Menjelang tengah hari, kami tiba di Kota Gomorah. Dari celah sedekup aku mengintip ke luar. Seperti yang pernah di ceritakan oleh Noakh padaku, Gomorah memang sangat ramai. Kata Noakh, sama ramainya dengan Kota Sodom. Sejak kecil, aku memang belum pernah keluar dari desaku. Mendengar cerita Noakh tentang dua kota itu, membuatku punya keinginan untuk mengunjunginya. Namun bukan kunjungan seperti ini yang pernah terbayang dibenakku dulu. Ah, kenapa nasibku seperti ini.......
Aku berada di tengah-tengah pasar kota rupanya. Kulihat di tepi jalan banyak pedagang menggelar dagangannya. Mulai dari hasil bumi, hewan, perhiasan, hingga budak-budak. Para pedagang budak menjual dagangannya secara lelang. Budak-budak muda, seumur denganku mungkin, ditawarkan pada pembeli yang ramai mengerumuni mereka. Para Pembeli budak itu adalah para pria-pria kaya di kota Gomorah.
Kasihan juga melihat budak-budak itu. Ditengah terik mentari yang menyengat mereka di jemur dengan hanya ditutupi oleh selembar kain penutup otot kelelakian mereka. Keringat yang membanjir menambah keseksian pada tubuh-tubuh mereka yang berotot bagus itu.
Pemuda-pemuda yang berwajah lebih tampan banyak ditawar oleh pembeli. Harga jual mereka pun lebih tinggi.
Tak lama kami tiba di rumah Enokh. Rumah yang besar, sangat besar malah. Belum pernah aku melihat sebuah rumah sebesar dan semewah ini. Di desaku tempat tinggal kami hanyalah tenda yang terbuat dari kain tebal.
Setelah aku turun dari atas unta, Enokh menyuruh pengawalnya membawaku pergi. “Bersihkan dia,” kata Enokh pada pengawalnya itu.
Pengawal Enokh membawaku ke belakang rumah. Ke sebuah ruangan yang didalamnya terdapat tiga orang pemuda sepertiku. Ketiganya hanya menggenakan selembar kain putih segi empat yang menutup kejantanan mereka. Tak ada diantara mereka yang berwajah jelek. Dan tak ada juga yang bertubuh kelebihan lemak. Tubuh mereka semuanya atletis.
Pemuda-pemuda itu tersenyum ramah menyambutku. Setelah berbicara sebentar dengan salah seorang pemuda itu, pengawal yang tadi membawaku kemari meninggalkan kami.
Selanjutnya ketiga pemuda itu mendekatiku. Kami saling memperkenalkan diri masing-masing. Yang tadi berbicara dengan pengawal adalah Moab. Sedangkan yang dua lagi bernama Habel dan Kenan. Tubuh Moab ramai dengan bulu-bulu halus, di dadanya yang bidang hingga perut, ketiak, lengan, paha, dan betis. Wajahnya yang tampan dihiasi rambut hitam pendek dan kumis serta cambang tipis yang melingkari bibirnya yang merah dan tipis. Habel miskin akan bulu. Bahkan ketiaknya pun bersih, tak berbulu. Rambutnya coklat kehitaman, sebahu. Sedangkan Kenan berambut pirang pendek. Ketiaknya lebat dengan bulu-bulu yang juga pirang seperti rambut dan kumisnya yang tipis.
Setelah berkenalan, mereka membawaku ke belakang ruangan itu. Tanpa permisi mereka bertiga mulai mempreteli pakaianku. Aku mencoba melawan, tapi tak ada artinya. Habel dan Kenan segera memegangiku kuat-kuat. Sementara Moab dengan cekatan menanggalkan seluruh kain yang melekat di tubuhku.
“Kami akan memandikanmu Seth,” kata Moab.
Tubuhku yang telanjang dimasukkan ke dalam bak berisi air yang harum. Aku hanya bias pasrah. Tak lagi melawan. Tangan-tangan mereka yang kekar masuk ke dalam bak. Menggosok-gosok tubuhku. Membersihkan tubuhku dari debu dan keringat yang melekat. Tak ada bagian tubuhku yang terlewatkan oleh mereka.
“Tuan Enokh akan menyukaimu kawan,” kata Habel.
“Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
“Batang besar milikmu inilah yang akan membuatnya menyukaimu,” Kenan yang menjawab, tangannya meremas kontolku. Aku kaget. Kutepiskan tangannya. Tepisanku tak diacuhkannya, ia tetap meremas batangku.
“Nikmati saja Seth, kau belum pernah meremas batang kontolmu sendiri ya?” Moab tersenyum padaku. Aku mengangguk antara malu dan bingung.
“Mulai sekarang, kau harus membiasakan diri kawan,” katanya lagi.
Selanjutnya, sementara Moab dan Habel menggosok-gosok tubuhku, si Habel asik meremas dan mengocok batang kontolku yang kini mengacung tegak. Aku kembali hanya bisa pasrah.
Kocokan tangan Habel di kontolku membuatku keenakan. Selama ini aku tak pernah mengocok kontolku sendiri. Aku baru tau kalo ternyata batang kontol ini apabila dikocok akan menimbulkan rasa enak seperti ini. Kupejamkan mataku. Menikmati rasa enak luar biasa yang kurasakan.
Tiba-tiba kurasakan sebuah kehangatan yang basah melingkupi daerah sekitar kepala kontolku. aku membuka mataku ingin mengetahui apa yang terjadi. Betapa kagetnya aku ketika melihat wajah ganteng Habel telah bersarang di sekitar selangkanganku.
Mulutnya penuh dengan kepala kontolku. Seperti tadi, aku juga mencoba melepaskan diri. Namun tak ada artinya, Moab memegangiku dari atas. Sementara Habel memegang pinggangku kuat-kuat. Mulut Habel mengisap batang kontolku dengan sebuah hisapan yang kuat. Aku merinding. Aku menggeliat. Aku keenakan. Keenakan oleh hisapan Habel ditambah kocokan tangan Kenan yang semakin menggila, semakin cepat. Tak bisa kutahan, mulutku mengeluarkan erangan-erangan.
Bersambung............
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment