My Blog List

Saturday, 13 March 2010

Petualangan Aji 2, Part 19

31

“Capek Zak?” bisikku lembut di telinga Zaki. Ia masih menelungkup diatasku.

“Iyah,” jawabnya pelan. “Puas?” tanyaku lagi.

“Iya Ji, gak nyangka kalo ngentot dengan kamu enak banget,”

“O ya?”

“Iyah, tau enaknya kayak gini, sejak kemaren-kemaren aku udah ngajak ngentot dengan kamu,” katanya. Bibirku diciumnya. Kubalas ciumannya. Kami berciuman dengan buas. Saling melumat. Sambil berciuman kubalikkan posisi kami. Aku berguling, kini Zaki dibawahku. Kontolnya yang lemas dan dipenuhi lendir itu terlepas dari jepitan celahku. Spermanya berceceran keluar dari lobang pantatku membasahi lantai kamar mandi. Menindih Zaki, kuciumi bibirnya. Mukanya, telinganya, semuanya. Ciumanku turun ke lehernya, dadanya yang bidang. Zaki mengerang, Zaki terangsang kembali oleh cumbuanku. Kontolnya mulai bergerak naik.

Sambil menjelajahi tubuhnya dengan bibirku, kukocok-kocok batangnya yang licin karena lendir sperma itu. Terus turun, mulutku kini di perutnya, diselangkangannya yang rimbun dengan bulu. Terus turun hingga ke bongkahan pantatnya. Kuangkat kedua kakinya. Zaki mengangkng dengan kedua kaki menekuk, terangkat ke atas. Kurimming celah pantatnya. Melanjutkan rimmingku yang tadi. Zaki meremas-remas rambut kepalaku. Lidahku kusodok ke celahnya. Menjelajahi celah sempit penuh bulu itu. Zaki mendesah.

Tiga jariku kusodokkan ke celah itu. Zaki mengernyitkan matanya. Dia kesakitan. Tapi tak apalah, dia kan lelaki perkasa, kuat, sakit sedikit seperti ini pasti dapat ditahannya. Kusodok terus berulang-ulang. Kuludahi celah pantatnya itu beberapa kali, membuat celah itu menjadi basah dan licin karena ludahku. Jariku menyodok semakin mudah.

Lobang Zaki sudah siap nih. Aku segera bangkit. “Zak, kamu nungging deh, seperti kalau sedang bersujud,” kataku. Zaki segera mengikuti perintahku. Kini ia bersujud dengan kedua paha menguak lebar. Aku sangat terangsang melihat bongkahan pantatnya. Sempit, kemerahan, dan diramaikan oleh bulu-bulu halus.

Selanjutnya aku berdiri dibelakangnya. Kutekukkan kakiku sedikit, agar batang kontolku tepat di depan celahnya. Jari-jari tangan kananku membantu menguak celahnya lebih lebar. Sedangkan tangan kiriku menyorong kepala kontolku ke pintu celahnya.

Perlahan-lahan kepala kontolku kususupkan ke celahnya. Susah, sempit. Zaki mengeden. Bongkahan pantatnya bergerak-gerak. Sepertinya ia sedang menahan sakit. Tapi tak ada protes dari mulutnya. Kulanjutkan penetrasiku. Kususpkan lagi, kudorong lagi. Zaki mulai mengerang. Kedua tangannya kulihat mengepal. Tetap tak ada protes. Kuteruskan lagi, hingga akhirnya seluruh batangku masuk ke lobang pantatnya.

“Sakit Zakh?” ujarku.

“Iyah, tapi terusin ajah...,” jawabnya. Aku tersenyum. Betapa pasrahnya cowok cakep ini. Kutarik kontolku keluar. Srettt. Ahhh..sempitttt. Zaki mengerang. Kudorong masuk. Srettt. Zaki mengerang lagi.

Tarik lagi. Sorong lagi. Tarik. Sorong. Tarik. Sorong. Tarik. Sorong. Tarik, sorong. Tarik, sorong. Tarik sorong tarik sorong. Goyanganku tak lambat lagi. Cepat. Semakin cepat. Tubuh Zaki bergoyang-goyang. Bongkahan pantatnya kuremas-remas. Kontolku terasa seperti dijepit kuat sekali.

“Ohhh...ohhhh...ohhh...oh....sssh...sshhhh...shhhh...ssshhhh...,”

Aku terus memacu gerakanku. Semakin cepat, kasar. Zaki benar-benar pasrah. Sebuah kepasrahan total. Dia pasti kesakitan. Tapi dia tak menunjukkan rasa sakit yang dideritanya.

Aku pengen ubah posisi nih. Tak melepaskan kontol dari lobang pantatnya kusuruh Zaki bangkit. Sambil terus menggerakkan pantat maju mundur, pelan-pelan kami berjalan ke arah westafel. Zaki kusuruh berdiri didepan wetafel. Tangannya berpegangan pada westafel. Tanganku juga berpegangan pada westafel, bersebelahan dengan tangannya. Kini aku dapat melihat ekspresi wajahnya dari pantulan cermin di westafel. Zaki memicingkan matanya, mulutnya membuka dan mengeluarkan eranagan-erangan. Melihat ekspresinya semakin menambah semagat juangku. Goyanganku semakin cepat. Semakin tak terarah. Rasanya kontolku akan muncrat. Tapi aku tak mau orgasme sekarang. Kuajak lagi Zaki berpindah. Kami masuk ke ruang wc. Ada water closed duduk disitu. Segera kududukkan pantatku di water closed itu. Zaki menduduki kontolku. Kedua kakinya tertekuk dan bertumpu disebelah pahaku pada tepi water closed. Pantatku bergerak naik turun, demikian juga pantat Zaki.

Kami terus berpacu. Sambil duduk begini aku bisa mengocok batang Zaki yang besar dan membonggol itu. Kami berdua benar-benar dibuai birahi yang menggila. Kami sudah tak peduli lagi kalau seandainya ada yang datang dan melihat. Yang ada dipikiran kami saat ini adalah terus memacu birahi meraih puncak kenikmatan.

Dan rasanya puncak kenikmatan ini akan segera tiba. Kontolku sudah tak bisa kuajak kompromi lagi. Spermaku akan segera tumpah. Pantatku kupacu semakin cepat. Kontol Zaki kukocok makin liar. Akhirnya......., akhirnya......., aaahhhhhhhhhhh.........

“Zakhhhhh................oohhhhhhhhhhhhh....,” aku mengerang keras. Aku berkelojotan. Pantatku kuhentak-hentakkan ke atas. Berkali-kali berbarengan dengan muncratan spermaku. Sambil kuhentak-hentakkan pantatku ke atas, buah pantat Zaki kupegang kuat-kuat, kutekan ke bawah bongkahan pantat itu, sehingga kontolku membenam dalam ke lobang pantat Zaki. “Ihhhhhhhh...,” erangku dalam kenikmatan. Zaki mengambil alih tanganku yang tadi memompa batang kontolnya. Kini dia bercoli sendiri diatasku. Dia mengerang-erang. Rupanya dia hampir sampai juga. Spermanya muncrat banyak sekali. Berceceran dilantai wc. “Ouhhhhhhhh......”, erangnya kuat.

Tubuhku terasa sangat lemas. Aku kelelahan. Kupejamkan mataku, mencoba beristirahat sejenak. Meredakan rasa lelah yang menghinggap. Zaki pun demikian. Tubuh kami basah bersimbah keringat. Masih dengan batang kontolku didalam lobang pantatnya, ia menyenderkan kepalanya dibahuku. Aku memeluk pinggangnya. Kusempatkan untuk mencium punggungnya yang basah.

Tiba-tiba, sekilas kulihat ada yang muncul di pintu wc. Aku segera beringsut, “Zak, ada orang,” bisikku pada Zaki. Zaki menahan tubuhku untuk tetap diam di tempatku. “Biarin aja, itu Ferdinand,” katanya. “Dia menjagai kita sejak tadi,” sambung Zaki.

“Ferdinand?” tanyaku bingung. Berarti sejak tadi dia menyaksikan pergumulan yang kami lakukan.

“Iya, santai saja,” kata Zaki lagi. Rupanya mereka sudah merencanakan ini semua dengan matang. Pantas persenggamaan kami yang seru dan penuh erang bisa aman sampai akhirnya.

Aku merasa lega. Kulihat Ferdinand tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya. Selanjutnya aku memejamkan mataku. Aku pengen tidur meskipun sebentar saja. Dengan Ferdinand menjagai kami, aku punya waktu sedikit untuk beristirahat. Dia pasti tak akan mengijinkan orang lain untuk masuk ke kamar mandi ini.

Hanya sebentar saja, rasanya aku sudah tertidur pulas. Zaki tetap mendudukiku sambil menyenderkan kepalanya di dadaku. Aku tertidur sambil tetap memeluknya. Kontolku masih bersarang di lobang pantatnya.

32

Rasanya baru sebentar saja aku tertidur, ketika kurasakan ada yang mengguncang-guncang bahuku. Sayup-sayu terdengar suara seseorang membangunkanku, “Bangun...bangun..., Ji, bangun!” Kupaksakan membuka mata. Saking lelahnya, aku sangat susah untuk membuka kelopak mataku. Didepan mataku membayang wajah seorang laki-laki. Kabur. Bukan wajah Zaki, bukan juga Ferdinand. Tiba-tiba aku tersadar, aku kan masih di wc bersama Zaki. Astaga. Ada orang lain di wc ini. Kesadaranku muncul. Mataku terbuka lebar. Kini wajah didepanku terlihat jelas di mataku. Yuda! Aku bersegera bangkit. Kupandang sekeliling. Mana Zaki? Hey! Aku bukan di wc bersama Zaki. Aku berada di lobby. Di lantai. Bram dan Irfan tertidur nyenyak disebelahku. Kulirik jam tangan di lenganku, sudah jam 6 pagi. Artinya sejak persenggamaan massalku dengan para polisi tadi, aku sudah tertidur hampir tiga jam.

Kepalaku masih terasa pusing, karena kurang tidur mungkin. Yuda menyuruhku membangunkan Bram. Kami berdua disuruhnya untuk segera ngumpul di dapur umum, akan ada brifing katanya. Setelah itu Yuda pergi. Aku kembali bengong.

Apa yang telah terjadi? Apakah yang kualami bersama Zaki tadi hanya mimpi. Tak mungkin, tadi itu rasanya begitu dekat, begitu nyata.

Tubuhku masih terasa sangat lelah. Sambil melirik ke kiri dan ke kanan, kuselipkan tanganku ke balik celana dalamku. Selangkanganku basah kuyup oleh cairan kental. Sperma. Akhirnya kuyakini diriku bahwa apa yang terjadi tadi hanya mimpi. Pasti aku mimpi basah tadi. Mimpi masah yang begitu nyata kurasakan. Mimpi basah dengan orang yang sangat kurindukan. Zaki.

Wajah bagus Zaki berkelebat di benakku. Kuraba bibirku. Terbayang lumatan yang kami lakukan, terbayang bonggol besar kontolnya. Terbayang juga semua apa yang kualami dalam mimpi tadi. Betapa aku sangat merindukannya, hingga sampai terbawa dalam mimpiku. Mungkinkah aku bisa mendapatkan Zaki dalam kehidupan nyata. Rasanya tak mungkin. Sepertinya aku harus bersyukur diberikan mimpi menyenggamai Zaki dan disenggamai olehnya. Meskipun tak nyata, tapi cukup mengobati diriku akan obsesi untuk mencumbuinya.

Kulirik Bram dan Irfan. Keduanya masih terlelap. Aku segera membangunkan mereka. Setelah terbangun, segera kami meninggalkan tempat kami tidur tadi. Aku dan Bram menuju dapur umum, sedangkan Irfan kembali ke tempat ngumpul teman-temannya.

Di dapur umum aku bertemu Zaki dan Ferdinand. Keduanya, bersama-sama kelompoknya sedang sarapan. Zaki melambaikan tangannya padaku. Cowok itu nampak seperti biasanya. Tatapannya tetap teduh. Setelah membalas lambaiannya, aku segera membuang muka. Tak sanggup memandangnya berlama-lama. Bayangan mimpiku tadi langsung melintas di mataku. Aku terangsang. Birahiku datang. Segera aku berkumpul dengan teman-temanku. Mencoba larut dalam obrolan mereka, agar dapat melupakan bayangan mimpi tadi. Namun sangat susah, sesekali tetap juga bayangan itu datang tanpa perlu ku undang.

Kami brifing sebentar seusai sarapan. Yuda menyampaikan perkembangan yang terjadi. Katanya dinihari tadi ada pernyataan dari Amien Rais dan genknya tentang pemerintahan baru. Banyak yang bingung dengan arah pembicaraan Amien. Apakah maksudnya Komite Reformasi jadi dibentuk dan ressufle kabinet jadi dilakukan seperti yang diumumkan oleh Suharto? Atau ada hal yang lain. Entahlah. Yang pasti kabar burung ramai menyebar. Katanya Suharto akan mundur. Tapi banyak diantara kami yang pesimis. Kalaupun ada yang terlihat optimis, tetap saja punya keraguan.

Selesai brifing, teman-teman segera menuju halaman gedung, unjuk rasa akan dimulai kembali. Namun sebagian dari kami, yaitu Yuda, Bram, aku, dan beberapa orang lagi tidak ikut ke lapangan untuk berunjuk rasa. Kami akan memantau situasi melalui televisi. Di lobby, sebagian mahasiswa juga sudah asik memelototi layar televisi. Menyaksikan tayangan berita dari TV Pool. Sejak beberapa hari lalu, tayangan berita memang disiarkan melalui TV Pool di TVRI. Stasiun Televisi swasta tidak diperkenankan lagi menyiarkan siaran berita. Wawancara Ira Kusno dengan Sarwono Kusumaatmadja tentang “mencabut gigi” rupanya membuat gerah pemerintahan Suharto. Baru saja penyiar berita menyatakan pagi ini Suharto akan menyampaikan sesuatu pada pukul 9 nanti. Apakah pengumuman Komite Reformasi dan Ressufle kabinet yang akan dilakukan oleh Suharto esok hari dipercepat jadi hari ini? Entahlah. Tapi bisa saja, mungkin inilah maksud pernyataan Amien Rais dini hari tadi.

Jam di lenganku masih menunjukkan pukul 8 pagi. Tapi yang menonton televisi semakin ramai. Tak sabar menunggu jam 9 nanti. Bram duduk disebelahku. Dia sedang berdo’a dengan serius. Sebagai pengganti misa di gereja yang tak bisa dihadirinya, katanya. Memang seharusnya hari ini ia ke gereja, karena hari ini adalah hari Wafatnya Isa Al Masih. Lama juga Bram berdo’a. Mungkin, dalam do’anya ia juga menyempatkan bermohon pada Tuhan untuk segera menurunkan Suharto dari tahtanya.

Bersambung............

No comments:

Post a Comment