My Blog List

Saturday 13 March 2010

Petualangan Aji 2, Part 15

25

“Kami akan melaporkan perbuatan kalian ini!” kata Romi tegas. Suaranya tetap pelan. Matanya tak lepas menatap batang kami bergantian, pun anggota regunya itu.

“Jangan Mas,” kataku memohon. Bram dan Irfan ketakutan. “Kami bersedia memberikan apa saja yang Mas minta asal jangan melaporkan hal ini,” aku segera berjalan menuju celana panjangku. Mencari dompetku. Setelah ketemu segera kukeluarkan sejumlah uang yang kebetulan ada dalam dompetku. Jumlahnya mencapai lima ratus ribu rupiah. Kusorongkan pada Romi.

“Kamu mau menyuapku Ji. Bukankah kalian mahasiswa ini yang menyerukan berantas KKN? Sekarang kamu mengajakku berkolusi,” kata Romi.

“Bukan gitu Mas, ini hanya permohonan,” aku benar-benar malu sekali. “Saya gak tau harus dengan cara apa memohon pada Mas Romi untuk tidak melaporkan hal ini. Memang yang kami lakukan ini bukan perbuatan kriminal, tapi kalau sampai diketahui oleh orang lain kami benar- benar malu Mas. Semua orang mengetahui kami bukanlah gay. Bram ini contohnya dia punya cewek yang serius. Bayangkan bila ceweknya mengetahui kalau ia melakukan praktik homoseksual seperti ini. Kebahagiaan mereka akan hancur Mas,” pembelaan diriku padanya.

“Kamu memang jago kalo berargumen Ji,” komentar Mas Romi.

“Bukan berargumen Mas, aku hanya mengatakan yang sebenarnya,” jawabku.

“Terus kamu mau apa Ji?” tanya Romi.

“Terserah kebijaksanaan Mas Romi, tapi kami mohon jangan laporkan kami Mas,”

“Baiklah, saya tidak akan melaporkan kalian. Tapi kalian harus memenuhi syarat yang saya tetapkan,” katanya.

“Apa itu Mas?” tanyaku harap-harap cemas. Aku tak berani memandang wajahnya lagi. Mukaku menunduk kebawah. Kontolku terlihat menggantung lemas dibawah sana. Romi tidak langsung menjawab pertanyaanku.

“Kalian harus mengijinkan kami bergabung,” kata Romi tegas. Aku serasa tak percaya mendengar kata-katanya. Kutengadahkan mukaku menatap wajah Romi lekat-lekat. Dalam kegelapan malam kutemukan senyuman diwajahnya. Sial aku dikerjai olehnya. Temnnya pun kulihat tersenyum.

“Mas Romi, beneran nih?” tanyaku tak percaya. Bram dan Irfan pun kulihat menatap kedua polisi itu berganti-ganti. Romi semakin melebarkan senyumnya sambil mengangguk.

“Tentu saja diijinkan Mas,” jawabku cepat. “Tapi apa bener Mas Romi mau nyobain apa yang kami lakukan?” tanyaku.

“Udah lama aku gak ngesex dengan cowok Ji. Ngelihat apa yang kalian lakukan tadi aku jadi nafsu,” katanya.

“Udah lama? Artinya sebelumnya sudah pernah?” tanyaku menegaskan.

“Iya. Di barak saat pendidikan dulu, kami biasa melakukan hubungan sex dengan teman satu barak untuk menyalurkan hasrat birahi. Habis mo gimana lagi, maen pelacur kan mahal, mending dengan teman sendiri aja deh,” katanya tersenyum. “Oya kenalkan ini Andri. Dia anggota regu saya, umurnya baru dua puluh tahun. Tadi kami berdua sedang patroli memantau keadaan sekitar gedung, tiba-tiba kami lihat kalian bertiga berjalan ke tempat gelap. Kami curiga kalian akan pesta narkotika, makanya kami ikuti. Ternyata malah ngesex. Ya udah kami tonton aja. Dulupun di barak, kami sering nonton teman yang sedang ngentot. Tapi rupanya kami gak tahan ngelihat aksi kalian, jadi keinget kenangan lalu, makanya pengen gabung,” katanya panjang lebar.

Keterangan Romi segera melegakanku. Akhirnya nafsuku kepadanya dapat kusalurkan juga sekarang. Tak berlama-lama segera kudekati dia. Kucumbu. Bibirku mencari-cari bibirnya, kemudian kukecup. Hidungku terasa geli terkena gelitikan ujung kumis tipisnya. Bram dan Irfan segera mendatangi Andri. Berdua mereka mencumbu tamtama Polisi itu. Segera kupreteli pakaian dinas Romi. Sekejap saja sudah kutelanjangi dirinya. Betapa menggairahkan tubuh putra Palembang ini. Langsing namun otot-ototnya terbentuk sempurna. Romi ternyata miskin dengan bulu. Ketiaknya licin dari bulu, bukan karena dicukur, namun karena memang tidak tumbuh disana. Hanya pangkal kontolnya saja yang ditumbuhi rimbunan jembut. Itupun tidak selebat punya. Tapi kontolnya itu, wuih, guede. Lebih gede dari punyaku, panjang dan gemuk.

Sedang asik-asiknya mencumbu, Romi melepaskan dirinya dariku. Kemudian dia mendekati Andri yang sudah dalam keadaan setengah telanjang dipreteli oleh Bram dan Irfan. Kontol Andri nongol dari resleting celananya dikulumi oleh Bram dan Irfan bersamaan. Sedangkan kemeja dinasnya sudah tergeletak di lantai. Tubuh bagian atasnya hanya ditutupi oleh kaos dalam.

“Ndri, giliran kamu nanti saja deh, saya tidak mau apa yang kita lakukan disini diketahui orang lain. Lebih baik kamu menjaga situasi dulu,” kata Romi pada Andri yang sedang merem melek menikmati kuluman Bram dan Irfan.

Andri segera mengikuti perintah komandan regunya itu. Bram dan Irfan yang sedang keasikan nampak kecewa. Apa yang dikatakan oleh Romi bisa kupahami. Dia tentu tidak ingin nama baiknya tercemar bila ketahuan sedang melakukan praktek homoseksual. Andri segera merapikan pakaiannya kembali kemudian dia menjauh, meninggalkan ajang pesta sex.

Setelah Andri meninggalkan kami, aku kembali melanjutkan kegiatanku. Bram dan Irfan kuajak bergabung. Kasian juga mereka kalau gak diajak. Bertiga kami melakukan operasi pemuasan hasrat birahi pada Romi. Aku memuluti batangnya yang besar itu. Bram menjilat-jilat dadanya, sedangkan Irfan bermain di buah pantat Romi yang bahenol. Romi mengerang keenakan.

Bergantian aku, Bram dan Irfan mengoral Romi. Batangnya yang bagus itu memang menggairahkan untuk dikulum. Romi juga berkesempatan untuk mencicipi batang kontol kami. Bertiga kami berbaris dengan batang kontol mengacung dihadapannya, kemudian Romi menggilir batang kontol kami dalam mulutnya. Kulumannya benar-benar penuh nafsu, sepertinya ia sangat rindu mengulum batang kontol cowok.

Puas mengulum kontol, kami lanjutkan dengan anal sex. Dalam sesi pertama Romi kuberikan kesempatan untuk mengentotku. Sedangkan Bram menganal lobang pantat Irfan. Irfan memang sangat menantikan kelanjutan dianal oleh Bram yang tadi sempat tertunda oleh kehadiran Romi dan Andri. Aku dan Irfan menungging berhadapan. Sementara Romi dan Bram masing-masing bersimpuh dibelakang kami. Sambil kedua cowok itu mengaduk lobang pantat kami, aku dan Irfan saling melumat.

Kami dianal dengan gerakan pantat yang keras dan cepat oleh kedua cowok macho itu. Bunyi tepukan paha mereka dengan buah pantat kami terdengar cukup keras. Suara ah-uh dari mulut kami semakin meramaikan suasana. Sesekali kulihat Andri mendekat melihat lebih jelas permainan kami yang seru sambil meremas-remas selangkangannya. Sepertinya dia sudah tak sabar menunggu giliran. Begitu nikmat merasakan gesekan batang kontol Bram di celah pantatku, juga gelitikan jembutnya dibuah pantatku saat batang kontolnya membenam memenuhi seluruh ronggaku. Dadaku diremasnya dengan tangan kanan, sementara tangan kirinya mengocok batangku. Mulutnya tak lupa mencium dan mengisap punggungku.

“Jih, ah...uh... enakhh..ah..banget..ahh,” racau Romi diantara sodokannya.

“Terus Mashh aghh... yaghhh... gituhhh... dalamhhhh... ah.. ah.. ah.. .keras.... cepathhhh,” racauku menyemangatinya. Pantatku bergoyang membalas goyangannya.

“Bramhhh...oh... Bramm......,” didepanku Irfan mengerang dalam kenikmatannya. Sementara Bram memompanya tanpa lelah. Mata Bram terpejam menahan nikmat jepitan lobang pantat Andri.

Tiba-tiba Romi mencabut batang kontolnya dariku. Kemudian dia mendekati Bram. Tanpa permisi disodoknya Bram dari belakang, saat Bram masih menyodok Irfan. Rupanya dia pengen merasakan si Bram juga rupanya. Memang sih si Bram ini nafsuin banget. Badannya yang kaya dengan bulu itu membuatnya macho abis. Dasar si Romi, enak aja dia ninggalin aku. Aku segera menyusup kebawah tubuh Irfan yang sedang nungging. Berbaring telentang dibawah Irfan, kususupkan kepalaku ke selangkangannya yang bersimbah keringat. Dari bawah sini aku dapat melihat kontol Irfan yang tegak diantara jembut lebatnya yang basah oleh keringat, juga batang kontol Bram yang keluar masuk lobang pantat Irfan. Aku segera mengulum batang kontol Irfan, sedangkan batang kontolku yang tegak tak disia-siakannya, kontolku dengan sukses bersarang dimulutnya. Jadilah kami melakukan 69 diantara sodokan Bram.

Batang kontol Irfan menyodok-nyodok mulutku akibat pengaruh dorongan yang dilakukan oleh Bram saat kontolnya menyodok lobang pantat Irfan, ditambah lagi dorongan dari Romi saat menyodok lobang pantat Bram. Pantat Irfan maju mundur turut bergoyang menyeimbangi goyangan Bram. Jadilah batang kontolnya keluar masuk mulutku seperti sedang mengentot lobang pantat. Batang kontolnya yang besar menyebabkan mulutku harus membuka dengan lebar. Lidahku menari-nari menjilati batangnya. “Slurup...”

Lama-lama rahangku mulai terasa pegal. Kulepaskan batang kontol itu, kini aku beralih ke batang kontol Bram. Tanganku mengocok batang kontol Bram menggantikan mulutku. Setiap kali Bram mengeluarkan batangnya dari celah lobang pantat Irfan lidahku segera menjilat. Tak hanya batang Bram yang kujilat lobang pantat Irfan yang penuh bulu itu juga kujilat. Dibelakang sana Romi tetap asik dengan kegiatannya.

Puas bekerja diantara selangkangan Irfan, aku bergerak ke belakang Romi. Kembali aku berbaring, tapi kini dibawah selangkangan Romi, diantara kedua kakinya yang menyiku. Kepalaku menyusup diantara selangkangannya. Dari bawah sini aku dapat menjangkau selangkangan Romi dan selangkangan Bram sekaligus. Kujilati buah pantat Bram, batang kontol Romi yang menyodok lobang pantat Bram, juga lubang pelepasan Romi yang sempit dan dihiasi bulu halus yang tidak terlalu lebat. Romi menggelinjang diantara gerakan maju mundurnya saat merasakan lidahku yang basah dan hangat menjilat celahnya. Ditambah lagi elusan lembut dari jari-jari tangan kananku disekitar parit celah lobang pantatnya. Dia keenakan pasti. Untuk mempertahankan ketegangan batang kontolku setelah tidak dilumat oleh Irfan, tangan kiriku terus mengocok dibawah sana. Menjaga ketegangan batang kontol memang perlu kulakukan, karena sehabis merimming Romi, aku berencana menganalnya. Sambil menjilat jari-jariku mulai menyodok kedalam celah Romi. Keluar masuk membuat gelinjangannya semakin menjadi.

Setelah kurasakan celah pantatnya semakin melebar dari ukuran semula aku melanjutkan aksiku berikutnya. Kini aku bersimpuh dengan kedua kak menyiku dibelakang Romi. Kugenggam batang kontolku, mengarahkannya ke celah Romi yang sempit. Cukup lama tidak dianal, menyebabkan aku sedikit kesulitan menyelipkan batangku ke lobangnya.

“Jih, pelan-pelan ya,” mohonnya diantara usahaku menembusnya.

“Masak Polisi gak bisa nahan sakit Mas,” bisikku ditelinganya, menggodanya, lidahku menjilati daun telinganya yang bersih.

Kuteruskan usahaku diantara erangannya. Tanganku membantu melebarkan celah pantatnya itu. Goyangan Romi menyodok Bram terhenti sejenak, menunggu penetrasiku padanya. Tapi tetap saja pantatnya tetap bergoyang sebagai akibat dari goyangan Bram yang maju mundur menyodok Irfan.

“Mas Romihh...ahhh...ahhhh...kokghhh...berentihh...,” racau Bram. Ia kehilangan sodokan Romi rupanya.

“Sabar Bram, gua lagi masukin kontol ke Mas Romi nih,” aku yang menjawab. Sementara Romi terus mengerang karena batangku terus menyelinap dalam celahnya. Menggesek dinding saluran pelepasannya yang sempit.

Akhirnya sampai juga jembutku menyentuh dinding buah pantatnya. Batang kontolku telah terbenam seluruhnya memenuhi lobang pantatnya.

“Sudah masuk semua Mas,” bisikku. “Enakkan?” sambungku dalam erang. Romi mengangguk. Aku mulai menyodoknya perlahan.

“Ohhhhhhhhh...Massshhhhhhh....sempithhhh bangethhhh,” kataku. Lobang pantatnya seret banget. Sambil menyodoknya, buas mulutku melumat leher belakangnya. Romi mengerang. Aku bergerak cepat, membuat pantatnya kembali bergerak menyodok Bram. Kami ngentot berantai, dengan batang kontol sebagai penyambungnya.

“Ohh..oh...oh...oh...Mash...oh...oh...oh...,” suaraku diantara nafasku yang menderu dan goyanganku yang cepat dan keras. “Gimanahh Mashhh... enakhhh...enakkk kahnnnnhhhh,” aku meracau.

“Iyahhh...oh.....iyahh...Jihhhh....terushhhh...ohhhhhhh,” jawab Romi dengan keras. Suara Romi rupanya membuat Andri pingin tahu apa yang terjadi. Dari tadi komandan regunya itu tidak ada mengeluarkan suara sampai sekeras ini. Andri melotot melihat komandan regunya aku entot dengan kasar, tanpa belas kasihan. Lama dia menonton, hingga mungkin tersadar kalau saat itu dia masih bertugas menjaga keamanan, segera ia meninggalkan lokasi sex ini.

“Mashhh...ohhh...janganhhh...kerashh...kerashhhhh....ohhhhhh....,” aku mengingatkan Romi. Tak lama Bram orgasme didalam lobang pantat Irfan. Kemudian ia melepaskan dirinya dari Romi. Karena Irfan ingin merasakan lobang pantat Bram juga. Tinggallah aku mengerjai Romi. Dalam posisi bersimpuh aku menggelutinya dengan semangat. Tanganku meraba-raba dadanya yang bidang sekaligus mengocok batangnya. Sementara Irfan menuntaskan hasratnya pada Bram yang tergolek telungkup ditanah.

Sebentar saja Irfan mengerjai Bram. Kontolnya yang dari tadi dikocok terus oleh Bram rupanya sudah tak tahan akan mengeluarkan sperma. Tak sampai dua menit menunggangi Bram, Irfan muncrat didalam lobang Bram. Tubuhnya mandi keringat. Setelah orgasmenya tuntas, Irfan turun dari tubuh Bram, mereka berpelukan dan berciuman dengan mesra. Kemudian keduanya berbaring telentang, tergolek lemas diatas tanah menyaksikan kebuasanku menggagahi Romi.

Aku terus menggenjot batangku tanpa henti. Seperti diguyur hujan tubuh kami basah bersimbah peluh kenikmatan. Tubuh kami yang penuh keringat menimbulkan aroma sensual yang semakin membuat gairah sex kami semakin menggelora. Sesekali kami berciuman dan bermain lidah. Betapa nikmatnya

“Jihhhh......ohhhhhh...Jihhhhhhh...gua.....sampaiihhhh.......ohhhhhh,” erang Romi. Tangannya menepis tanganku yang sedang mengocok batangnya. Kemudian dikocoknya sendiri batangnya dengan kocokan yang cepat. “Crott..crott..crot..crot..crotttttt....,” spermanya menyemprot dalam beberapa kali semprotan yang kuat. Kepalanya menengadah, urat lehernya menegang. Muka merah padam. Aku semakin bernafsu melihat ekspresinya saat orgasme seperti itu.

Kukocok terus batangku dalam lobang pantatnya. Aku juga harus segera menyelesaikan pekerjaanku. Batang kontolku sudah berdenyut-denyut, tanda akan segera menyemburkan sperma. Kugoyang terus pantatku maju mundur. Sesekali kuputar-putar hingga akhirnya,”Ahhhhhhh...ahhhhhhh..ohhhhhhhhhh,” aku mengerang dengan tubuh kelojotan. Pantatku kutekan kuat kedepan, membenamkan batang kontolku sedalam mungkin menembus lobang pantatnya. Sperma bersemburan membasahi rongga pantatnya yang terasa berkedut-kedut.

Tanganku memeluk pinggangnya erat-erat. Wajahku kubenamkan dipunggungnya yang basah bersimbah keringat. Beberapa kali aku mengerang, hingga usai orgasmeku. Tubuhku ambruk telentang ke tanah, demikian pula Romi. Kami berbaring berdampingan menatap langit yang cerah, penuh bintang. Dada kami turun naik dengan cepat, dari hidung dan mulut kami terdengar suara nafas memburu. Bram dan Irfan kemudian mendekati kami. Masing-masing mereka membelai-belai tubuh atas kami yang basah.

Bersambung.............

No comments:

Post a Comment