Hans, karena tempat kostku sejalan dan satu komplek dengannya. Mobil sudah berhenti di depan pintu pagar rumah Pak Hans, dan seperti biasa aku harus siap-siap turun untuk jalan kaki menuju tempat kostku. "Dik Bram, tidur di rumah saya saja gimana..?" tiba-tiba Pak Hans menawarkan jasa kepadaku. "Enggak lah Pak, tempat kost saya cuma dekat kok..," sahutku masih dari dalam mobilnya. "Nggak pa-pa kok Dik, lagian disini saya sendirian dan Dik Bram juga sendiri di tempat kost, khan kita bisa ngorol bersama. Lagian nanti malam ada Liga Italy lho, khan di tempat kost Dik Bram nggak ada TV-nya." Pak Hans tahu saja kalau tempat kostku memang tidak ada TV-nya. "Bener nich nggak ngerepotin Pak Hans..?" tanyaku basa-basi. Pak Hans hanya tersenyum manis dan menggelengkan kepalanya, aku pun mengangguk tanda setuju. Aku sempat heran melihat kamar Pak Hans yang begitu luas jika dibandingkan dengan kamar kostku. Pak Hans mengambil remote dan menyalakan TV. "Anggap seperti rumah sendiri Dik..!" kata Pak Hans sambil membetulkan spray spring bed-nya. "Dik Bram saya tinggal mandi dulu ya..?" kutengok asal suara tadi, ternyata Pak Hans sudah berlalu ke dalam kamar mandi yang letaknya masih satu kotak dengan kamar tidurnya. Kucari acara-acara TV, "Sialan..!" umpatku dalam hati karena tidak kutemukan acara yang bagus. Aku dengar suara percikan sower dari dalam kamar mandi, dan aku menoleh.. oh ternyata Pak Hans lupa menutup pintu kamar mandinya pikirku. Kupandangi lekuk-lekuk tubuh Pak Hans yang mengkilap karena basah. Betapa gagahnya orang tua ini, sanjungku dalam hati. Kulihat pantatnya yang putih bersih dan sintal tidak seperti pantatku yang sedikit coklat, maklumlah orang desa! Dadanya yang bidang penuh ditumbuhi bulu-bulu kejantanan. Pistolnya yang masih terkulai lemas dirimbuni rambut-rambut hitam yang lebat mungkin tidak pernah dicukur, ah.., betapa indahnya pentolan ujung pistolnya yang berukuran XL, kubayangkan kemaluan Pak Hans mirip pemukul gong. "Dik Bram juga mau mandi..?" tanpa kusadari ternyata Pak Hans tahu kalau aku sedang mengamati tubuhnya yang lagi bugil. "Nggak ah, nanti saja Pak Hans! Males, hawanya dingin." jawabku. "Lho, ini airnya hangat lho Dik, saya pake pemanas air kok." Aku baru tahu kalau Pak Hans memakai pemanas air. "Dasar orang udik..!" pikirku memaki diriku sendiri. "Ayo Dik Bram, segerr lho kalo badan udah mandi.." ajak Pak Hans lagi. Aku diam saja. "Wah.., Dik Bram malu ya mandi bareng Bapak. Masa sama cowoknya kok malu sih, lagian punya kita khan sama he.. he.." Pak Hans mecoba menggodaku. Dan aku pun tidak dapat menolak ajakan Pak Hans, benar juga pikirku, ngapain harus malu. Kami kan sama cowoknya, dasar 'wong ndeso'..! Kulepas baju dan celanaku. Tinggal celana dalamku saja yang kupakai, lalu aku memasuki kamar mandi yang begitu luas buat ukuranku. Pak Hans memberikan gagang sower kepadaku, dan aku mulai mengguyur wajahku sampai seluruh permukaan tubuhku. Seger juga rasanya, baru kali ini aku merasakan nikmatnya mandi dengan air hangat. Sesekali kulirik tubuh Pak Hans, kulihat pula batang kemaluannya yang begitu besar bila dibanding dengan punyaku. Tanpa kusadari, tiba-tiba aku mulai terangsang melihat pemandangan itu. Aku juga heran kenapa aku tertarik kepada Pak Hans. Dan kurasakan senjataku mulai mengeras dan tegak hingga pentolan pistolku mulai menjulang dan berontak ingin keluar dari CD-ku yang berwarna putih. "Wah.., gawat nich..!" pikirku seketika itu. Kubalikkan badanku agar Pak Hans tidak mengetahui kalau pistolku membengkak tanda mulai bereaksi. "Mandi kok celana dalamnya nggak dilepas sich Dik Bram, apa bisa bersih..?" tiba-tiba tangan Pak Hans menurunkan CD-ku yang berwarna putih. Aku terkejut mendapat perlakuan Pak Hans. Dan dengan gerakan reflek aku menutupi batang kemaluanku dengan kedua tanganku, ternyata kedua tanganku tidak mampu menutupi seluruh permukaan pistolku yang dikarenakan besarnya ukuran pistolku saat berdiri tegak. Pak Hans malah tersenyum melihat tingkah lakuku, sesekali matanya yang teduh dan nakal menelusuri seluruh lekuk tubuhku. Kulihat dia malah senyum-senyum. Aku tambah semakin gerogi mendapat perlakuan seperti ini. "Kenapa Dik Bram, malu sama Bapak ya..?" tanya Pak Hans sambil mengulurkan tangannya mencoba menyentuh pistolku yang semakin keras dan tegak. "Punya kamu ternyata gede juga ya..?" goda Pak Hans sambil mengelus pistolku. "Jangan ah, Pak Hans.." ucapku karena malu, sambil mencoba melepaskan tangan Pak Hans yang sudah memegang kuat batang pistolku. "Lho.., tadi pagi kan Dik Bram sudah pegang punya Bapak, lha sekarang supaya adil gantian Bapak yang pegang punya Dik Bram dong..!" kata Pak Hans sambil sesekali mengocok batang pistolku. Aku tidak dapat menolak perlakuan dari Pak Hans, dan akhirnya kupasrahkan saja apa yang dia kehendaki. Tangan kiri Pak Hans terus mengocok batang pistolku dengan lembutnya, sesekali mengelus dan meremas buah zakarku yang masih menggantung. Ahh.. betapa nikmatnya, dan aku pun mulai menikmatinya. Diusapnya rambut kemaluanku dengan tangan kirinya, terus naik ke dadaku dan turun kembali berhenti ke pangkal buah zakarku. Tangan kanannya meremas-remas pantatku, dan sesekali diselipkan diantara lipatan pantatku. Jari-jarinya mulai nakal bermain di sekitar lubang anusku. Oohh.., nikmat sekali. Kemudian tangan kanannya beralih menelusuri dadaku yang tidak berbulu, diusapnya puting susuku. Bibirnya mulai mendarat di bibirku, dikulumnya mulutku dengan penuh nafsu hingga aku hampir pingsan karena tidak dapat bernafas. Kurasakan hangatnya bibir Pak Hans, lidahnya menjelajahi gusi, gigi, dan langit-langit mulutku. Aku tidak tahan menahan geli karena tertusuk kumisnya yang lebat. Ahh.., baru kali ini aku merasakan rasa nikmat yang luar biasa. Sesekali kulirik pistol Pak Hans, ternyata pistolnya sudah berdiri dengan kuatnya. Wow.. betapa besar dan indahnya kemaluan orang tua ini pikirku. Kulihat guratan-guratan otot melingkari batang kemaluannya. Rambut kemaluannya yang lebat menggodaku untuk memegang pistolnya. Dikocoknya batang pistolku oleh tangan kiri Pak Hans dengan lembut, sesekali tangannya yang kuat meremas buah zakarku dengan nakal. "Ahh.. nikmat sekali Pak Hans." Aku menggeliat, menahan nikmatnya kocokan dan remasan tangan Pak Hans. Aku hanya menutup mata sambil menikmati permainan ini. Tanpa kusadari, ternyata batang pistolku sudah masuk di mulutnya. "Ahh.. hangat.., ohh.. diapakan ini.. Pak Hans..? Enak sekali..!" aku tidak tahan merasakan nikmat yang begitu luar biasa. Dan aku juga geli menahan rasa gesekan kumis Pak Hans yang sangat lebat. Diambilnya gagang sower dari tanganku, dan disemprotkannya ke panggkal pahaku. "Ahh.. geli.. Pak Hans.. enak.. ohh.." sesekali aku menggeliat keenakan. Tiba-tiba Pak Hans jongkok membelakangiku, aku sempat heran melihatnya. Dan dia mulai menungging dan memamerkan pantatnya di hadapanku. Aku sempat geli ketika melihat telur Pak Hans yang menggantung mirip buah mangga dari tanggkainya. Kulihat pantat Pak Hans penuh tertutup rambut, di sela-sela pantatnya aku sempat melihat lubang yang cukup lebar. Lubang anus Pak Hans sangatlah indah karena kulitnya putih, tidak heran kalau lubang anusnya berwarna merah muda. Kuraba pantatnya yang penuh dengan rambut, sesekali kubelai lubang anusnya. "Ahh.. nikmat.. terus. Masukkan Dik jarinya..!" teriak Pak Hans bagai orang keranjingan. Aku pun menuruti perintahnya, kumasukkan jari telunjukku. Kumasukkan dan kukeluarkan jariku, sampai tidak terasa tinggal ibu jariku yang tertinggal di luar anusnya. "Tekan yang keras Dik.., ayo.. ohh.. my god..!" Pak Hans pun sangat menikmatinya. Tiba-tiba aku ingin mencoba memasukkan batang pistolku ke dalam anusnya. Terus terang, seumur hidup aku belum pernah berhubungan sex dengan perempuan ataupun wanita nakal. Dan pikiranku mulai menerawang jauh memikirkan betapa nikmatnya jika batang pistolku kumasukkan ke dalam lubang anusnya. "Ayo.. Dik Bram, tusuk dengan pistolmu.. please..!" rengek Pak Hans mirip anak kecil. Kugesek-gesekkan kepala pistolku di sekitar lubang anusnya. Dan.. "Bleess..!" kepala pistolku lancar dapat masuk ke dalam anusnya. "Ohh.. aku merasakan hangat yang luar biasa di batang pistolku. Kudorong lagi pantatku hingga batang pistolku masuk ke dalam sampai tidak tersisa. "Aughh.. nikmat sekali.." baru kali ini aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kurasakan ada semacam cincin melingkar kuat di batang pistolku, sesekali kurasakan sedotan dari dalam anusnya. Aku semakin menikmatinya, kemudian kuayunkan pantatku maju mundur, kutusuk anus Pak Hans dengan batang pistolku. Tangan kananku memegang dan mengocok batang pistol Pak Hans yang semakin keras bersamaan dengan ayunan pantatku. Tangan kiriku meremas-remas kantung zakarnya. "Teruss.. sodok.. tarik.. sodok.. ahh.." kudengar teriakan Pak Hans saking nikmatnya. "Aku mau keluar.. ahh.. croott.. crott.. glogok.." kusemprotkan spermaku yang tidak dapat terbendung ke dalam anus Pak Hans. "Aahh.. nikmat..! Betapa hangatnya spermamu.. aku menikmatinya Dik Bram." Dan aku pun terkulai lemas menindih tubuh Pak Hans. Aku bangkit dan mencabut batang pistolku dari dalam anusnya. Dan aku duduk terkulai lemas karena puas. Pak Hans mulai berdiri di hadapanku, disodorkannya kemaluannya ke arah wajahku. Aku meraihnya, kumasukkan pistolnya ke mulutku. Kujilati permukaan pentolan pistolnya yang begitu besar. Ah.. andai saja ini bukan pentolan Pak Hans, mungkin sudah kukunyah karena gemas. Kupegang batang pistolnya dan sesekali kuremas kantung zakarnya, betapa lembutnya. "Teruss.. Dik..! Enak.. ahh.." Pak Hans pun mulai menggeliat karena keenakan. Digoyangkannya pantatnya maju mundur, dan aku mulai kelabakan, karena tenggorokanku sakit tersodok batang penisnya yang besar dan panjang. "Ahh.. nikmat.. aughh.. aku mau keluar Dik.. Jangan dilepas.. please.. ohh.." Aku pun menuruti perintahnya, kurasakan kemaluannya mulai berdenyut. "Aahh.. croott.. croott.. glogok..!" Kurasakan semburan lahar Pak Hans yang hangat memasuki kerongkonganku. Kurasakan hangatnya lahar Pak Hans, asin, gurih, sedikit amis tapi aku menyukainya hingga kutelan habis. Kami pun berpelukan terkulai lemas. Kami mulai membersihkan badan kami dan masing-masing menyabuni tubuh lawan kami, terutama aku senang menyabuni burungnya yang terkulai. Setelah selesai mandi, Pak Hans tiba-tiba membopongku. Dibopongnya aku bagai anak kecil menuju ruang tidur, digeletakkannya tubuhku di atas spring bed. Wow..! Baru kali ini aku merasakan kasur yang begitu empuk. Pak Hans kemudian menghanduki tubuhku yang masih basah, diusapnya seluruh permukaan tubuhku dengan kasih sayang. Sesekali Pak Hans mengusap-usapkan handuk ke pistolku, dan inilah yang membuat gairahku bangkit kembali. Kurasakan batang pistolku mulai membengkak. Pak Hans memandangku dengan tersenyum. "Mau lagi, Dik Bram..?" kata Pak Hans. "Lagi..? Siapa takut..!" pikirku. Dan aku pun mengangguk memberi tanda mengiyakan tawarannya. Kuraih pistol Pak Hans yang masih lembek, dan kuremas buah zakarnya. Dia mulai menikmati kembali, kulirik pistolnya ternyata sudah mulai membengkak. Kukocok batang pistolnya dengan lembut, dan Pak Hans mulai menindihku dan segera menggenjot senjatanya di antara kedua belah pahaku, aku pun sangat menikmatinya. "Ohh.. nikmat sekali." Kurasakan bulu-bulu dadanya yang lebat menggesek dadaku. Dilumatnya bibirku hingga aku susah bernafas, tapi aku masih dapat menikmati ciumannya yang hangat. Ahh.. betapa indahnya dunia ini.. bibir Pak Hans mulai turun ke leherku, puting susuku, dadaku, perutku, dan akhirnya mendarat ke batang kemaluanku. Dihisapnya batang pistolku dengan mulutnya, kurasakan sapuan lidahnya mengenai pentolan pistolku. "Ahh.. enak.. diapain sich Pak Hans..? Nikmat sekali.. teruss..!" aku pun kelojotan merasakan nikmatnya sedotan Pak Hans. Kujambak rambutnya yang tebal, kutarik kepalanya hingga pistolku masuk lebih dalam ke kerongkongannya. "Ahh.. teruss.. nikmat.. aku mau keluarr.. aku mau keluarr Pak Hans.. ennakk..!Aaah.. croott.. croott..!" kusemprotkan spermaku ke dalam kerongkongan Pak Hans, dan Pak Hans pun menikmatinya. Dikeluarkannya batang pistolku yang mulai melembek dari dalam mulutnya. Dijilatinya pistolku hingga bersih, rupanya Pak Hans memang sangat menyukai spermaku. Pak Hans mulai merebahkan tubuhnya dengan posisi telentang ke atas. Kulihat batang pistolnya yang masih tegak sampai melebihi pusarnya. "Pak Hans juga pingin dikeluarin..?" tanyaku kepadanya. Dia tersenyum sambil mengusap kepalaku, "Tapi Pakai anus kamu, ya Dik Bram..?" pinta Pak Hans. Aku agak takut, karena selama ini anusku belum pernah dimasuki benda apapun. Aku pun sedikit ngeri bila membayangkan batang kemaluan Pak Hans memasuki lubang pantatku. Apalagi dengan pentolannya yang berukuran sangat besar. Akhirnya aku pasrah saja. Diludahinya lubang pantatku dengan liurnya, sesekali diratakan oleh lidahnya yang nakal. Aku mulai merasakan sapuan lidahnya. Kemudian aku mengambil posisi berjongkok di atas tubuh Pak Hans yang telentang. Kupegang panggkal pistolnya, kuusap-usapkan pentolan pistolnya ke lubang anusku. Sedikit demi sedikit akhirnya pentolannya berhasil memasuki lubang pantatku. Aku pun meringis menahan rasa sakit. Kutekan pantatku hingga ke pangkal pistolnya. Kuraba ternyata batang pistolnya sudah hilang tertelan anusku. Pak Hans mulai menggoyangkan pantatnya naik turun. Ahh.., kurasakan nikmat yang luar biasa dari dalam anusku, hangat terkena gesekan batang pistol Pak Hans. "Ohh.. sekarang enak.. Pak Hans.. terus.. tusukk.. ahh.." dan aku pun mulai menikmati tusukannya. "Ahh.. nikmatt.. kamu masih perawan Dik. Ohh..!" Pak Hans mulai mengerang menikmati sedotan anusku. "Aakhh.. aku mau keluar Dik Bram. Ohh..!" Tiba-tiba Pak Hans bangun dari posisinya dengan batang pistolnya yang masih menancap di lubang anusku. Direbahkannya tubuhku di atas spring bed. Diangkatnya kedua kakiku dan ditaruhnya di atas pundaknya. Pak Hans mulai menggenjot anusku. "Ohh.. terus genjot.. Pak Hans..!" dan aku pun semakin menikmati tusukan pistolnya. "Ahh.. aku mau keluar. Ohh.. my god.. crott.. crott..!" kurasakan semburan hangat spermanya memasuki lorong anusku. Baru kali ini aku menikmati semburan sperma yang luar biasa. Kami pun terkulai lemas, aku rebah dalam pelukan Pak Hans. "Dik Bram, mendingan kost di tempat Bapak saja, nggak usah bayar, yang penting kita bisa melakukan ini setiap saat." bisik lembut Pak Hans menawarkan jasanya. Aku pun cuma mengangguk karena kecapaian. Dan akhirnya kami tertidur pulas dan tidak jadi menonton bola. Paginya kami bangun, mandi, sarapan bersama, kemudian berangkat ke kantor untuk menyelesaikan laporanku yang belum selesai. Diantarnya aku sampai di ujung jalan oleh Pak Hans. Kulihat mobil BMW biru sudah di pinggir jalan. Rupanya Pak Baskoro si Boss-ku sudah lama menungguku. Aku turun dari mobil Pak Hans dan pindah masuk ke mobil Pak Baskoro. Jam di dinding kantor sudah menunjukkan angka 10.00 WIB, tetapi kerjaanku belum selesai juga. "Kriinngg..!" kudengar teleponku berbunyi. Kuangkat gagang telepon, kudengar suara dari balik gagang telepon. "Bram, coba kamu kesini sebentar..!" ternyata suara Pak Baskoro. Aku semakin panik, karena pekerjaanku belum selesai. "Mungkin Pak Baskoro memanggilku untuk meminta laporanku." pikirku dalam hati. "Baik, Pak.." jawabku lewat telepon. Aku mengetuk pintu ruang kerjanya, "Masuk saja Bram..!" terdengar sahutan dari dalam. "Maaf, Pak. Laporannya belum selesai, mungkin nanti dua jam lagi sudah saya selesaikan." ucapku sedikit ketakutan. Kupandang wajah Pak Baskoro, rupanya dia malah tertawa. "Udah, nggak pa-pa. Lain waktu aja kamu selesaikan, soalnya aku nggak jadi bertanding sama Bapak Manajer. Habis, kemarin waktu latihan golf, pinggangku rasanya sakit. Mungkin uratku ada yang melintir." Aku tesenyum lega mendengar jawaban Pak Baskoro. "Bram, denger-denger katanya kamu mahir dalam mengurut ya?" tanya Pak Baskoro lagi. "Ah itu dulu Pak, waktu di desa. Saya hanya sedikit bisa, bukan mahir." jawabku sedikit merendah, walau sebenarnya memang aku sudah mahir dalam urusan urut-mengurut. "Tolongin saya dong Bram, pinggangku rasanya nggak bisa buat bergerak." pinta Pak Baskoro. Pak Baskoro mulai membuka dasi dan baju putihnya, kemudian kaos dalam yang berwarna putih ditanggalkan di meja kerjanya. Ohh bagus sekali Pak Baskoro, dadanya yang bidang ditumbuhi oleh bulu-bulu yang tipis dan terus sampai ke bawah, dan mungkin sampai ke daerah vitalnya. Kupandangi bentuk badannya, walaupun usianya sudah 51 tahun, tapi Boss-ku ini masih kelihatan gagah. Wajahnya yang ganteng dan brewoknya yang dibiarkan tumbuh, menambah kejantanannya saja. Kemudian dia mulai merebahkan tubuhnya telungkup di atas sofa tamu. Aku mulai mengurut pinggangnya, kucari uratnya yang melintir, lalu kubetulkan kembali. Kurasakan aroma wangi tubuh Pak Baskoro. Sambil mengurut, tiba-tiba mataku mulai menangkap pemandangan indah. Aku melihat garis segi tiga di balik celananya yang sesak karena terisi pantatnya yang sangat padat. Gairahku mulai bangkit. "Wah.., urutan tanganmu enak juga Bram, tolong pijit badanku sekalian ya..?" pinta Pak Baskoro. Tanganku mulai mengusap punggungnya yang putih bersih dan sangat licin, naik ke leher, turun lagi. Ohh.. nikmat.. Bram pijitanmu. Pak Baskoro pun semakin menikmati pijatanku. Tanganku mulai gemas ingin memijat daerah pantatnya yang montok. Aku pijat pantatnya dengan kedua tanganku, sesekali kuputar dan goyangkan pantat Pak Baskoro. Achh.. enak sekali.. terus Bram.. dia pun menyukainya. Tiba-tiba Pak Baskoro membalikkan tubuhnya menghadapiku. "Bram, aku pingin kamu melakukan seperti kemarin pagi terhadap Pak Hans..," Aku pun terkejut, ternyata Boss-ku telah mengetahui permainanku kemarin pagi di kantor dengan Pak Hans. "Kemarin aku sempat lihat kalian lho, tapi nggak pa-pa kok Bram, itu wajar." perkataan Pak Baskoro membuatku bingung. Tanpa kusadari tangan Pak Baskoro mulai membuka ikat pinggangnya, dan kemudian menarik resleting celananya. Aku sangat terpana melihat tonjolan besar dari balik CD-nya yang berwarna putih. Wow.. gede sekali..! Kulihat rambut kemaluannya banyak yang menyerodok dari balik CD-nya. Ditariknya tangan kananku, lalu diletakkanya tanganku di atas alat vitalnya. Aku menjadi penasaran, kupandang sejenak wajah Pak Baskoro. Dia malah tersenyum dan mengangguk. Kemudian aku pun membuka pakaianku. Kubuka celananya sambil terus kunikmati aroma kejantanan Pak Baskoro. Ohh betapa nikmatnya, aromanya begitu khas masculin. Bulunya begitu lebat sekali di sekitar senjatanya terus memenuhi hingga paha dan kakinya, segera kuhisap dan kunikmati senjatanya yang berukuran besar. Ohh nikmat sekali, beberapa kali Pak Baskoro mengerang, menikmati hisapanku. "Ohh teruuss.. enak sekali.. Bram.. teruss..!" Kami pun sudah telanjang tanpa busana di sofa ruang tamu. Pak Baskoro sudah tidak tahan, nafsunya telah sampai ke ujung kepalanya, mendidih, dan dia langsung merebahkan tubuhku di sofa panjang menaiki tubuhku. Kuraih batang pistolnya, dan kuselipkan batang pistolnya di antara kedua pahaku. Dan Pak Baskoro pun segera menggenjotkan senjatanya di antara kedua belah pahaku, aku pun sangat menikmatinya. "Ohh.. nikmat.. sekali.. Bram..!" "Aku juga.. Pak Bas, teruuss.. Pak Bas..! Ohh.. enak sekali.." Kurasakan pahaku hangat karena mendapat gesekan batang pistolnya. Dan aku menikmati pistolku yang bergesekan dengan perutnya yang penuh dengan rambut kejantanannya. Kami pun berpelukan, dan aku pun berusaha mencium bibirnya. Ohh nikmat sekali bibirnya, nikmat sekali. Terus kuraba tubuh Pak Baskoro yang kekar berisi sambil terus kuraba pantatnya yang keras berisi. Dengan nafas yang memburu, Pak Baskoro terus memainkan senjatanya di atas tubuhku, "Teruss.. menggenjot.. teruss.. Pak Bas, teruss..!" Dia sudah tidak dapat mengontrol diri, dia sudah lupa kalau lawan mainnya adalah aku, anak buahnya sendiri. Dia menikmati permainan ini, makin dia bernafsu, aku pun bertambah nafsu pula. Dia bagaikan banteng liar, benar-benar jantan. Gayanya yang begitu hebat, permainan yang begitu kunikmati, dan belum pernah kutemui permainan seganas itu, makin liar, makin keras, otot-ototnya masih kencang, keras sekali, mengagumkan. "Aku mau keluar.. aku mau keluar.. Bram..!" "Oh.. saya.. juga.. mau keluar.. Pak..!" "Croot.. croot.. croot..!" tumpahlah sperma Pak Baskoro bersatu bersama sperma milikku di tubuhku. Dia pun kelelahan dan tidur sebentar memeluk tubuhku. Kemudian kuraih alat vitalya, kujilati sampai bersih. Pak Baskoro mulai terangsang kembali. Kulihat senjatanya sudah mulai bereaksi, terus naik dan terus menegang hingga akhirnya benar-benar tegang maksimal, langsung saja kembali kuhisap, dia pun menikmatinya. Senjataku pun menegang dengan keras. Rupanya Pak Baskoro juga ingin melakukan hal yang sama, dia pun segera menghisap burungku yang sudah menegang maksimal. Tidak dapat kubayangkan, Pak Baskoro yang kuhormati di kantor, ternyata mau menghisap batang pistolku. Disedotnya batang kemaluanku dengan nafsu yang membara. "Ohh.. my god.. nikmat sekali..! Ohh.." Dia memeluk dan menggenjot tubuhku, diadunya batang pistolnya dengan punyaku, tekanannya makin keras, makin kunikmati. Kubalikkan tubuh Pak Baskoro, kemudian kuangkat kedua kakinya, dan kuciumi sekitar buah zakar dan lubangnya. Kumainkan lidahku keluar masuk ke dalam lubangnya, dan dia pun mengerang nikmat. Sambil kuhisap, kumasukkan jari-jariku ke dalam lubangnya, dia begitu menikmatinya hingga tidak terasa kalau bukan lagi jariku yang masuk ke dalam lubangnya, tapi sudah senjataku berada di dalamnya. Kemudian terus kugenjot naik turun sambil kuciumi kedua pipi dan lehernya. Naik turun pantatku menggenjot senjataku untuk keluar masuk ke dalam lubang. Ohh lubang itu begitu rapat dan belum pernah ada yang memasukinya. Tidak seperti lubang anus Pak Hans, aku menikmatinya, aku pun berteriak. Sambil tangan kananku terus mengocok senjatanya yang sudah tegang maksimal, terus kukocok sesuai irama pantatku. Begitu juga dengan Pak Baskoro, dia juga tidak tahan dengan permainan senjataku di dalam lubangnya naik dan turun, keluar masuk dengan pelan, kemudian keras, pelan, dan ohh.., kami puas, kami puas. "Ohh.. aku mau keluar.. Pak..!" kataku. "Teruss.. lebih keras lagi.. Bram.. teruss.. masukkan lebih dalam lagi..! Aku menikmatinya, teruss..!" "Croot.. croot.. croot..!" kami pun keluar lagi bersamaan, banyak sekali sperma yang muncrat dari senjata Pak Baskoro, putih dan kental membanjiri dadanya yang berbulu. Kami pun tidur berpelukan beberapa saat. Betapa indahnya hari ini. Ohh.., terima kasih Pak Baskoro. Kami setiap hari Sabtu bertemu di kantor, dan kami selalu melakukan permainan ini di ruang kerjanya. Begitu pula dengan Pak Hans, aku selalu melayaninya jika dia memerlukanku. Dan ini kulakukan karena aku senang, dan juga gratis tinggal di rumah.

No comments:

Post a Comment