My Blog List

Saturday 13 March 2010

Petualangan Aji 2, Part 17

27

Hampir pukul 3 dini hari ketika kami menyelesaikan persenggamaan itu. Setelah menggenakan pakaian, kami berlima kembali ke tempat masing-masing. Romi dan Andri kembali ke pos jaganya. Sedangkan aku, Bram dan Irfan kembali ke lobby. “Kapan-kapan kita ulangi lagi ya,” kata Romi saat kami berpisah.

“Boleh Mas,” jawab kami bertiga serempak. Cengiran mesum terbentuk di bibir kami. Andri juga nyengir.

Melewati kamar mandi kami sempat mendengar erangan-erangan liar. Rupanya ada yang ngentot didalam sana. Karena kelelahan, tak ada niat untuk mengintip siapa yang sedang ngentot itu. Di lobby ramai mahasiswa tidur dalam berbagai posisi. Suara dengkuran ramai menyemarakkan ruang tidur super besar itu. Kulihat Ricky dan Andrea sedang tidur berpelukan di salah satu pojok lobby. Kepala si Ricky asik menyusup dibelahan buah dada Andrea yang besar. Kesempatan dalam kesempitan si Ricky.

Diatas lantai beralas koran bekas, kami segera merebahkan badan. Tidur telentang bersisian. Irfan tidur ditengah-tengah antara aku dan Bram. Begitu nyaman rasanya. Tak ada pembicaraan, karena kami bertiga sudah sangat lelah. Sebentar saja kami sudah terlelap. Terbuai dengan mimpi masing-masing.

28

“Eh, Zak, mau kemana?” tanyaku pada Zaki. Disebelahku masih tertidur Irfan dan Bram.

“Ya kemari, mencarimu,” jawab Zaki.

“Mencariku? Mau sholat subuh bareng?” tanyaku. “Kamu duluan deh, sebentar aku bangunkan Irfan, dia juga harus sholat subuh nih. Nanti aku menyusul kesana bersama Irfan,” kataku. Meski aku sebenarnya malas untuk sholat subuh karena kelelahan seusai pertempuran hot tadi, tapi aku gak enak bila Zaki mengajakku sholat bareng. Kusuruh dia pergi duluan supaya aku punya waktu untuk mandi junub sebentar. Gak mungkin kan aku sholat subuh dalam keadaan belum berjunub.

“Gak usah, ini masih pukul 4 dini hari. Belum adzan subuh. Aku kemari mencarimu kok,” katanya dengan senyum yang manis. Pukul 4 dinihari? Berarti aku baru tidur beberapa menit saja. Aku memandangi wajahnya yang ganteng itu dengan bingung. Mencariku? Subuh-subuh begini? Ada apa sih? Zaki semakin mendekatiku. Kini dia duduk tepat disisiku. Bibirnya mendekati telingaku.

“Aku kangen kamu,” katanya berbisik. Janggutnya terasa menggesek rahangku. Apa lagi ini. Selanjutnya lidahnya menjilati daun telingaku. Aku terangsang. Sesaat aku sadar. Kudorong tubuhnya yang harum.

“Zak, kamu kenapa?” tanyaku padanya dengan bingung.

“Gak usah bingung Ji. Aku sudah tau dari Ferdinand. Ji, kenapa aku mesti tau darinya tentang kamu? Kenapa aku tidak mesti tau dari kamu langsung?” Zaki memandangiku dengan tatapannya yang bagus.

“Tau tentang apa?” Aku salah tingkah. Gila si Ferdinand, masak dia cerita ke Zaki.

“Gak perlu kuungkapkan kan? Ji, aku sebenarnya juga suka banget sama kamu,” jawabnya, mencoba mencium pipiku. Deg. Beneran nih? Aku mencoba menghindar. Zaki terus mengejar. Mukanya terus didekatkannya ke mukaku. Melihat gelagatnya seperti ini aku segera menyambutnya. Kukejar bibirnya dengan bibirku. Kulumat bibir merah tipis miliknya yang selalu kurindukan itu. Kami saling melumat hingga kehabisan nafas. Diselingi dengan saling menatap dengan nafas menderu, kami lanjutkan lagi sesi melumat bibir. Sambil melumat tanganku meremas rambut belakang kepalanya.

Aku semakin terangsang. Tanganku kini beralih meraba tubuhnya. Dadanya yang bidang kuremas-remas. Kemudian tanganku turun keperutnya, hingga selangkangannya. Kurasakan batang diselengkangannya itu sudah mengeras. Dugaanku benar, batang Zaki besar euy. Aku tak sabar untuk segera merasakan batang itu. Segera aku bangkit, kutarik tangan Zaki. Kubawa dia menjauh dari lobby. Kami berjalan menuju kamar mandi terdekat sambil sesekali terus berciuman. Sampai di kamar mandi, kudorong Zaki hingga bersandar di dinding. Kulumat bibirnya sambil tanganku terus meraba, menjelajahi tubuhnya yang terbungkus dibalik baju koko putih dan celana panjang hitamnya. Zakipun tak mau kalah. Tangannya juga sibuk meremas-remas dadaku yang bidang. Birahi yang menggila membuat kami seakan tak rela untuk melepaskan lumatan bibir kami masing-masing.

Lama kami berlumatan, hingga seperti kehabisan nafas. Kami melepaskan lumatan bibir, saling memandang dengan senyum mesra. Lama kami berpandangan, sementara jemari tangan kami terus bekerja, menelusuri lekuk tubuh masing-masing. Secara perlahan, jemariku mulai membuka kancing baju koko Zaki. Setelah terbuka semua, kulepaskan baju koko itu. Tubuhnya yang atletis masih tersembunyi dibalik singlet putih. Bulu-bulu halus namun lebat, menyeruak dari balik singletnya. Mulutku segera mengejar bulu-bulu itu. Kuciumi, kujilat, kuhisap. Zaki mengerang. Rambutku diremasnya. Sambil menikmati bulu-bulu dadanya itu, dengan terburu-buru kulepaskan singlet Zaki. Sudah tak sabar aku untuk melihat tubuhnya yang selama ini hanya ada dalam angan-anganku saja.

Begitu singletnya terlepas, terpampanglah tubuh atas Zaki yang benar-benar bagus. Putih bersih diramaikan dengan bulu-bulu halus. Bulu-bulu itu tumbuh didada dan membentuk alur hingga ke perutnya dan terus kebawah tersembunyi dibalik resleting celana panjangnya. Ketiaknya juga penuh dengan bulu. Tubuhnya atletis dengan perut rata, membentuk kotak-kotak. Tanpa berkedip kupandangi tubuh bagus miliknya.

“Serius amat ngelihatnya,” tegur Zaki dengan senyum.

“Abis, body kamu oke banget Zak. Atletis, tapi tidak seperti binaragawan, aku suka banget,” jawabku, tanganku meraba perutnya yang berbulu itu. “Apalagi bulu-bulu ini, membuatku sangat bergairah,”

“Kamu akan lebih bergairah kalau melihat apa yang ada dibalik resletingku ini,” Zaki meremas selangkangannya. Sambil lidahnya menjulur, mengejekku. Astaga, cowok alim ini kok nakal banget ya? Aku benar-benar bingung. Zaki sangat berbeda dari biasanya. Tapi saat ini aku tak mau pusing memikirkan perubahan yang terjadi pada diri Zaki. Segera tanganku merengkuh bongkahan pantatnya. Selangkangan kami yang masih terbungkus celana, segera menyatu saling bergesekan. Bisa kurasakan batang kontolnya mengeras, demikian juga batangku. Mulut kami kembali saling melumat dengan buas.

Dalam deru nafas diantara lumatan, Zaki mencoba melepaskan bajuku. Kubantu dia melepaskan kaos yang kukenakan. Setelah bajuku lepas dari tubuhku, mulutku segera menyerbu dada Zaki. Tubuhku membungkuk, menciumi ada itu hingga, terus turun hingga ke perutnya.

Kemudian aku jongkok didepannya, wajahku tepat diselangkangannya. Kutengadahkan kepalaku, memandang wajahnya yang menunduk balas memandangku. Tanganku mulai bekerja membuka sabuk dan resleting celananya. Kepalaku tetap tengadah memandangnya, senyum tersungging dibibirku, demikian pula Zaki. Selanjutnya, setelah sabuk dan resleting celananya terbuka, kuturunkan celana panjangnya hingga melewati bongkahan pantatnya. Aku segera disambut dengan kepala kontol besar kemerahan yang menyembul dari karet celana dalam putih yang dikenakan Zaki. Celana dalam itu sudah tak dapat menampung batang kontol itu rupanya. Segera kuturunkan celana dalam itu. Batang kontol Zaki tegak keras mengacung, dengan dua buah peler yang ketat, lekat di pangkalnya diantara rimbunan jembut halus yang lebat. Kepala kontolnya yang bulat kemerahan berbentuk jamur, menyentuh pusat diperutnya. Kontolnya benar-benar besar, panjang, dan gemuk. Inilah batang kontol terbesar dan terpanjang yang pernah kulihat langsung dengan mata kepalaku sendiri. Batang kontolnya itu merupakan bukti kalau didalam tubuh Zaki mengalir darah turunan Arab, Spanyol, dan Aceh asli.

“Zak, gede banget ya,” kataku tersenyum memandangnya, sementara jemariku menggenggam batang besar itu.

“Kenapa? Belum pernah dapet yang segede punyaku ya?” katanya balik bertanya, tangannya membelai-belai rambutku.

“Iya. Kira-kira bisa masuk pantatku gak ya?”

“Makanya entar dicobain,”

“Sekarang coba diisep dulu aja ya,”

“Boleh,”

Mulutku mendekati batang tegak itu. Lidahku kujulurkan, menempelkannya pada kepala kontol besar itu. Kemudian ujung lidahku mulai menjelajahi kepala kontol itu. Mula-mula ujung lidahku menyapu daerah bulatan kepala kontolnya, dan celah lubang kencing miliknya. Zaki mengerang. Setelah beberapa kali sapuan disekitar bulatan kepala kontol, dan lubang kencing, lidahku turun ke sekitar parit antara batang dan bulatan kepala kontol. Kujilati daerah parit itu bolak-balik. Kurasakan tubuh Zaki bergetar. Kulirik keatas, kulihat Zaki memejamkan matanya. Dia pasti merasakan geli enak akibat jilatanku disitu. Tangannya meremas rambutku semakin keras.

Bersambung..........

No comments:

Post a Comment