My Blog List

Friday 12 March 2010

Sepenggal Kisah Dari Gomorah, Part 3

Tiga batang kontol yang semuanya berukuran besar, milik Habel, Moab, dan Kenan mengacung tegak di depan mukaku. Setelah berhasil membuatku orgasme tadi, kini mereka menyuruhku untuk menghisap batang kontol milik mereka bergantian. “Aku tak pernah melakukannya. Aku tak bisa, aku tak mau” tolakku. Tiba-tiba aku teringat pada kekasihku. “Mulai sekarang, kau harus membiasakan diri melakukan hal ini Seth,” kata Habel. Kemudian dia menyorongkan batang kontol miliknya ke mulutku. Aku mengatupkan mulutku. “Ayolah Seth, jangan melawan. Nanti malam, kau harus sudah siap untuk melayani Tuan Enokh. Kami tidak mau dimarahi, karena tidak mengajarkanmu melakukan hal ini,” bujuk Kenan. “Kami bisa mengerti penolakanmu ini. Kami juga seperti itu dulu, tapi bagaimanapun, kita tak bisa menolak hal ini kan?” sambung Kenan. Dia berjongkok disampingku. Matanya menatapku lembut. Bukan pandangan birahi, namun pandangan kasihan. Pandangan yang bisa memahami penolakanku. Kupandangi Habel dan Moab. Mereka juga memandangiku kasihan. “Aku punya kekasih yang sangat kucintai,” kataku lirih. “Kenapa aku harus melakukan semua ini?! Seharusnya aku melakukannya dengan Rahel. Tidak dengan laki-laki sepertiku juga,” “Kita sama Seth, kami juga seperti dirimu. Tahukan engkau, pada saat aku dibawa kemari setengah tahun yang lalu, kekasihku sudah menantiku di pelaminan. Kami akan dinikahkan ketika itu,” kata Moab, kulihat matanya berkaca-kaca. “Kenapa nasib kita seperti ini?” tanyaku.

“Mau apalagi Seth. Kita harus menjalaninya. Kita tak bisa menolaknya kan?” kata Habel bijak. Aku hanya bisa terpekur mendengar kata-katanya. Lama aku terdiam, pun demikian dengan tiga orang teman baruku ini. Tangan Habel membelai rambutku lembut. Tak tahu lagi harus berbuat apa, tanganku kemudian meraih batang kontol Habel. Kemudian batang besar berurat itu kumasukkan kedalam mulutku. Kujilat, kuhisap, kulakukan seperti apa yang mereka lakukan tadi padaku. Bergantian, ketiga batang kontol itu ku oral. Sambil aku mengoral, mereka memberikan instruksi-instruksi apa saja yang harus kulakukan saat mengoral. Mereka melatihku dengan baik. Selesai dengan pelajaran mengoral, ketiga teman baruku ini mengajarkanku melakukan anal sex. Moab dan Kenan mempraktekkan berbagai gaya anal sex dihadapanku, sementara Habel duduk disampingku, menerangkan apa yang dilakukan oleh Moab dan Kenan. Mereka tidak melakukan anal sex padaku, mereka tetap menjaga keperjakaanku untuk dipersembahkan pada Enokh nanti. Cukup banyak gaya yang ditunjukkan oleh Moab dan Kenan. Mereka benar-benar lelaki-lelaki yang perkasa. Lama mereka melakukan anal sex, hingga akhirnya tergolek lemas, kelelahan, dengan tubuh mandi keringat dan kontol menyembur-nyemburkan sperma dengan deras. Aku terhanyut juga menyaksikan pertunjukan yang disuguhkan oleh Moab dan Kenan itu. Sebuah persetubuhan dua laki-laki perkasa yang kasar, binal, dan penuh gairah. “Kau harus melakukan seperti apa yang ditunjukkan oleh Moab dan Kenan tadi. Tuan Enokh sangat menyukai sebuah persetubuhan yang binal dan kasar,” kata Habel. “Bagaimana bila aku tak melakukannya seperti itu?” tanyaku.

“Dia akan menghukummu kawan. Sebuah hukuman yang akan membuatmu sangat menderita,” Malam itu, setelah aku dimandikan kembali oleh teman-temanku hingga tubuhku benar-benar bersih dan harum, seorang pengawal mengantarku menuju peraduan Enokh. “Lakukan dengan baik,” pesan teman-temanku saat aku meninggalkan mereka. Jantungku berdebar keras, dalam setiap langkahku menuju peraduan Enokh. Kurasakan tubuhku yang hanya di tutupi oleh selembar kain putih penutup batang kontolku, seperti menggigil. Tapi meskipun demikian, aku tetap melangkah dengan mantap dan gagah. Sampai di depan pintu peraduan Enokh, sang pengawal menyuruhku menunggu sebentar di depan pintu yang ditutup dengan tirai kain sutra. Pengawal itu masuk ke dalam. Tak lama ia kembali ke luar dan menyuruhku masuk. Pengawal yang mengantarku kemudian berjaga-jaga di depan pintu peraduan Enokh. Enokh duduk diatas tempat tidur, memandangku tajam. Bibirnya menyunggingkan senyum menawan. Dia mengenakan pakaian putih terusan yang terbuat dari sutra. Karena kepalanya tak berpenutup maka aku dapat melihat rambut ikal hitam sebahunya yang tergerai. Pria ini benar-benar tampan. “Mendekatlah,” katanya, sambil melambaikan tangan, menyuruhku mendekatinya. Aku mendekatinya. Aku berdiri tepat di depan Enokh yang masih tetap duduk di ranjangnya. Jantungku masih berdebar kuat. Kedua tangannya kemudian meraih pinggangku. Matanya menatap tajam ke tubuhku yang kekar. “Tubuhmu benar-benar indah,” katanya. Selanjutnya dengan satu hentakan kuat, tubuhku ditariknya. Dadaku yang bidang menyentuh bibirnya. Selanjutnya dengan kasar dan penuh nafsu, mulutnya menjelajahi dadaku. Puting susuku dijilat, diisap, dan digigitnya. Ludahnya membasahi dadaku. “Hmmmmmm, slrerpp….slerpppp…..dadamu sangat kekar, aku suka,” katanya. Sambil menyelomoti dadaku, tangannya meremas bongkahan pantatku yang ditutupi kain putih. Aku mengerang atas perlakuannya ini. Batang kontolku kurasakan mulai mengeras. Debar jantungku kembali menjelang, namun sekarang bukan debar ketakutan, melainkan debar nafsu. Tiba-tiba tangannya menarik kain putih penutup kontolku. “Kita tidak memerlukan ini,” katanya. Tangannya menyentakkan kain itu hingga terlepas dari pantatku dan kemudian membuangnya ke lantai. Tubuhku telanjang bulat dalam cengkeramannya. Batang kontolku yang tegak keras menempel erat di perutnya, menggesek kain sutra bajunya yang lembut. Mulutnya terus menjelajahi tubuh atasku. Ketiakku yang ditumbuhi rimbunan bulu, tak lepas dari jelajahan lidahnya. Enokh mendengus-dengus penuh birahi. “Robekhh, bajukuh…robekhh…bajukuh…,” perintahnya. Dia benar-benar ingin bermain kasar rupanya. Segera kuikuti perintahnya. Kucabik-cabik baju sutranya. Kini Enokh telanjang bulat di depanku. Tubuhnya kekar, dadanya yang bidang dipenuhi dengan bulu-bulu. Kemudian dia menyuruhku berjongkok diselangkangannya. Aku mengerti apa maunya. Dia ingin aku oral. Aku segera membenamkan batang kontolnya yang besar kedalam mulutku. Semua pelajaran yang kuperoleh dari Habel, Moab, dan Kenan tadi kupraktikkan di batang kontol Enokh. Akibatnya pria kaya raya ini mengerang-erang kuat seperti kesetanan. Kontolnya dipompa keluar masuk mulutku dengan cepat. Bulu jembutnya yang hitam lebat itu menggelitik hidung dan bibirku. Aku kewalahan oleh perlakuannya, apalagi saat kepala kontolnya yang besar itu menerobos dalam ke tenggorokanku. Rasanya aku hampir muntah. Namun aku tak berdaya melawan perlakukan binalnya. Puas diselomoti olehku, Enokh kemudian memaksaku berbaring telentang diatas tempat tidurnya. Selanjutnya dia berjongkok dari tepi tempat tidur. Kedua kakiku ditekukkannya ke atas. Mulutnya segera menari-nari didaerah selangkanganku. Kontolku yang tegak mengacung keras dioralnya dengan buas. Mulutnya tak henti menghisap, lidahnya terus menjilat, giginya sesekali menggigit-gigit lembut batang kontol dan buah pelirku yang penuh jembut. Ohhhhhh......mengapa begitu nikmat. Mengapa aku bisa menikmatinya. Tiba-tiba terbersit bayangan Rahel dimataku. Aku merasa bersalah padanya, karena ternyata aku menikmati cumbuan Enokh. Lobang pantatku yang masih perjaka ting ting juga tak lupa dikerjai Enokh. Kenapa dia tak merasa jijik menjilati lobang pelepasanku itu. Mengapa lidahnya tak sungkan-sungkan menerobos celah sempit itu. Aku mengerang-erang. Deru nafasku memburu bak banteng liar marah. Rambutnya yang ikal itu ku remas-remas diantara rasa nikmat yang kurasakan. Tiba-tiba kurasakan jari telunjuk Enokh sudah merojok lobang pantatku. Rasanya geli, enak, dan sedikit sakit. Ohhhh...... tapi sakitnya tak sebanding dengan rasa enaknya. Begitu nikmat. Tak kusangka lobang pantat bila disodok-sodok dengan jari seperti ini ternyata enak. Sambil satu jarinya mengorek-ngorek lobang pantatku, jari-jarinya yang lain mencoba melebar-lebarkan lobang sempitku itu. Mulutnya tak henti menghisap batangku. Lobang pantatku sepertinya mulai semakin melebar. Kini dua jari Enokh sudah bisa masuk kedalam. Lobang pantatku terasa penuh. Aku semakin terangsang. Tubuhku basah bersimbah keringat. Begitupun tubuh Enokh. Akhirnya aku tak bisa lagi menahan orgasmeku. Tanpa bisa kutahan tubuhku mengejang. Batang kontolku terasa berdenyut-denyut. Segera saja spermaku berlompatan, menyembur keluar dari lobang kencingku. Menyemprot kedalam mulut Enokh yang terus memompa. Enokh tak melepaskan mulutnya dari batang kontolku. Seluruh sperma yang kusemprotkan itu masuk kedalam mulutnya. Gila, ia menelan semuanya. Tubuhku terasa ringan. Aku tergolek lemas tak berdaya diatas tempat tidur. Tubuhku basah kuyup dengan keringat yang mengalir deras keluar dari pori-poriku. Enokh yang juga berkeringat, berdiri tegak dengan batang yang sekeras batu. Ia menatapku sambil tersenyum puas. “Bagaimana Tampan, kau menikmatinya kan,” katanya padaku. Aku tak tahu harus menjawab apa. Yang pasti apa yang baru saja kualami bersamanya begitu nikmat. Akhirnya aku mengangguk lemah menjawab pertanyaannya. Enokh kemudian mengambil tempayan tempat air minum yang ada di kamar itu. Dia memberikannya padaku. Aku bangkit kemudian duduk ditepi tempat tidur. Kusambut tempayan dari genggamannya. Segera kuteguk air dalam tempayan itu. Tenggorokanku yang kering akibat memacu birahi bersama Enokh tadi terasa segar. Aku minum dengan lahap. Enokh tertawa melihatku. Selesai aku minum, Enokh juga minum dari tempayan itu. Ia meneguk air dari tempayan itu hingga habis. Rupanya dia kehausan juga sepertiku. Usai minum ia naik ke atas tempat tidur. Dia menarik tubuhku agar berbaring bersamanya. Kami berbaring miring berhadapan. Dia memelukku. Tangannya mengelus-elus punggungku. Bibirnya menciumi rambutku, pipiku, mataku, bibirku, daguku, telingaku, juga leherku. Sebenarnya aku tak suka diperlakukan seperti ini. Aku diperlakukannya seperti perempuan saja. Tapi apa dayaku untuk menolaknya. Dia punya kuasa untuk melakukan ini semua. Dia menggesek-gesekkan dadanya pada dadaku, kontolnya pada kontolku. Buah pantatku kini diremas-remasnya. Desah nafasnya mulai keras kurasakan menyentuh wajahku. Dia akan memulai babak kedua persetubuhan kami rupanya. Saat Enokh asik mencumbuku, tiba-tiba tirai penutup pintu kamar itu tersibak. Posisi berbaringku yang kebetulan tepat menghadap pintu kamar, langsung dapat melihat seorang remaja tampan yang menyibakkan tirai itu. Kini ia berdiri tegak menatap tajam pada kami. Aku kaget. Aku segera bangkit dari posisi berbaringku, menyebabkan Enokh yang sedang asik mencumbuku terkejut dengan perbuatanku. Dia segera mengikuti tatapanku ke arah pintu. Enokh juga nampak terkejut. Selanjutnya pengawal yang bertugas menjaga pintu tadi juga menyusul masuk ke kamar. Ia mengelus-elus kepalanya, muka sang pengawal menunjukkan kesakitan. “Maafkan saya Tuan, tuan muda memaksa masuk. Saya tadi sudah mencoba meghalangi, tapi ia memukul kepala saya hingga saya terjatuh,” kata sang Pengawal. “Sudahlah, tidak apa-apa. Sekarang kamu kembali keluar,” perintah Enokh pada pengawalnya. Sang pengawal segera melaksanakan perintah tuannya. Setelah pengawal itu keluar, Enokh yang masih dalam keadaan telanjang bulat itu, kemudian mendekati remaja tampan yang berdiri diam di pintu. “Ada apa Ruben?!” tanyanya berwibawa.

“Aku ingin melihat pemuda yang baru Ayah bawa dari desa,” jawab remaja itu tersenyum pada Enokh. “Hahahaha, putraku kau tak sabar ingin mencicipinya juga ya,” Enokh tertawa lebar sambil menepuk-nepuk bahu remaja tampan yang ternyata tak lain adalah putranya itu. “Tentu saja Ayah. Hmmm.... pilihan Ayah memang tak pernah salah. Kapan giliranku mencicipinya Ayah? Aku sudah bosan menyetubuhi Habel, Moab, dan Kenan,” jawab Ruben sambil menatapku dengan tatapan binal. Aku tak suka dengan tatapannya itu. upanya bukan hanya Enokh saja yang harus kulayani disini. “Hahaha, sabar nak. Kau pasti akan dapat giliran juga menikmatinya. Sekarang kau pergilah, aku masih ingin menuntaskan nafsuku padanya,” Ruben kemudian meninggalkan kami. Selanjutnya Enokh kembali mendekatiku. “Ruben itu putraku yang paling muda, dia memang sangat manja. Padahal usianya masih 12 tahun tapi nafsu sexnya luar biasa. Seusia Ruben dulu, kakak-kakaknya belum kuijinkan bersetubuh dengan siapapun. Dan kakak-kakaknya yang bisa menahan diri. Tapi kalau si Ruben itu tidak bisa, dia tak bisa membendung nafsunya. Saat usianya 11 tahun, dengan tanpa seijinku, dia sudah memaksa Habel untuk melayaninya. Hahahaha. Setiap aku membawa laki-laki kemari, dia pasti tak sabar untuk tahu paling awal,” kata Enokh padaku menunjukkan kebanggannya pada Ruben. Aku hanya diam mendengarnya. Kakak-kakak Ruben? Ada berapa orang mereka? Apakah aku juga harus melayani mereka semua.

Bersambung...

No comments:

Post a Comment