My Blog List

Saturday 13 March 2010

Petualangan Aji 2, Part14

24

Subuh, 20 Mei 1998.

Seharusnya hari ini ada acara di Monas. Peringatan Hari Kebangkitan Nasional yang digagas oleh Amien Rais. Puluhan ribu mahasiswa dan masyarakat sudah siap untuk menghadiri acara itu. Perkembangan politik yang semakin memanas, memaksa Amien Rais untuk membatalkan acara. Desas-desus yang terdengar di kalangan mahasiswa adalah, bila acara tersebut tetap dilaksanakan, peristiwa Tiannanmen akan terjadi. ABRI sudah mempersiapkan diri untuk itu.

Suharto sepertinya sudah gelap mata. Legitimasinya semakin melemah. Nampaknya orang tua itu akan berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan berbagai cara. Termasuk dengan kekerasan. Untung saja Amien Rais membatalkan acara hari ini. Idealismenya mengalahkan ambisinya untuk menjatuhkan Suharto. Bukti-bukti usaha Suharto untuk mempertahankan kekuasan dengan berbagai cara sangat banyak. Yang terakhir adalah matinya empat mahasiswa Trisakti beberapa hari lalu. Nampaknya Amien Rais tidak mau menambah daftar mahasiswa yang menjadi martir dalam gerakan reformasi ini. Masih banyak cara yang dapat dilakukan untuk menekan orang tua itu agar lengser dari kursi kekuasannya.

Aku bertemu Irfan, juga Zaki, dan Ferdinand seusai sholat subuh di musholla. Kami ngobrol-ngobrol tentang batalnya acara yang digagas Amien Rais. Tak lupa kukenalkan Irfan pada Zaki dan Ferdinand. Selain membahas kegagalan acara di Monas, seperti biasa Zaki bertanya ini itu padaku. Sementara Ferdinand lebih banyak diam dan mendengarkan. Zaki tak pernah bosan mengajakku untuk gabung ke kelompok mereka saja. Aku menolak ajakannya dengan halus. Kukatakan meskipun saat ini aku tidak dalam satu kelompok mereka, namun perjuangan yang dilakukan tetap sama.

Hampir pukul 6 pagi ketika kemudian teman-temannya dari kelompok Mesjid mengajak untuk untuk berkumpul, mereka akan brifing rupanya. Aku pamit pada keduanya.

“Jangan lupa makan Zak. Habis brifing ini langsung sarapan deh, elo agak kurusan sekarang,” pesanku sebelum meninggalkan mereka. Zaki memang terlihat lebih kurus dari biasanya. Matanya menunjukkan kelelahan. Meski agak sedikit kurusan memandangnya tetap saja membuatku deg-degan. Apalagi memandang wajah gantengnya yang tidak bercukur itu. Menginap disini membuatnya tidak sempat bercukur rupanya. Cambang halus membentuk alur dari rahangnya ke atas bibir dan akhirnya bermuara didagunya yang semakin rimbun dengan janggut. Ah, betapa bagusnya bocah satu ini. Aku benar-benar menyukainya. Sebuah perasaan suka yang sangat berbeda dari cowok-cowok lain yang pernah kusetubuhi atau menyetubuhiku. Apakah ini yang namanya cinta? Entahlah. Selama ini aku berusaha untuk tidak mencintai cowok manapun, karena aku bukanlah seorang gay yang tidak bisa mencintai cewek sama sekali. Tapi padanya kenapa perasaan ini selalu timbul.

Memandangnya berlama-lama membuat rasa sukaku semakin bertambah saja. Segera kualihkan pandanganku darinya. Mataku bertubrukan dengan tatapan mata Ferdinand. Rupanya dia memperhatikanku sejak tadi saat memandang Zaki. Aku tersenyum padanya, menetralisir perasaan maluku karena tertangkap basah oleh Ferdinand. Aku yakin senyumku sangat aneh saat itu. Ferdinand menundukkan mukanya, membuang tatapannya dari tatapanku. Entah apa yang difikirkannya. Apakah dia cemburu karena aku memandangi Zaki seperti itu? Aku tidak tahu. Tapi yang pasti sejak kejadian beberapa waktu lalu dikamarnya, Ferdinand memang selalu menghindari pembicaraan denganku. Pun menghindari tatapan mataku padanya. Sepertinya dia sangat menyesali apa yang telah kami lakukan.

Zaki hanya mengucapkan terimakasih atas pesanku padanya supaya tidak lupa makan. Segera setelah ucapan terima kasih terlontar dari bibirnya yang bagus itu aku pamit pada keduanya. Aku ajak Irfan menyingkir dari dua makhluk manis itu. Kami menuju dapur umum, mencari sarapan. Sejak kemaren disini memang didirikan dapur umum. Banyak dermawan yang menyumbang makanan untuk aksi kami ini. Selain makanan, kebutuhan tenaga medis juga tersedia lengkap. Dokter Angga dan dokter Calvin juga ikut bergabung dalam kelompok dokter disini. Saat bertemu dengan mereka berdua kemaren, aku sempat berbicara sebentar dengan mereka. Mereka mengajakku untuk kembali aktif di kelompok belajarnya Ricky.

Kami sarapan sambil duduk santai beralas koran di lantai dapur umum. Aku makan dalam diam. Lamunanku masih tersisa pada Zaki.

“Kamu suka pada Zaki ya Ji?” bisikan Irfan membuyarkan lamunanku.

“Ada-ada saja,” jawabku mengkonter pertanyaannya.

“Jangan bohongi aku Ji. Dari pandanganmu yang tak lepas darinya, aku tahu kamu memendam perasaan sukamu padanya,” jawabnya dengan senyum menggoda. Waduh, aku tertangkap basah dua kali pagi ini. Segera kualihkan pembicaraan pada pembahasan soal Bram.

“Bram horny sama elo,” kataku.

“Jangan mengalihkan pembicaraan,” katanya dalam senyum.

“Beneran Fan, saking hornynya semalaman dia bertanya tentang kamu terus. Sampe-sampe kutinggal tidur, ngantuk banget sih,” kataku. Irfan tertawa.

“Kamu juga horny sama diakan? Ngaku aja deh,” kataku tembak langsung membalasnya.

“Iya juga sih,” jawabnya malu-malu. “Pasti enak banget ya dientot sama si Bram,” kata Irfan dengan suara pelan takut perkataannya didengar oleh mahasiswa lain yang juga sarapan di dapur umum. Irfan sudah melupakan perasaanku pada Zaki. Kini dia terhanyut dengan perasaan sukanya pada Bram.

“Makanya cobain aja, biar tau gimana rasanya,” kataku.

“Tapi gak mungkin disini Ji. Gila apa, kalau ketahuan gimana?”

“Kalo emang mau, ya kita cari tempat yang aman lah,” kataku. “Mau gak?” aku memastikan kesediaan Irfan.

“Ya pasti maulah kalo memang memungkinkan,” Irfan menjawab dengan cepat dan pasti. Aku terkekeh. “Kapan Ji?” tanyanya.

“Kalau bisa malam ini,” jawabku. Sekilas mataku menangkap sosok Bram mendatangi kami sambil menenteng satu nasi bungkus.

“Maen ninggal aja Ji,” katanya. “Hai Fan,” tegurnya pada Irfan sambil tersenyum.

“Sorry Bram. Elo tadi asik banget tidurnya. Gua gak tega ngebangunin, elo kan lama tidurnya semalam. Karena gua mau sholat subuh dulu, jadinya elo gua tinggal aja. Lagian ada yang mau gua obrolin berdua sama Irfan. Penting,” kulirik Irfan sambil mengedipkan mataku. Irfan meleletkan lidahnya.

“Ngobrolin apaan sih?” tanya Bram.

“Ada deh, kalau udah pas waktunya elo gua kasih tau pasti. Sabar ya kawan,” kataku. Bram jadi penasaran. Dia menatap kami bergantian.

“Apaan sih?” tanyanya. Aku hanya tersenyum-senyum, sementara si Irfan sok cool. Jaga wibawa dia. Gak mau ketahuan Bram kalo dia sedang horny membayangkan apa yang akan terjadi Bram nantinya. Tak mendapat jawaban dari kami, akhirnya Bram makan dengan cemberut. Cemberut begitu Bram makin macho deh. Selesai makan Irfan pamitan akan bergabung dengan teman-teman kampusnya. “Jangan lupa entar malem jam sebelasan, lo temui gua ya,” bisikku pada Irfan.

“Ngobrolin apa sih Ji?” Bram terus menanyakan hal itu padaku sepanjang hari ini. Aku tetap tak mau menjawabnya, membuatnya terus penasaran seharian. Sudah hampir jam 11 malam. Aku masih duduk-duduk sambil merokok dengan Bram. Membicarakan apa yang terjadi hari ini sambil menunggu kedatangan Irfan. Sementara mahasiswa lain sudah pada tidur. Hari ini memang melelahkan. Karena aksi di Monas batal, acara peringatan Hari Kebangkitan Nasional digelar disini. Amien Rais dan tokoh-tokoh lainnya datang bergantian, berorasi didepan mahasiswa. Tuntutan agar Suharto turun semakin nyaring dan keras.

Aku juga sebenarnya lelah, tapi karena membayangkan apa yang akan terjadi nanti, tak kuhiraukan lelahku. Rencananya malam ini aku akan memberikan kesempatan pada Bram dan Irfan ngentot berdua. Sekalian aku nebeng juga. Hehehe. Hampir jam 12 malam Irfan nongol.

“Ngapain Fan, tengah malam kemari?” tanya Bram. Dia tidak tahu apa yang kubisikkan tadi pagi saat sarapan pada Irfan.

“Pengen tidur bareng kalian,” katanya, ada senyum di wajahnya.

“Ayo kita cari tempat tidur,” ajakku.

“Tempat tidur?” Bram bingung.

“Gak usah bingung Bram, malam ini Irfan merelakan dirinya untuk elo tiduri,” kata-kataku ini sangat mengagetkan Bram. Tapi tak lama, karena kemudian wajahnya langsung menampilkan senyum lebar.

Bertiga kami mencari lokasi yang gelap dan jauh dari tempat istirahat mahasiswa. Kami menemukan sebuah daerah yang gelap dan dipenuhi rimbunan semak dibelakang gedung. Bram dan Irfan segera menginjak-injak rimbunan semak itu, merebahkannya, kemudian menggelar lembaran-lembaran koran diatas semak yang telah rebah sebagai alas untuk kami ngentot nanti. Sementara aku membakar anti nyamuk bakar. Apa enaknya ngentot dirubungi nyamuk.

Setelah ajang ngentot telah tersedia. Segera kami menelanjangi diri. Situasi saat ini tidak memungkinkan kami untuk beromantis-romantis ria. Yang penting saat ini adalah hasrat ngentot tertuntaskan. Selanjutnya kami segera mengambil posisi. Irfan sudah asik berjongkok diselangkangan Bram, mengoral kontol Bram yang besar itu. Sementara aku menjilat-jilat dada Bram yang penuh bulu. Kulihat Irfan sangat menjiwai kulumannya dikontol Bram. Sambil memuluti batang besar itu, Irfan juga mengocok kontolnya sendiri. Bergantian kami saling memuluti batang masing-masing. Tapi lebih sering Irfan yang memuluti batang kontolku dan Bram. Atau aku bersama Irfan memuluti batang kontol Bram bersamaan. Ketika akhirnya nafsu kami sudah dipuncaknya, segera kami tindih menindih. Bram menindih tubuh Irfan yang berbaring telentang di atas koran. Aku menindih Bram dari belakangnya. Kontolku merojok lobang pantat Bram, dan kontol Bram merojok lobang pantat Irfan. Nikmat sekali. Tapi kami harus mengerang dengan menahan suara. Kalau kedengaran bisa bahaya.

Sedang asik-asiknya mengentot, tiba-tiba sebuah bentakan pelan mengagetkan kami.

“Jangan bergerak!”

Terpaku dalam posisi saling menindih, serentak kami memalingkan pandangan ke arah sumber suara. Dua sosok pria berbadan tegap, berdiri tegak dalam kegelapan malam. Keadaan yang sangat gelap memaksaku untuk mengamati dua sosok itu lebih serius. Astaga! Itu Romi dan polisi lain yang tidak kukenal!

Kami segera bangkit dari posisi ngentot kami. Berdiri didepan mereka dalam keadaan kontol masih mengacung tegak. Aku tak tahu apa yang akan terjadi kemudian. Apakah kami akan dihukum oleh para penegak hukum ini, karena telah melakukan perbuatan tak senonoh?

Bersambung...........

No comments:

Post a Comment