1
“Jii…Ajii…kesini sebentar!” itu suara Dino, aku memanggilnya Mas Dino, anak majikanku. Usianya sama denganku, kami sama-sama masih duduk di kelas 2 SMU. Aku segera bergegas memenuhi panggilannya, soalnya anak ini rada-rada manja. Kalo dia ngambek gara-gara aku terlambat memenuhi panggilannya, bisa berabe. Aku bisa bakalan kena omelan Nyonya seharian.
“Ya, sebentar Mas,” jawabku, kuletakkan buku Matematika yang sedang kubaca. “Perasaan bukan cuman dia doang yang ujian, aku juga ujian besok,” sungutku dalam hati. Pasti anak manja ini bakalan minta aku ajarin matematika lagi. Jujur aja, males aku kalo harus ngajar dia. Dibilang bego, bisa berabe, cuman kalo diajarin emang gak bisa ngerti-ngerti dia. Aku gak tahu apa yang ada dikepalanya. Ngerepotin aku aja nih. Sambil bersungut aku berjalan cepat menaiki tangga rumah besar milik Tuan Arifin Wijaya, majikanku, kamar Dino ada di lantai dua rumah itu.
Majikanku sebenarnya orang baik. Buktinya aku disekolahkan olehnya. Memang sih bukan sekolah bonafit seperti sekolah Mas Dino. Tapi dibiayai sekolah saja olehnya, aku sudah cukup senang. Soalnya ketika dibawa dari kampung, aku tak pernah punya fikiran Tuan Arifin Wijaya seorang pengusaha Tionghoa yang cukup sukses di Jakarta dan istrinya yang asli Sunda itu bakalan menyekolahkan aku. Paling aku hanya akan dijadikan tukang kebun di rumah gedung miliknya yang sekarang aku tinggali ini. Makanya aku sangat tidak enak hati kalo Nyonya Arifin Wijaya kesal padaku hanya gara-gara anak bungsunya yang manja ini.
“Tok..tok..tok…, “ tanganku mengetuk pintu kamar Mas Dino pelan sebelum pintu kamar itu kubuka. Kemudian aku berdiri di pintu kamarnya yang luas dan dipenuhi dengan berbagai poster tokoh komik seperti Spiderman, Superman, Batman itu. Nih anak badannya aja yang gede, tapi masih aja demen ama komik, kataku dalam hati. Dan seperti biasa aku disambut dengan omelannya yang sama dan sebangun setiap kali aku dipanggilnya, “Lama banget sih lo,”
“Maaf Mas Dino, aku tadi lagi konsentrasi baca buku Matematika, kan besok ujian, saking konsennya baca buku, panggilan Mas Dino agak sayup-sayup ku dengar,” jawabku membela diri. “Alasan lo,” katanya tanpa perlu memandangku, matanya tak lepas dari layar komputer yang ada didepannya. Lo, aku pikir dia lagi belajar, tak tahunya sedang asik main komputer anak manja ini. Lalu untuk apa aku dipanggilnya.
“Ada apa Mas, kok aku dipanggil?” tanyaku.
“Kapan Papi sama Mami balik dari Hongkong?” pertanyaanku tak dijawabnya, malah dia menyampaikan pertanyaan kepadaku.
“Bukannya masih seminggu lagi Mas,” jawabku, masih berdiri di pintu kamarnya.
“Hmmmm,” gumamnya. “Masuk sini! Tutup pintunya!” katanya.
Aku masuk lalu menuju meja belajarnya yang bulat dan berkaki rendah itu. Biasanya juga kalo ke kamarnya aku langsung menuju ke meja itu. Mataku tidak berani melirik monitor komputer, soalnya pernah sekali aku melirik monitor dan disana terpampang tubuh bugil indah milik Pamela Anderson. Aku malu sekali waktu itu, wajahku merah, sementara dia ngeledek aku karena malu ngelihat gambar begituan. Akhirnya kami tidak jadi belajar waktu itu, karena konsentrasiku benar-benar hilang gara-gara melihat gambar itu. Kontolku ngaceng sejadi-jadinya waktu itu.
2
Ketika aku baru saja lesehan menghadap ke meja itu, tiba-tiba dia memanggilku, ”Sini Ji,” katanya. “Gua mo nunjukin lo gambar bagus,” katanya. “Enggak usah mas,” jawabku pelan. Tapi dia membalas jawabanku dengan suara keras, “Kalo lo gua suruh liat gambar, maka lo harus liat gambar! Sini!” katanya marah.
Daripada urusannya panjang segera aku bangkit dan mendekatinya, berdiri di belakangnya dan melihat ke monitor komputernya. Betapa kagetnya aku, jantungku serasa copot melihat gambar yang terpampang di monitor komputer itu. Seorang cowok bule, muda, ganteng, kekar dalam keadaan bugil sedang menungging dengan bertumpu pada kedua tangan dan kakinya. Dibelakangnya seorang cowok yang juga bule, muda, ganteng, kekar, dan juga bugil memasukkan kontolnya yang besar dan panjang kedalam lobang pantat cowok yang sedang menungging itu. Mataku berkunang-kunang melihat gambar yang “tak biasa” buatku itu. Aku terpaku, dan ketika tersadar aku bersegera untuk pergi dari tempatku berdiri, namun tangan putih berbulu halus, kekar milik Dino menahan tanganku.
“Jangan kemana-mana. Lihat aja baik-baik,” katanya tegas.
Selanjutnya berganti-ganti gambar-gambar berbagai posisi persenggamaan sesama laki-laki disuguhkan Dino di depan mataku. Aku hanya bisa melotot melihat gambar-gambar itu. Pelan-pelan jantungku mulai normal detakannya, namun bulu romaku terasa merinding, pelan-pelan aku merasakan kontolku mulai bergerak-gerak, mengeras dan semakin keras. “Mas, kenapa lihat gambar beginian…???.” tanyaku pelan, dan aku yakin suaraku terdengar sangat bergetar. Dino tak menjawab, namun kemudian ia memandangku dengan pandangan yang menurutku aneh, tiba-tiba aku risih dengan pandangannya. Selama ini bila aku memandangnya yang muncul hanya perasaan kesal, keqi, dongkol atas gaya manjanya saja. Tapi kali ini tidak.
Selain aku risih melihat tatapan anehnya itu, tiba-tiba wajah gantengnya juga menggangguku. Ada getaran aneh di dadaku ketika memandang wajahnya. Dino memang ganteng. Kegantengannya memang udah terbukti. Bulan lalu dia menggondol predikat juara pertama Cover Boy dari sebuah majalah remaja terkenal. Hidungnya mancung, bulu matanya tebal, bibirnya tipis dan kemerahan, kulitnya putih bersih dengan bulu-bulu halus yang tumbuh indah di pergelangan tangan, betis, dan mungkin sampe pahanya. Aneh, aneh, selama ini aku tidak pernah memperhatikannya secara fisik. Kenapa kok tiba-tiba aku jadi begini sekarang??
Tubuhnya tinggi kokoh, mungkin sekitar 185 cm karena kalo aku berdiri disampingnya tubuhku lebih pendek sedikit darinya, sedangkan tinggiku 175 cm. Tubuhnya atletis, dia rajin renang dan dia anggota tim inti voli di sekolahnya. Bukannya nyombong, tubuhku juga kekar dan atletis, bukan karena olahraga namun karena bekerja. Dulu di kampung pekerjaanku apalagi kalau bukan mencangkul sawah. Karenanya tubuhku lebih hitam dari Dino. Waktu baru tiba di rumah ini, tubuhku lebih hitam dan kulitku lebih kasar dari sekarang. Namun setelah hampir setahun aku tinggal disini kulitku sudah tidak terlalu hitam lagi, dan juga tidak sekasar dulu lagi, mungkin karena pengaruh makanan dan kini kulitku jarang terpanggang panas matahari.
Tiba-tiba tangan Dino menggenggam tanganku erat, lalu aku ditariknya ke tempat tidurnya yang empuk. Aku didudukkannya berhadapan dengannya diatas tempat tidur itu. Dipegangnya daguku yang terbelah. Ditatapnya mataku dalam-dalam, ”Aku pengen nyobain apa yang kita lihat di gambar-gambar tadi dengan kamu. Kamu mau kan?!!” katanya lembut namun tegas. Sosok Dino sekarang benar-benar berubah kurasa. Bukan seperti Dino yang selama ini aku kenal. Kali ini dia begitu tegas dan matang tidak manja dan menjengkelkan seperti biasanya. Tatapan elangnya benar-benar menyihirku, sehingga tanpa ada perlawanan aku mengangguk, mengiyakan permintaannya itu.
Selanjutnya wajahnya semakin dekat mendekati wajahku. Nafasnya yang hangat berhembus diwajahku. Tiba-tiba aku merasa bibirnya lekat di bibirku. Bibirku terasa basah oleh air hangat. Rupanya lidahnya mulai menyapu bibirku. Pelan-pelan lidah itu mendesak ingin masuk kedalam mulutku. Secara alami mulutku mulai membuka membiarkan lidah Dino mencari lidahku. Mulut kamu kemudian saling melumat, menghisap, dan lidah kami beradu dengan dahsyat. Baru sekali ini aku berciuman, dan gilanya dengan seorang cowok. Namun ciuman itu terasa sangat nikmat kurasakan. Kami terus melumat, lama.
Setelah selesai acara lumat-melumat dilanjutkan dengan cupang mencupang. Bergantian kami saling menyerbu leher, telinga, belakang leher untuk mencupang satu sama lain. Aku yakin baik Dino dan aku baru sekali ini melakukan hubungan sejenis, namun entah kenapa kok dia cepat pintar dalam hal ini. Entah siapa yang memulai, tangan kami sudah menjelajah entah kemana-mana. Karenanya jangan kaget kalo kami sekarang sudah dalam keadaan telanjang bulat saling bergantian menindih. Aku sendiri bingung entah siapa tadi yang pertama memulai aksi buka baju, aku tak ingat. Tapi kok ketika aku melirik sekilas ke lantai kamar pakaian kami sudah bertebaran disana.
Tubuh kami yang berkeringat saling bergesekan. Kami mengerang-erang, gesekan-gesekan tubuh kami menimbulkan rasa yang nikmat. Tidak bisa kukatakan bagaimana nikmatnya, namun arghhhhh. Sekarang ini aku sedang menindih Dino, melumat bibirnya, meremas rambutnya, menggesek-gesekkan dadaku yang bidang ke dadanya. Menggesek-gesekkan kontolku yang keras ke kontolnya. Meskipun kami berdua belum saling melihat kontol masing-masing, tapi aku yakin kalo kontol kami sama-sama besar, keras dan panjang. Ini bukannya nyombong lo. Ganjalan di perutku ini yang mengatakan itu.
Bosan dengan aksi gesek-menggesek Dino mengajakku bermain 69. Aku menungging bertumpu pada dua tanganku dan kakiku, sementara dibawahku Dino telentang dengan kepala mengahadap ke atas ke selangkanganku memandang kontol kerasku yang tegak sampai ke pusar. Sementara dihadapanku sekarang tegak kontol Dino. Dugaanku ternyata benar. Kontol Dino besar, meskipun belum sebesar punyaku. Tanganku menggenggam kontol itu, namun jari-jariku tak bisa bertemu. Batangnya berwarna kuning langsat kemerahan. Kepala kontolnya berwarna lebih gelap. Di pangkal kontol itu bertebaran bulu jembut halus, namun lebat, tumbuh hingga ke lobang pantatnya.
“Besar banget kontol mu, Ji….hmmpppppppp.......,” desah Dino. Mulutnya tanpa ragu menyelomoti batang keras milikku. Aku hanya tersenyum. Lalu mulutku pun mulai mengerjai batang kejantanan anak majikanku yang juga tak kalah kerasnya. Entah kenapa mengemut, menghisap, menjilat kontol ini sangat nikmat kurasa, dan Dino pun kayaknya juga sangat menikmatinya. Padahal kontol ini tak manis rasanya seperti permen atau es krim. Rasanya asin, dan baunya pun sebenarnya tak enak, karena sudah bercampur bau ludah, precum, dan mungkin sedikit air kencing. Tapi entahlah…....... Aku menyukainya. Lidahku tak berhenti-henti menjilat, mulutku tak berhenti-henti mengulum, menyedot, menghisap. Srupppppppp. Dino pun begitu. Malah dia lebih nakal lagi, lidah dan mulutnya mulai berani-beranian mengekspansi ke arah lobang pantatku. Lobang pantatku terasa basah dan hangat karena jilatan lidahnya. “Arghhhhhhhhhhhh…” Aku mendesah kegelian, gesekan lidahnya yang kasar di lobang pantatku benar-benar nikmat rasanya jeck. Saking nikmatnya aku jadi melupakan kontol gede dihadapanku ini. Aku konsentrasi menikmati kenakalan mulut dan lidah Dino dibawah sana, eh jarinya pun mulai nakal juga rupanya. Ngapain tuh jari menusuk-nusuk pantatku?? Aku mendelik, bukan karena marah, tapi karena keenakan.
Aku benar-benar lupa dengan kontol Dino, aku mengerang-erang keenakan. Dan Dino pun tak memaksaku untuk mengerjai kontolnya lagi. Rupanya dia pun sedang keasikan mengerjai lobang pantatku. Malah tiba-tiba dia membebaskan dirinya dari kangkanganku. Dari lobang celah antara kedua pahaku dia beringsut keluar. Lalu dia menungging dibelakangku. Dan mulai merimming pantatku dengan mulutnya. Ohh….shitt…mulutnya nakal banget, lidahnya nakal banget, jari-jarinya itu juga. Kok enak bangetthh…Ohhhhhhhhh…Aku memejamkan mataku menahan rasa nikmat itu.
3
Lidah, mulut, dan jari Dino tak putus-putus mengerjain lobang pantatku, sekali-kali dikocoknya juga batang kontolku. Tapi tiba-tiba aku merasa Dino menghentikannya. Aku kebingungan, aku menunggu siapa tau dia akan melanjutkan lagi. Tapi tak ada tanda-tanda Dino melanjutkan lagi. Aku menoleh ke belakang mencari tahu apa yang terjadi, kenapa Dino menghentikan aksinya. Kulihat dibelakangku Dino sedang memasangkan kondom ke kontolnya yang besar dan mengacung itu. Aku kaget, “Mas mau ngapain…?” tanyaku bergetar. Dino tak menjawab. Dino benar-benar lain, biasanya dia cerewet, namun sepanjang persenggamaan ini dia benar-benar jadi orang yang banyak bekerja sedikit bicara. Jari telunjuknya diletakkannya ke mulutnya, memberi isyarat kepadaku agar tidak bicara lagi. Akupun diam.
Tak lama aku merasakan lobang pantatku mulai dijejali dengan sebuah bongkahan benda keras, kenyal dan besar. Kontol Dino mencoba memasuki lobang pantatku yang masih perjaka. “Orgghhhhh...orghhhh…orghhh.” aku mengerang-erang, kesakitan. Namun Dino tak memperdulikannya, terus saja dia mencoba menjejali lobang pantatku. Sedikit demi sedikit kontol besar berkondom itu memasuki lobang pantatku. Lobang pantatku terasa panas, perih. Aku memejamkan mata menahan sakit. Namun untuk menolak keinginanannya aku tak mau. Karena aku juga menikmatinya. Aku menahan rasa sakitku itu hingga akhirnya aku rasakan bulu jembut Dino menggesek belahan pantatku. Rupanya seluruh kontolnya telah masuk semua. Tak kusangka anus sempitku sanggup juga menelan batang keras dan besar itu. Arghhhhh….
Dino mendiamkan kontolnya sesaat. Aku mengambil kesempatan itu untuk meralakskan lobang pantatku sekaligus mengatur nafasku. Tiba-tiba tanpa pake woro-woro terlebih dahulu Dino menarik kontolnya dan segera membenamkannya lagi. Memang tak seluruh kontol itu bisa ditariknya karena sempitnya lobang pantatku namun gesekan itu cukup membuatku untuk menjerit. “Akhhh…” aku benar-benar kesakitan. Dino tak memperdulikan jeritanku, malah aksi tarik sorong itu kemudian dilakukannya terus berulang-ulang. Awalnya pelan namun setelah kontolnya dapat beradaptasi dengan lobang pantatku, gerakannya cepat dan semakin cepat. Aku pun menjerit-jerit. Untunglah kamarnya itu kedap suara, sehingga jeritanku tak perlu mengganggu orang lain di rumah. Soalnya selain kami, Bi Ijah tukang masak dan urusan dapur, Mang Diman supir dan Mbak Ayu dan Mbak Jumi tukang bersih-bersih rumah, juga ada di rumah itu.
Tak lama jeritanku mereda, bukan karena Dino menghentikan gerakannya, namun memang kemudian gesekan kontol Dino itu tak lagi kurasakan sakit seperti tadi. Gesekan itu semakin lama semakin nikmat kurasakan. Tanpa kusadari jeritanku berubah menjadi erangan-erangan. “enggg…enggg…engggg…enggg…” Keringat membasahi tubuh kami berdua.
Goyangan Dino semakin binal dan cepat, nafasnya liar dan tak beraturan, tangannya meremas pinggangku kuat-kuat. Kontolnya mengaduk-aduk lobang pantatku. Mulutnya melumat-lumat leher belakangku, giginya menggigit-gigit kecil disana. Tiba-tiba Dino melakukan gerakan hentakan kontol di lobang pantatku, dibenamkannya kontolnya sedalam-dalamnya di lobang pantat ku itu. Lalu kurasakan ada yang menggelembung didalam pantatku. Aku yakin itu pasti ujung kondomnya yang sudah dipenuhi dengan sperma. Gelembung itu terus membesar. Dino mengeluarkan sperma yang banyak kurasa. Dino lalu lemas, kelelahan setelah menguras tenaga dan rebah diatas tubuhku. Tak tahan menahan tubuhnya yang berat aku pun merebahkan diri di kasur empuk itu dengan tubuh Dino diatas tubuhku. Kontolnya masih tersimpan dengan aman di lobang pantatku.
Nafas Dino tak beraturan. Pelan-pelan dia mulai mengatur nafasnya kembali. Aku tergeletak telungkup, menyadari apa yang baru terjadi. Aku baru saja kehilangan keperjakaan pantatku. namun bagaimana dengan keperjakaan kontolku. Aku belum keluar apa-apa. Aku juga ingin merasakan apa yang baru saja dirasakan oleh Dino, tapi bagaimana? Apakah dia mau?
Bersambung...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment