My Blog List

Saturday 13 March 2010

Petualangan Aji 2, Part10

19 Dengan perlahan kulepaskan kancing baju koko Ferdinand satu persatu. Dipejamkannya matanya, tak berani memandangku. Berdua kami berdiri berhadapan. Tubuhku sudah telanjang bulat sejak tadi dengan kontol mengacung tegak. Kami berada dalam kamarnya yang tidak terlalu luas dibandingkan dengan kamarku. Setelah mendengar pengakuannya yang diringi sedu sedan, kupacu mobilku menuju rumahnya. Dalam tangisnya Ferdinand mengakui bahwa ia juga memiliki kecenderungan suka sejenis. Dulu, sebelum ia bergabung dengan teman-teman di mesjid kampus, selain melakukan hubungan sex dengan perempuan ia juga pernah melakukan hubungan sex dengan lelaki. Perasaan sukanya pada Zaki membuatnya memutuskan untuk bergabung dengan kelompok mahasiswa mesjid. Tapi tetap saja ia belum bisa menahan nafsunya terhadap jenisnya sendiri. Berbagai bokep gay masih sering juga ditontonnya sendiri di dalam kamarnya. Dan kemudian disudahinya dengan onani sambil membayangkan Zaki. Perhatian Zaki yang lebih padaku malah pernah membuatnya cemburu. Hehehe, ternyata. Kudengarkan semua keluh kesah Ferdinand sambil memeluknya diatas tempat tidur. Nafsuku yang tak tertahan menyebabkan aku tak kuasa untuk tidak mencumbunya. Dan dia terangsang. Segera kutelanjangi diriku dihadapannya. Meski malu-malu Ferdinand merelakan juga kontolku bersarang dalam mulutnya. Tak makan waktu lama Ferdinand sudah melupakan rasa malunya, liar ia melumat batang kejantananku. Seperti singa lapar yang lama tidak melahap daging mentah. Masih terlihat bukti keliarannya tadi mengoral kontolku. Batang kontolku yang tegak basah mengkilat oleh lidahnya. Sekarang aku juga ingin melihat tubuh dan miliknya yang berharga. Tidak dapat Zaki sementara cukuplah dengan Ferdinand dulu. Sekejap saja tubuhnya sudah kutelanjangi. Kupandangi tubuhnya yang bagus. Ferdinand masih tetap memejamkan matanya. Tubuhnya benar-benar indah. Putih bersih diselimuti bulu-bulu halus di dada yang menjalar ke perut hingga selangkangannya. Ketiaknya juga penuh dengan bulu ketiak yang lebat. Batang kontolnya besar dan panjang tegak seperti monas dengan kepala kontol mencapai pusatnya. Warnanya kuning langsat kemerahan. Jembut di pangkal kontolnya ternyata tak kalah lebat dibandingkan janggut di dagunya. Benar-benar membuatku bergairah. Kududukkan ia dipinggir ranjang. Kubuka pahanya, kemudian aku duduk bersila dihadapannya dengan mukaku menghadap batang kontolnya. Segera kubenamkan batang kontolnya dalam mulutku. Kulumat, kujilat, kuhisap, kusedot bolak-balik. Kepalaku bergerak naik turun mengeluar masukkan batangnya dalam mulutku. Dari mulutnya mulai keluar erangan-erangan tertahan. Sambil mengoralnya sesekali kulirik wajahnya yang bagus. Matanya sudah membuka. Menatap mulutku yang mengerjai perkakasnya yang besar dan membonggol itu. Pengetahuan sex masih melekat juga dibenaknya. Buktinya ia kini menggerak-gerakkan pantatnya dengan lembut. Telapak tangannya mengacak-acak rambutku. Erangannya semakin keras. “Pelan-pelan Fer, nanti kedengaran dari luar,” kataku mengingatkan. Tersadar oleh peringatanku, pelan-pelan dia berdiri. Namun ia tak merelakan aku melepaskan kontolnya dari mulutku. Ditahannya kepalaku dengan tangannya sambil berjalan menuju mini compo yang ada diatas meja belajarnya. Terpaksa sambil membungkuk-bungkuk aku berjalan mengikutinya. Kontolnya tak lepas dari mulutku. Dihidupkannya kaset yang didapatnya pertama kali tanpa mengecek lebih dahulu kaset apa itu. Akhirnya mengalunlah lagu nasyid dari mini componya. “Fer, lagunya gak salah nih?” tanyaku. Dia hanya tersenyum. Lagu nasyid dari mini compo mengiringi suara kecapan dari mulutku karena mengoralnya dan erangannya yang semakin heboh dari mulutnya. Dasar gila. Nafsu memang mengalahkan segalanya. Sudah enam lagu nasyid mengalun dari mini compo. Kini Ferdinand menungging di lantai bertumpu pada dua tangannya yang berotot dan kakinya yang menekuk. Pahanya mengangkang lebar. Dibelakangnya aku sedang mencoba memasukkan batang kontolku dalam lobang pantatnya. Cukup sulit juga menembusnya. Beberapa kali jariku yang telah kubasahi dengan ludah merojok-rojok lobang itu mencoba untuk memperlebarnya. Tapi tetap saja kepala kontolku susah menyusup kesana. “Pelan-pelan Jihhh, udah lamah banget aku gak pernah dianal,” katanya dalam rintihan nafsu. Aku hanya diam, berkonsentrasi dengan usahaku membenamkan kejantananku di lobangnya. Setiap aku mendorong kepala kontolku di lobangnya yang sempit kudengar Ferdinand mengerang tertahan. Dia kesakitan. Kucoba terus hingga akhirnya kepala kontolku dapat juga menyusup di celahnya. Benar-benar sempit. Kepala kontolku seperti diremas. Kudorong lagi agar batangnya juga bisa menyusup. Ferdinand mengerang lagi. Begitu terus menerus hingga akhirnya jembutku melekat di buah pantatnya, seluruh kontolku terbenam di lobang pantatnya. Kudiamkan sebentar. Tubuhku membungkuk menciumi punggungnya yang lebar. Tubuhku menggesek-gesek di punggungnya. “Fer, dah masuk semua,” bisikku lembut ditelinganya. “Gimana rasanya Ji?” tanya Ferdinand. “Enak banget. Lobang pantatmu sempit banget Fer,” kataku. “Nanti ngegenjotnya pelan-pelan dulu ya Ji,” katanya. “Gua usahain deh. Tapi gak janji,” kataku menggodanya bibirku menjelajahi pipinya. “Nakal,” katanya. Aku tersenyum. “Aku genjot ya Fer,” kataku minta ijin. “He eh,” Pelan kutarik pantatku ke belakang, kontolku bergerak mundur. Seret. Enak. Ferdinand melenguh. Kudorong pantatku ke depan, kontolku bergerak maju. Ferdinand kembali melenguh. Berulang-ulang kulakukan gerakan maju mundur dengan perlahan. Aku tak mau Ferdinand kesakitan. Lobang pantatnya perlu beradaptasi terlebih dahulu dengan batang kontolku. Sudah lama lobang pantatnya tak pernah dimasuki batang kontol. Gerakan maju mundurku semakin dinikmati Ferdinand. “Jih, ohhh...ohhhh......enakhhh....,” racaunya. “Lebih cepat Jih, gerakin lebih cepat...,” pintanya. Aku mulai menggerakkan pantatku lebih cepat. Terus menerus, semakin cepat. Suara ketepak, ketepok meningkahi erangan dan desahan kami. Tubuh kami basah oleh keringat. Aku semakin bergairah menungganginya. Tempat tidurnya berderak-derak seperti mau roboh. Tapi kami tak peduli. Tanganku mulai mengocok-ngocok batang kontolnya yang sekeras batu. “Ya Tuhan, enak bangethhhh......, terus Jih..., terusshhhh..., okhhhhhhhh,” Ferdinand menghentak-hentakkan pantatnya. Sepertinya dia masih belum cukup dengan hentakan yang kulakukan. Akibat hentakannya yang berbalasan dengan hentakanku, kontolku jadi masuk kian dalam menyentuh prostatnya. Ferdinand begitu liar dan binal. Hilang semua kelemahlembutan prilaku yang selama ini ditunjukkannya setelah bergabung dengan kelompok mesjid. Meskipun aku tidak terlalu mengetahui Ferdinand di saat-saat masa begaulnya dulu, tapi kurasa Ferdinand telah kembali ke masa lalunya. Nikmat betul rasanya mengentoti pria cakep ini. Seperti kesetanan kugerakkan pantatku cepat dan keras menghujamkan batang kontolku ke lobang pantatnya. Ferdinand mengimbanginya dengan kedutan-kedutan di lobang pantatnya yang membuat kontolku seperti diperas-peras. Aku mengerang keras sambil meracau, “Arghhhh...., Ferrrhhhh....., ohhhhhh......, yahhhh...., yahhhh.........., gituhhhh........., terushhhh.” Setelah cukup lama dalam formasi doggy style kemudian kami merubah formasi. Dengan tidur menyamping kusetubuhi Ferdinand tetap dari belakang. Kaki kanannya kuangkat ke atas sehingga pahanya membuka. Tanganku menahan kakinya yang terangkat itu. Kami bergerak-gerak menggoyangkan pantat, sehingga batang kontolku keluar masuk di lobang pantatnya. Tanganku yang lain mengocok-ngocok batang kontolnya. Sesekali kepalanya menoleh kebelakang, mulutnya mencari-cari mulutku. Kusambar mulutnya kami berciuman dengan ganas. Lidahku menari-nari didalam mulutnya. Akhirnya dalam formasi menyamping seperti itu kami sama-sama memuntahkan sperma. Ferdinand yang duluan orgasme. Spermanya muncrat dalam beberapa kali semburan, melompat hingga ke dadanya. Ferdinand mengerang-erang. Aku terus bergoyang-goyang tiada henti. Meskipun spermanya sudah berhenti menyembur batang kontolnya terus kukocok, hingga lima menit kemudian kurasakan batang kontolku pun akan menyemburkan sperma. Kakinya yang tadi kupegang kulepaskan, Ferdinand kemudian meletakkan kakinya diatas pahaku. Tanganku yang tadi memegang kakinya menarik buah pantatnya sehingga melekat erat diselangkanganku. Pantatku kutekan kuat-kuat sehingga batang kontolku menyusup dalam-dalam menusuk celahnya hingga maksimal. Tanganku yang satu lagi terus mengocok kontolnya. Spermaku kemudian menyembur kuat membasahi lobang pantatnya. Saat yang bersamaan Ferdinand kembali memuntahkan spermanya untuk yang kedua kalinya. Semburannya tidak sebanyak yang pertama karena keluarnya tak terlalu lama dari yang pertama. Tubuh kami yang bersimbah keringat berkelojotan. “Orrrgggggghhhhhhhhhhhhh......,” erang kami berbarengan saat orgasme sama-sama menghinggapi kami. 20 Aku masih memeluknya dari belakang. Batang kontolku mulai layu didalam lobang pantatnya, namun tak kukeluarkan. Kubiarkan dulu bersemayam disana. Kontol Ferdinand pun sudah terkulai layu, tergolek pasrah diselangkangannya diantara semak jembutnya yang rimbun. Tubuhnya yang dibasahi oleh spermanya belum dibersihkan. Diatas ranjang yang spreynya sudah porak-poranda kami masih tetap berbaring menyamping menikmati sisa-sisa orgasme tadi. Alunan nasyid dari mini compo masih terdengar memenuhi ruang kamar itu. “Kamu liar Fer,” bisikku ditelinganya. Tanganku mengelus-elus janggutnya. “Kamu juga,” jawabnya lirih. Kugelitik telinganya dengan lidahku. Ferdinand menggelinjang. Tangannya membelai-belai rambutku. Tak kurang dari lima menit kami berbaring sambil mengelus-elus, membelai-belai, dan aku menjilat-jilat telinganya dengan penuh sayang. Hingga akhirnya kurasakan kontolku mulai membesar lagi, demikian juga kontol Ferdinand. Tiba-tiba Ferdinand bangkit meninggalkanku. Kontolku segera tercabut dari lobang pantatnya. Dengan tubuh masih belepotan sperma dan kontol yang mulai tegak Ferdinand menuju meja belajarnya. Diteguknya air putih langsung dari teko plastik yang ada diatas meja itu. Sepertinya ia sangat kehausan setelah persetubuhan kami tadi. Aku mendatanginya. Tenggorokanku juga terasa kering. Selesai minum aku kembali ke ranjang. Duduk ditepi ranjang memandangi Ferdinand yang masih berdiri didekat meja belajar mengganti kaset nasyid dengan musik instrumental milik Kitaro. Dalam alunan musik Kitaro, Ferdinand mengusap-usap tubuh atletisnya yang belepotan sperma sambil memandangku tersenyum. Cairan kental putih itu kemudian ditebarkannya ke seluruh tubuhnya dengan telapak tangan, merata membuat tubuhnya berkilau. Aku memandanginya penuh gairah. Kontolku semakin tegak. Benar-benar indah tubuh cowok ini. Beruntung aku berkesempatan merasakan tubuhnya. Pelan ia melangkah mendatangi tempatku duduk. Ketika dekat, kurentangkan lenganku ke arahnya mencoba menggapainya, Ferdinand mengelak. Lidahnya dijulurkan mengejekku. Bocah ini benar-benar nakal rupanya. Kemudian dia mulai melakukan gerakan-gerakan erotis sambil mengelus-elus tubuhnya didepanku. Aku memandangi atraksinya. Meski agak kaku, tapi gerakan erotisnya merangsang juga. Atraksi erotis itu kemudian kami akhiri dengan persenggamaan sesi kedua. Dalam sesi kedua ini kubiarkan Ferdinand yang mengontrol keadaan. Aku digiringnya menuju kursi belajarnya yang empuk. Didudukkannya aku, kemudian berhadapan ia duduk dipangkuanku dengan kedua paha mengangkang. Kepalanya diatas kepalaku. Bibirnya mencium-cium ubun-ubunku. Kontolku dibenamkan di dalam lobang kenikmatan miliknya. Berpegangan pada sandaran kursi, Ferdinand melaju diatas tubuhku. Bergerak naik turun memompa batang kontolku didalam pantatnya yang berbulu. “Ahh...ah...ah...ah...ah...ah...ah..ahh...,” aku mengerang-erang dibuai nafsu. Basah oleh keringat yang mengucur deras, tubuh kami bergerak-gerak terus memacu birahi. Waktu terus melaju tanpa terasa. Hampir lima belas menit kami sudah kami bersenggama dalam formasi ini. Kontol besarnya yang keras menggesek perutku yang licin karena basah oleh keringat. Licin tubuhnya akibat sperma dan keringat terasa begitu nikmat ditubuhku. Ferdinand mendesah, Ferdinand mengerang, Ferdinand menggelinjang. “Oh..oh...oh..oh...oh...oh...” “Jih, bolehkah aku memasukimu juga?” tanyanya dalam desah kenikmatan. Aku mengiyakan sambil mencium dadanya. Menjilat dan mengulum putingnya yang menegang. Selanjutnya kami bertukar posisi. Aku berbaring telentang dilantai, kedua kakiku kuangkat keatas, membuka lobang pantatku untuknya. Ditindihnya tubuhku. Dadanya menahan kakiku yang terangkat. Pelan dia menyusupkan batang kontolnya kedalam celahku. Tidak terlalu susah ia menembusku. Setelah menemukan posisi yang pas mulailah Ferdinand mengayuh bahtera nafsunya diatas tubuhku. Gerakannya penuh kelembutan, namun tegas dan dalam. Pantatku ditekannya kuat-kuat saat batangnya bergerak maju menyelami celahku hingga kontolnya yang gemuk terbenam dalam dilobangku. Begitulah. Tak ada goyangan cepat yang buas. Tak ada lumatan bibir yang liar. Persetubuhan yang sangat berbeda dengan apa yang kami lakukan tadi. Tapi ini sungguh membuatku birahiku kian bergelora. Tak lama kontolku memuncratkan sperma. Barangkali inilah kali pertama aku orgasme dalam waktu yang sangat cepat. Aku kalah oleh kelembutannya. Ferdinand terus berpacu diatasku. Pun ketika kontolku masih berkedut-kedut memuntahkan sperma. Dia tersenyum. Sial, senyumannya itu seperti mengejekku. “Aku akan mengalahkanmuhh Ferhhhh,” kataku dalam erang. “Buktikanhh,” katanya lembut. Meskipun tubuhku terasa lemas karena sudah orgasme, kembali aku merespon hujamannya. Pantatku mulai kugerakkan membalas gerakannya. Lembut. Sesekali berputar, memilin batang kontolnya. Ferdinand mulai kelabakan oleh gerakanku. Ciumannya mulai liar. Deru nafasnya terasa bertambah keras. Dia mulai terpengaruh tempo permainanku. Pantatnya bergerak semakin cepat. Dia mulai kehilangan kendali. Aku bergerak memutar semakin liar. Pantatku menghentak-hentak keatas. Menekan kontolnya. Meremas batangnya. “Ohh..oh...oh...oh..oh..oh..oh..oh...oh...,” nafasnya tak dapat dikontrolnya lagi. Hujamannya semakin cepat, bertambah cepat. Tak tentu arah. Alunan musik Kitaro pun semakin cepat. “Ohhhohhhhhhhhhhhh...............,” spermanya muncrat membasahi dinding rongga pantatku. Menyemprot keras. Ferdinand berkelojotan. Mulutnya mencium dadaku buas. Pantatnya menghentak-hentak setiap kali semburan. Selanjutnya dia terbaring lemas tak berdaya diatas tubuhku. Debar dadanya yang bergemuruh dapat kurasakan diatas dadaku. Dalam lemasnya, kupacu birahiku. Aku ingin merasakan orgasme sekali lagi. Batang kontolku kugesek-gesekkan di perutnya yang licin oleh keringat dan sperma kami. Jembutku menggelitik otot perutnya yang terlatih. Dalam semburan yang tidak sebanyak orgasme tadi kumuntahkan spermaku kembali, membasahi perutnya dan perutku. Pukul 10 malam aku kembali ke rumah. Ferdinand mencoba menahanku untuk menginap saja dirumahnya. Tapi aku menolaknya. Majikanku baru saja kembali dari Australia, tidak enak rasanya bila aku tak pulang ke rumah. “Ji, terimakasih ya,” kata Ferdinand, bibirnya kemudian ditautkannya dengan bibirku. “Tolong rahasiakan hal ini,” katanya memohon. Aku mengangguk pasti. Tak ada manfaatnya membuka rahasia orang. Menyebabkan diri menjadi sasaran kebencian. Apalagi rahasia seperti ini. Tak usah diminta olehnyapun, aku pasti akan merahasiakannya. “Kapan-kapan aku pengen lagi, masih boleh gak Fer? Lobang pantatmu membuatku gila,” kataku dalam senyum jenaka. Ferdinand mencubit pinggangku sambil menjulurkan lidahnya. Bersambung.............

No comments:

Post a Comment