My Blog List

Friday, 12 March 2010

Aladin (02)

“Pamanku benar-benar jahat,” batin Aladin. Ia terduduk sendiri merenungi nasibnya. Kini ia terkurung di dalam tanah bersama harta karun yang melimpah. Sementara sang paman meninggalkannya. Aladin memandangi harta karun di dalam kantong. Sebuah lampu yang terbuat dari emas tertangkap pandangannya. Aladin segera mengambil lampu itu. Ia berniat memindahkan api dari obornya ke sumbu lampu itu.

“Betapa kotonya lampu ini,” kata Aladin. Tangannya kemudian menggosok-gosok lampu itu membersihkannya dari tanah. Tiba-tiba terjadi keanehan. Dari ujung sumbu lampu itu keluar asap tebal. Asap itu terus membubung dan membentuk gumpalan kemudian perlahan-lahan gumpalan itu berbentuk wujud manusia. Aladin ketakutan.

Gumpalan asap menipis. Lalu hilang. Kini terlihatlah sesosok tubuh laki-laki, tinggi kekar berdiri tegak di hadapan Aladin. Laki-laki itu sangat gagah dan tampan. Aladin ketakutan sekaligus kebingungan melihat laki-laki itu. Yang membingungkan Aladin adalah laki-laki tampan itu tak menggenakan pakaian sama sekali. Tak ada sehelai benangpun melekat di tubuhnya yang berotot. Pada selangkangannya menggantung sebuah kontol besar, melengkung ke arah kanan. Rimbunan jembut memenuhi pangkal kontol itu.

“Sssiiiapa kau?” tanya Aladin.

“Aku adalah jin lampu lampu,” sahut laki-laki itu dengan suara berwibawa.

“Jin lampu lampu?”

“Ya. Engkau telah membebaskan diriku dari kurungan lampu itu ratusan tahun. Sebagai tanda terima kasih, aku akan memenuhi segala permintaanmu,” sahut jin lampu itu.

“Segala permintaan?”

“Ya. Apapun yang kau minta,”

“Benarkah kata-katamu itu?”

“Cobalah dulu,”

“Baiklah. Bebaskan aku dari sini beserta harta-harta ini,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Tiba-tiba Aladin sudah berada di luar demikian juga seluruh kantong harta itu. Aladin merasa sangat senang. Jin lampu itu sudah berdiri di sebelahnya. Masih telanjang bulat. Aladin melirik pada batang kontol besar yang menggantung itu.

“Aku minta kau menggenakan pakaian,” kata Aladin.

“Kenapa engkau meminta seperti itu?”

“Aku merasa risih melihatmu telanjang bulat seperti itu,”

“Engkau merasa risih atau iri? Karena melihat kontolku ini?”

“Mmmm dua-duanya,”

“Mengapa engkau tidak memintaku agar membesarkan ukuran kontolmu. Agar engkau merasa bangga,”

“Ukuranku sudah cukup besar,” sahut Aladin.

“Tapi tidak sebesar punyaku kan,”

“Iya,”

“Makanya. Mintalah,”

“Baiklah. Aku minta agar kontolku lebih besar dari punyamu,”

“Permintaanmu adalah tugasku. Ting,”

Tiba-tiba Aladin merasa celananya menjadi sempit. Ia melirik ke bawah. Selangkangannya terlihat menonjol besar. Aladin segera membuka celananya.

“Astaga besar sekali,” serunya girang. Pada selangkangannya menggantung sebuah kontol yang besar. Panjangnya sekitar dua puluh sentimeter. “Padahal masih lemas. Bagaimana lagi kalau tegak?” seru Aladin.

“Cobalah tegakkan agar engkau mengetahui ukurannya,” kata Jin lampu.

“Maksudmu engkau menyuruhku onani? Buat apa tanganku capek. Aku hanya mau melakukannya apabila ada yang membantu,” sahut Aladin.

“Baiklah kalau begitu. Duduklah di batu itu aku akan membantumu,” kata jin lampu. Aladin segera duduk di atas batu, mengangkang memamerkan kontolnya yang besar dan rimbun dengan jembut lebat. Ia tak sabar dengan bantuan jin lampu. Ia yakin jin lampu akan menghadirkan seorang gadis cantik membantunya.

Jin lampu kemudian mendekati Aladin. Sekejab saja ia sudah menunduk di selangkangan Aladin. Mulut sang jin lampu langsung melahap kontol besar Aladin.

“Mau apa kau?” tanya Aladin bingung. Jin lampu tampan itu sudah sibuk mengulum-ngulum kontol besar Aladin. “Bukan ini maksudku,” kata Aladin. Ia berusaha melepaskan diri dari mulut jin lampu. Namun usahanya gagal karena jin lampu itu sudah sedemikian bernafsu mengerjai kontol Aladin.

“Nikmati saja. Sudah ratusan tahun aku tidak merasakan nikmatnya kontol dalam mulutku.. mmhhh… mmhhh…,”

“Kau menyukai kontol?” tanya Aladin bingung.

“Mmmhhhpp… Iya. Aku jin lampu yang suka kontol. Apalagi kontol-kontol pemuda tampan seperti engkau, Mmmhhhh…mmmmhhhh…,”

“Jadi…..,”

“Mmmhhh…benar. Aku jin lampu homosex. Aku dikurung dalam lampu itu adalah sebagai hukuman dari tuanku yang sebelumnya. Ia sangat gagah dan tampan. Dan kontolnya besar sekali. Aku sangat menyukai kontolnya itu,” jin lampu tampan itu menghentikan kulumannya di kontol Aladin. Lalu duduk bercerita di samping Aladin. “Sebenarnya diapun sangat suka kukulum kontolnya. bukan hanya kuluman kontolku dia suka, lobang pantatkupun sangat suka dientotnya. Akhirnya dia menikah dengan seorang putri cantik. Sejak itu aku dan dia sangat jarang bermain kontol. Suatu waktu aku sangat terangsang. Aku tak tahan lagi menahan nafsuku. Saat dia tidur bersama istrinya di kamarnya, kudatangi dia. Mereka sedang tertidur lelap,” jin lampu tampan itu terdiam sejenak. Aladin terus mendengarkan dengan antusias.

“Sepertinya mereka usai ngentot berdua. Keduanya tertidur dalam keadaan telanjang bulat. Sperma tuanku kulihat berceceran di sekitar memek istrinya. Aku sangat suka dengan rasa gurihnya sperma tuanku. Ku jilat ceceran sperma di memek istrinya itu. Setelah bersih mulutku langsung mengulum sumber memek itu. Kontol tuanku kuhisap kuat. Dia terbangun. Melihatku dia tersenyum. Rupanya di juga rindu dengan mulutku. Dia berbisik padaku agar melakukannya dengan perlahan dan jangan berisik agar istrinya yang tertidur di sebelahnya tidak terbangun. Aku melakukan kuluman di kontolnya sesuai dengan permintaannya. Rupanya dia tak cukup puas dengan mulutku saja. Dia juga rindu lobang pantatku. Kemudian dia menyuruhku menduduki kontolnya. Kulakukan apa yang disuruhnya. Kami mengentot dengan lembut. Pantatku berputar-putar memilin-milin dan membenamkan kontolnya yang besar di lobang pantatku. Istrinya terus terlelap di sebelahnya,”

“Gila. Kalian melakukannya dengan istrinya tidur di sebelahnya,”

“Ya. Dia benar-benar rindu pantatku. Dia bergoyang dengan sangat bersemangat. Pantatku diremas-remasnya. Aku melayaninya dengan tak kalah bersemangat. Kami bergoyang dengan cepat dan keras. Tak lagi memperdulikan keberadaan istrinya. Tempat tidur berderak-derak. Nasib sial, istrinya terbangun. Waktu itu keadaannya sudah nanggung sekali. Aku sudah hampir orgame. Tuanku juga. Istrinya terkejut melihat tubuhku yang telanjang bulat sedang menduduki kontol suaminya. Tuanku langsung marah-marah padaku. Ia mengatakan bahwa ia terasa bermimpi mengentot istrinya. Ternyata aku. Selanjutnya untuk menyenangkan istrinya ia mengurungku dalam lampu itu dan membuangku ke laut. Begitulah aku dibuang dalam keadaan ngentot nanggung dan telanjang bulat. Karenanya begitu melihatmu tadi aku langsung terangsang. Engkau begitu gagah dan tampan seperti tuanku dulu. Kalau seandanya tadi yang menolongku adalah laki-laki yang tidak menarik atau seorang wanita maka aku hanya akan memenuhi tiga permintaannya saja. Tapi karena engkau yang menolongku maka semua permintaanmu akan aku kabulkan asal aku selalu di dekatmu dan bisa menikmati kontolmu,”

“Mmmmm begitu,” Aladin menimbang-nimbang. Ia belum pernah diisep kontol oleh laki-laki. Tadinya ia merasa sangat aneh. Namun ternyata hisapan jin lampu tampan itu bisa merangsang kontolnya juga. Lagipula jin lampu ini dapat dimanfaatkannya untuk memenuhi segala keinginannya. Akhirnya Aladin memutuskan untuk menerima saja kelakuan jin lampu yang gagah ini. “Engkau boleh melanjutkan hisapanmu tadi. Yang penting segala permintaanku harus engkau kabulkan,”

“Tentu saja,”

“Tapi ada yang ingin aku tanyakan padamu terlebih dahulu,”

“Apa yang ingin engkau tanyakan?”

“Engkau terlihat sangat gagah dan tampan. Begitu jantan malah. Mengapa engkau bisa menyukai laki-laki? Apakah wanita cantik tidak bisa memuaskanmu?”

“Aku bisa memuaskan birahiku pada wanita. Namun entah mengapa aku lebih menikmatinya bila melakukannya dengan laki-laki sepertiku. Apalagi bila laki-laki itu tampan dan jantan seperti engkau. Aku sangat menyukainya. Mungkin sudah takdirku diciptakan seperti ini,” jawab jin lampu dengan lirih. Ia terlihat sedih.

“Maafkan pertanyaanku jin lampu kalau itu menyinggung perasaanmu,”

“Tidak apa-apa. Aku bisa memahami kebingunganmu. Bolehkah kita melanjutkan lagi permainan yang tadi tertunda,”

“Baiklah. Silakan engkau mengisap kontolku lagi,”

“Bolehkah bila aku menduduki kontolmu?”

“Kau menginginkannya? Apakah bisa? Lobang pantatmu kan sempit. Sementara kontolmu besar begini. Apakah engkau tidak kesakitan?”

“Aku sangat merindukan sodokan kontol di lobang pantatku. Aku sudah biasa. Rasanya sangat nikmat kok. Tidak ada sakit sama sekali. Bolehkah?”

“Baiklah. Terserah padamu saja,”

Jin lampu tampan dan gagah itu segera mengangkangi selangkangan Aladin. Posisi mereka berdua saling berhadapan muka. Perlahan-lahan jin lampu itu menurunkan pantatnya memasukkan kontol Aladin ke dalam lobang pantatnya. Aladin memandangi daerah selangkangannya. Dilihatnya kontolnya yang besar dan tegang itu sedikit demi sedikit masuk ke dalam lobang pantat jin lampu. Kontolnya dirasakannya seperti dibungkus oleh sesuatu yang hangat dan empuk. Aladin mengerang. Kontolnya terasa diremas dengan kuat.

“Ohhhh… enaknya..,” erang Aladin.

“Kau menyukainya?” tanya jin lampu.

“Yahhh… trusshhhhh…,”

Jin lampu terus menekan pantatnya ke arah bawah. Tak lama kontol Aladin tertelan seluruhnya dalam lobang pantat jin lampu. Jin lampu itu terlihat begitu menikmati kontol Aladin di dalam lobang pantatnya. Ia tersenyum pada Aladin. Selanjutnya ia menggerakkan bongkahan pantatnya naik turun dengan lembut. Aladin kembali mengerang. Jin lampu memegangi bahu Aladin dengan kedua tangannya. Tungkai kakinya bergerak-gerak menaik turunkan pantatnya.

Kehidupan jalanan membuat Aladin terbiasa ngentot dengan pelacur jalanan. Kontolnya sudah seringkali dikocok-kocok oleh memek wanita. Namun kocokan lobang pantat jin lampu dirasakannya sangat berbeda dari kocokan memek yang pernah dirasakannya. Gesekan lobang pantat jin lampu pada daging batang kontolnya merupakan sensasi yang sangat luar biasa dirasakannya. Aladin sangat menikmatinya. Ia kini mulai merlakukan gerakan pantat balasan. Pinggang ramping jin lampu dicengkeramnya dengan erat. Pantatnya bergerak naik turun. Ia tak memperdulikan lagi kalau jin lampu itu laki-laki juga sepertinya. Bibirnya mencari bibir jin lampu yang tipis dan merah. Dilumatnya bibir jin lampu dengan penuh nafsu diantara erangan dan dengusan nafasnya yang keras. Kedua lelaki tampan itu berciuman sambil terus bergoyang pantat seirama.

Kulit mereka yang putih mulai terlihat memerah. Keringat mengucur deras membasahi setiap lekuk tubuh mereka yang berotot. “Ohhhhh…. Ohhhhh….. ohhhhh….. ohhhhhhh….. ohhhhhh…..,” tak ada suara lain selain erangan-erangan kenikmatan dan suara kecipak dan tepukan buah pantat jin lampu dengan paha Aladin.

Otot-otot mereka terlihat semakin mengencang. Goyangan pantat yang mereka lakukan juga semakin cepat dan tak beraturan. Masing-masing ingin melakukan gerakan menekan lebih dulu. Aladin menyarangkan wajahnya di dada bidang jin lampu. Mulutnya menciumi dan menggigit-gigit pentil jin lampu yang kecoklatan dalam keadaan tegak keras.

Keduanya terus bergerak. Kontol jin lampu yang tegak menggesek-gesek perut Aladin yang berotot. Jin lampu mulai mengerang-erang keras. Wajahnya menengadah. Matanya terpejam-pejam. Rupanya orgasmenya akan segera tiba. Tak lama pantatnya menekan keras. Kontol Aladin terbenam dalam di lobang pantatnya. Tangannya mencengkeram bahu Aladin kuat-kuat. “Heh… heh…. Hehh…. Ahhhh…. Ahhh…. ahhh…. ahhh…,” jin lampu mengerang kuat. Tubuhnya kelojotan. Dari lobang kencingnya menyembur sperma. Kencang dan deras. Menyemprot-nyemprot membasahi perut dan dada Aladin.

Orgasme menyebabkan lobang pantat jin lampu berkontaksi. Rongga lobang pantatnya mendenyut-denyut kuat. Hal ini membuat Aladin merasakan kontolnya diemas dengan sangat kuat. Pengaruhnya luar biasa. Aladin tak lagi bisa menahan orgasmenya. Otot-ototnya mengejang. Perutnya kembang kempis. Nafasnya tersengal-sengatl. Dari mulutnya keluar erangan. “Ohhhhhh… ohhhhhhhh…………….. ohhhhhhh……,” mulutnya mnghisap pentil dada jin lampu kuat-kuat. Pinggang ramping jin lampu dicengkeramnya kuat. Pantatnya menekan ke atas. Sesaat kemudian spermanya menyembur deras memenuhi lobang pantat jin lampu. “Ohhhhhhhhhh………..,”

Jin lampu memeluk leher Aladin erat. Bahu Aladin digigit-gigitnya. Ia sangat keenakan menerima semburan sperma hangat Aladin di rongga lobang pantatnya. Untuk beberapa saat keduanya tetap saling menekan pantat, menikmati orgasme mereka yang dahsyat. Otot-otot mereka menegang. Berkilauan karena basah bersimbah keringat.

Jin lampu tetap duduk di atas pangkuan Aladin. Keduanya saling menatap untuk waktu yang lama.

“Bagaimana Aladin?” tanya jin lampu lembut. Ia beringsut dari atas pangkuan Aladin. Kontol Aladin yang sudah lemas lepas dari lobang pantat jin lampu.

“Hehehe.. huihh… rasanya luar biasa,” sahut Aladin cengengesan. Ia memandangi kontolnya yang belepotan spermanya sendiri.

“Kau menyukainya?”tanya jin lampu. Tangannya mengelap sisa-sisa ceceran sperma Aladin di lobang pantatnya dengan celana panjang Aladin.

“Sangat. Hah.. hah.. rasanya aku keranjin lampugan. Hei mengapa kau mengelap sperma itu dengan celanaku?”

“Santai saja. Aku akan mengganti pakaianmu nanti. Kita dapat mengulanginya kapanku kita mau,”

“Baiklah. Saat ini engkau harus membantuku,” Aladin mengelap sperma di kontol dan badannya dengan celananya juga.

“Aku siap melaksanakan apapun yang kau perintahkan,”

“Kita harus kembali ke rumahku. Sebentar lagi hari hampir gelap,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Selanjutnya dihadapan mereka muncul sebuah permadani.

“Untuk apa permadani ini?” tanya Aladin bingung.

“Naikilah permadani,” kata jin lampu.

Aladin mengikuti apa yang dikatakan jin lampu. Semua kantong berisi harta dinaikkannya juga ke atas permadani itu. Selanjutnya terjadi keanehan. Permadani itu mulai melayang di udara.

“Hei ini permadani terbang!” seru Aladin.

“Ya, duduklah Aladin. Kita akan melintasi udara dan kembali ke kampungmu,”

“Baiklah. Tapi sebelumnya berikan dulu akau pakaian. Dan aku juga menginginkan engkau berpakain juga. Warga kampungku akan bingung melihatmu telanjang bulat seperti itu nantinya,”

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Pakaian baru, bersih dan indah langsung melekat di tubuh keduanya. Aladin sangat senang akan hal itu. Ia tertawa-tawa senang. “Kalau begitu kita kembali ke kampungku sekarang,” kata Aladin kemudian.

Permadani terbang membubung tinggi ke angkasa. Melayang seperti burung elang, membawa Aladin terbang kembali ke kampungnya. Jin lampu melayang di samping permadani terbang mendampingi Aladin yang tertawa kegirangan, takjub melihat pemandangan di bawahnya.

Hari mulai gelap. Kampung Aladin sudah terlihat dari udara. Begitu indah oleh nyala lampu minyak yang berkilauan. Seperti untaian mutiara berkilau dilihat dari atas permadani terbang. “Itu rumahku,” tunjuk Aladin pada sebuah rumah reyot di sudut desa. Permadani melayang turun, begitu pula jin lampu.

Dengan sukses mereka mendarat di atas atap rumah Aladin yang datar. Permadani terbang perlahan-lahan menghilang. Jin lampu kemudian membawa Aladin turun ke bawah. Melayang-layang dalam pangkuan jin lampu Aladin bergerak turun hingga sampai ke tanah.

“Ahh.. senangnya tiba di rumah. Benar-benar perjalanan yang sangat melelahkan,” kata Aladin.

“Lelah karena perjalanan atau karena ngentotin aku?” bisik jin lampu nakal. Lidahnya menggelitik daun telinga Aladin.

“Dua-duanya,” jawab Aladin cengengesan. “Kamu jangan nakal begitu dong kalo disini. Nanti rahasia kita terbongkar,” kata Aladin berbisik.

“Siap boss,” jawab jin lampu tersenyum lucu.

Pintu rumah Aladin sudah tertutup rapat. Aladin mengetuk pintu dengan sumringah. Ia sudah tak sabar memamerkan harta karun yang ditemukannya kepada ibunya. Tak lupa pintu membuka, wajah ibunya yang berselendang nongol dari balik pintu.

“Aladin darimana saja engkau? Ali mencarimu sejak tadi. Aa yang engkau bawa itu? Siapa pula pemuda ini?” pertanyaan beruntun mengalir dari mulut sang ibu.

“Sabar bu, sabar. Satu per satu kalau bertanya. Biarkan aku masuk dulu, nanti aku jawab semua pertanyaan ibu,”

“Masuklah. Hei darimana kau dapat pakaian bagus ini? Kau mencuri lagi ya?” sang ibu masih terus bertanya. Aladin hanya tersenyum-senyum, pintu rumah di kuncinya. Kemudian ditariknya tangan sang ibu untuk duduk di dekatnya.

“Ibu benar-benar gak sabar nih. Ibu duduk dulu. Lihat nih apa yang aku bawa,” kantong yang dibawa Aladin langsung dibongkarnya. Mata sang ibu membelalak. Mulutnya menganga lebar. Tak percaya melihat begitu banyak perhiasan di depan matanya. Berserakan di lantai rumahnya yang reyot.

“Aladin…. Kau…, kau mencurinya dari mana…?” tanya sang ibu terbata-bata. Matanya melotot antara marah dan tak percaya.

“Sssttt…… aku tidak mencurinya bu,” Aladin kemudian menceritakan apa yang dilakukannya bersama pamannya, Karim. Juga pertemuannya dengan jin lampu. Tentu saja adegan hardcore sejenis tak diceritakannya pada sang ibu. Bisa berabe kan.

“Jin? Mana mungkin. Pemuda ini seperti layaknya manusia biasa,” kata sang ibu tak percaya.

“Jin lampu, masuklah lagi ke dalam lampu agar ibuku percaya,” kata Aladin.

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,” tubuh jin lampu berubah menjadi asap. Kemudian asap itu menyusup ke dalam lampu yang ditemukan Aladin.

“Benarkah semua ini Aladin?” sang ibu masih belum percaya.

Aladin tersenyum-senyum. Jemarinya menggosok-gosok lampu itu, lalu kembali asap mengepul dari ujung sumbu lampu. Asap itu kemudian berubah kembali menjadi jin lampu. Sang ibu benar-benar bingung. Ia tetap antara yakin dan tidak. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu. Aladin segera memasukkan kembali perhiasan itu kedalam empat kantong yang dibawanya. “Siapa itu?!” tanyanya keras. Ia kuatir itu pamannya.

“Ali!” sahut suara dari luar. Aladin segera menuju pintu. Dibukanya pintu. Wajah Ali yang penuh kekuatiran segera menyambutnya.

“Aku sungguh-sungguh kuatir padamu Aladin,” kata Ali. “Kemana saja engkau?” tanyanya.

“Masuklah dulu,” kata Aladin. Ali ditariknya masuk ke dalam rumah. Pintu kembali dikuncinya. “Duduklah dan jangan banyak tanya. Dengarkan saja ceritaku,” Aladin menceritakan lagi apa yang telah diceritakannya tadi pada ibunya. Ali hanya melongo-longo. Semakin melongo saat melihat perhiasan yang dibawa Aladin dan jin lampu memamerkan kemampuanya masuk ke dalam lampu mungil yang ditemukan Aladin.

“Engkau kaya raya kawan. Engkau bisa melamar Putri Jasmin kini,” kata Ali.

“Benar. Aku kaya raya sekarang. Aku dapat melamar Putri Jasmin sekarang. Maukah engkau melamar putri cantik itu untukku ibu?” tanya Aladin. Ibunya mengangguk-angguk, tetap dengan kebingungannya.

“Jin lampu, sediakan makanan buat kami sekarang. Aku sangat lapar. Ibu dan Ali pasti juga sangat lapar. Hidangkan makanan yang enak buat kami,” kata Aladin bersemangat.

“Perintahmu adalah tugasku. Ting,”

Berbagai hidangan lezat langsung terhidang di hadapan mereka. Makanan yang selama ini tak pernah bisa dirasakan oleh ketika orang miskin itu. Dengan lahap mereka menyantap makanan itu. Hingga kekenyangan dan tak dapat berkata apa-apa lagi. Jin lampu tersenyum bahagia melihat kebahagian tuan barunya yang tampan beserta keluarganya itu. Malam itu keluarga Aladin tidur dengan nyenyak. Mereka tidur diatas timbunan perhiasan yang berkilauan. Jin lampu masuk kembali ke dalam lampu. Iapun tertidur nyenyak di dalam sana.

Matahari bergerak naik. Aladin dan keluarganya sudah bersiap-siap diri. Mereka berniat untuk melamar Putri Jasmin hari itu. Pakaian indah sudah mereka kenakan pemberian jin lampu. Ibu Aladin sibuk mematut-matut bayangan dirinya di cermin buruk miliknya. Ia merasa senang dengan pakaian dan segala perhiasan yang dikenakannya hari itu.

Dengan permadani terbang mereka menuju istana. Jin lampu melayang disamping permadani terbang mendampingi perjalanan ketiga orang yang sedang berbahagia itu. Harta karun mereka bawa dalam peti besar yang indah. Harta karun itu akan mereka berikan sebagai persembahan untuk melamar sang putri.

Kemegahan istana sudah terlihat dari angkasa. Kubahnya menjulang tinggi. Berkilauan oleh pantulan cahaya matahari. Kubah itu terbuat dari emas. Sangat indah. Aladin dan ibunya juga Ali terkagum-kagum melihat kemegahan istana itu.

Akhirnya mendaratlah mereka di istana. Para pengawal kebingungan melihat kedatangan rombongan yang ajaib itu. Mereka belum pernah melihat sebuah permadani dapat menerbangkan orang. Singkat cerita, mereka berempat dihadapkan pada sang raja.

“Siapa kalian? Dan ada keperluan apa kalian mendatangiku kemari?” tanya sang raja dengan penuh wibawa.

“Kami adalah bangsawan dari selatan tuanku raja. Nama hamba Aladin, hamba datang kemari bersama dengan ibu dan Saudara hamba ini beserta seorang pengawal,” sahut Aladin. Jin lampu ditunjuknya sebagai pengawal.

“Kedatangan kami kemari adalah untuk melamar putri tuanku raja bagi putraku ini,” kata Ibu Aladin melanjutkan.

“Melamar putriku? Hahahaha,” sang raja tertawa terbahak-bahak. Aladin dan rombongan kebingungan. “Berani sekali kalian datang kemari untuk melamar putriku. Sudah banyak pangeran-pangeran kaya yang datang untuk melamar, namun semuanya ditolak oleh putriku. Lalu kalian datang kemari mengaku-ngaku sebagai bangsawan. Persembahan apa yang dapat kalian berikan kepadaku sehingga aku bisa mmpercayai bahwa kalian memang bangsawan dan layak melamar putriku,”

“Inilah persembahan yang kami bawa untuk tuanku,” kata ibu Aladin. Harta karun yang ditemukan Aladin kemudian digelar dihadapan sang raja.

Raja terkejut melihat perhiasan emas yang sangat banyak terhampar di hadapan matanya. Sifat materialistisnya langsung keluar. “Boleh juga persembahan yang kalian bawa. Namun terlebih dahulu aku akan bertanya pada menteri kepercayaanku. Panggil Jafar kemari dan juga putriku!” perintah raja pada pengawalnya.

Tak lama berturut-turut datanglah Putri Jasmin dan Jafar, menteri kepercayaan raja. Putri Jasmin terlihat senang melihat kedatangan Aladin. Lelaki yang pernah dilihatnya di pasar.

“Putriku, pemuda ini datang bersama ibunya untuk melamarmu. Bagaimana pendapatmu?” tanya raja.

“Hamba terserah keputusan ayahanda saja. Namun kalau hamba melihat pemuda ini kelihatannya baik,” sahut Putri Jasmin lembut. Dia menunduk malu-malu. Raja mengangguk-angguk. Aladin merasa senang mendengar tanggapan Putri Jasmin. Sementara wajah Jafar sang menteri terlihat sewot.

“Tuanku, maafkan hamba menyela,” kata Jafar.

“Ada apa Jafar?” tanya sang raja pada menterinya yang terlihat gagah itu.

“Tuanku, hamba rasa kita perlu mengetahui kekayaan pemuda ini dulu. Tuanku adalah raja paling kaya di muka bumi ini. Adalah sangat tidak pantas apabila tuanku memiliki menantu yang tidak jelas asal-usul dan kekayaannya,” kata Jafar sambil melirik tajam pada Aladin. Sesungguhnya Jafar ini juga mencintai Putri Jasmin. Ia tak rela apabila putri cantik itu menikah dengan orang lain. Karena itu selama ini ia selalu berusaha menghalangi apabila ada yang bernita melamar sang putri.

“Bagaimana maksudmu?” tanya raja.

“Tuanku, menurut hamba kita perlu mengetahui dulu, apakah Putri Jasmin nantinya akan tinggal di tempat yang layak baginya. Selama ini putri tuanku tinggal di tempat semegah ini, apakah pemuda ini memiliki tempat tinggal yang semegah istana tuanku. Hamba kuatir nantinya Putri Jasmin tidak betah tinggal di tempat yang tidak sesuai untuknya,” kata Jafar. Aladin semakin tak suka dengan menteri tampan itu. Sementara Putri Jasmin juga terlihat tak suka. Namun untuk membatah Jafar ia malu karena dianggap perempuan rendahan yang gila laki-laki. Ibu Aladin, Ali, dan jin lampu juga kesal mendengar ucapan Jafar.

Bersambung.....

No comments:

Post a Comment