My Blog List

Saturday 13 March 2010

Petualangan Aji 2, Part 6

13 Tengah hari. “Kenapa sih kamu itu kalo kencing gak mau jongkok Ji?” sebuah suara yang sangat kukenal menegurku dari belakang. Suara Zaki. Aku menoleh padanya. Saat itu aku sedang kencing berdiri di kamar mandi. Tanganku menggenggam batang kontolku yang sedang mengeluarkan air kencing di water closet. “Eh, kamu Zak,” aku hanya nyengir mendengar komentarnya. Dia memang tak pernah bosan menegurku, termasuk kencing berdiri seperti sekarang ini. Katanya, kencing sambil berdiri itu tidak nyunnah. Tapi aku kok ya merasa aneh cowok kencing sambil jongkok. Repot, dan kayak cewek aja. “Mau kencing juga Zak?” tanyaku padanya, masih tetap dalam posisi kencing. Dia menggangguk kemudian masuk ke sebuah kamar mandi yang kosong. Dia pasti kencing dengan berjongkok di dalam sana. Acara kencingku selesai. Kucuci tanganku di wastafel. Aku tunggu Zaki keluar dari dalam kamar mandi. Soalnya kalau aku langsung meninggalkannya gak enak juga, nanti dikira aku menghindarinya lagi. Tak lama Zaki keluar dari kamar mandi. “Lo, tumben nungguin? Kok gak langsung ngacir?” tanyanya sambil senyum manis seperti biasanya. Ia menuju wastafel untuk membersihkan tangan. Aku yakin kata-katanya tadi tak bermaksud menyindir, tapi kok tetap saja aku merasa tersindir karenanya. Setelah itu kami keluar beriringan dari kamar mandi. Mmm, lagi-lagi tercium wangi tubuhnya yang bisa membuat jandungku deg-degan. Kenapa sih aku selalu seperti ini bila berada didekatnya? “Mau kemana Ji?” tanyanya. “Mmmm, ada pertemuan dengan teman-teman,” jawabku ragu. “Jam berapa? Sekarang?” tanyanya mencecar. “Nanti, mmm, jam lima sore,” tak bisa aku berdusta padanya. “Ikut aku yuk” “Ngapain?” “Ada pertemuan. Ba’da dzuhur di mesjid kampus,” jawabnya. Waduh, gimana menghindari ajakannya nih. “Kali ini jangan menghindar lagi ya Ji,” tatapnya penuh harap padaku. Bingung. Akhirnya seperti kerbau dicucuk hidungnya aku mengikutinya ke mesjid kampus. Mesjid kampusku yang lumayan besar ini dipenuhi oleh cowok dan cewek aktivis mahasiswa islam. Cewek-cewek berjilbab lebar rame pada ngumpul. Eh mereka ini banyak yang manis-manis lo, hehehe. Tau deh, kayaknya belakangan ini cewek-cewek yang manis pada berubah jadi alim-alim. Apalagi para cowoknya. Bisa copot jantungku lihat mereka ngumpul kayak gini. Aku baru saja selesai berdzikir pendek seusai sholat sunnat. Terpaksa harus alim nih disini, hehehe. Kulihat Zaki sedang ngobrol sambil berdiri di dekat mimbar. Kayaknya dia lagi ngobrol sama si Ferdinand deh, cowok indo Belanda, cakep tentunya, anak Teknik Mesin yang awal kuliah bandelnya minta ampun tapi kini berubah 180 derajat. Mereka terlibat pembicaraan yang sangat serius kayaknya. Kupuas-puaskan memandangi wajah dan tubuh mereka yang bagus itu. Baju koko putih yang longgar itu tak bisa menyembunyikan keatletisan tubuh mereka. Otot bisep Ferdinand dan Zaki tetap saja tercetak di lengan baju, saat mereka menyikukan lengan sambil mengelus jenggot di dagu mereka. Kontolku tanpa permisi mulai bergerak bangkit. Dasar nih barang gak mikir-mikir tempat. Tak lama semua aktivis yang sudah kumpul segera duduk. Zaki mendekat ke tempatku duduk. Ferdinand sempat melambaikan tangan dan seyum padaku. Kubalas senyumnya dengan seyumanku yang manis. Kami duduk menghadap ke arah mimbar. Cewek-cewek berada dibelakang. Kulihat Ferdinand duduk didepan, menghadap ke arah kami, ditengah-tengah beberapa orang mahasiswa lainnya. Sepertinya dia yang akan memandu acara. Pembicaraan seputar rencana menggelar aksi mahasiswa dan mengundang para tokoh islam untuk berorasi. Rencananya akan mengundang Amien Rais dan tokoh lainnya. Belakangan ini tokoh Muhammadiyah itu memang jadi idola para aktivis mahasiswa. Asyik juga mengikuti rapat mereka. Semua yang berbicara mengemukakan pendapat menggunakan bahasa yang santun dan gak ada yang mau menang sendiri atas pendapatnya. Beda dengan rapat kami yang dihabiskan oleh acara debat panjang untuk hal yang sebenarnya sepele. Zaki juga sempat menyumbangkan buah pikirannya dua kali. Menjelang ashar rapat itu selesai. Semuanya segera bersiap-siap untuk melaksanakan sholat ashar. Selesai sholat, aku pamit pada Zaki. “Ji, sering-sering gabung kemari ya,” pesan Zaki sebelum aku meninggalkannya. “Jangan lupa hadir pada saat acara orasi dua hari lagi,” tambahnya. Aku hanya mengangguk mengiyakan. Hmm, perasaanku kok jadi lebih rileks setelah mengikuti kegiatan mereka tadi ya? 14 Aku menaiki tangga, menuju kamarku. Kulirik jam tanganku. Sudah pukul 10 malam. Tubuhku rasanya penat sekali setelah seluruh aktivitas dari pagi hingga malam tadi. Kulihat rumah sudah sepi seperti biasanya. Lampu diruang tamu sudah dimatikan. Mungkin semuanya, kecuali Jono--satpam di depan yang tadi membukakan pintu gerbang untukku, sudah pada tidur. Tubuhku benar-benar lelah. Ajakan Bram untuk ngentot denganku tadi, tak kugubris. “Capek,” kataku padanya. Mesti kelihatan kecewa tapi ia tak memaksaku. Heran, anak satu itu kok tak pernah bosan merasakan kontolku ya. Begitu masuk kedalam kamar, tanpa mengunci pintu kamar terlebih dahulu, kubuka seluruh pakaianku. Dengan tubuh bugil kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi yang terdapat dalam kamarku. “Serrrr...” air hangat dari shower terasa menyegarkan. Tubuhku yang penat, perlahan-lahan mulai rileks. Kugosok seluruh tubuhku, membersihkan kotoran yang terasa lengket ditubuh atletisku. Lipatan paha, ketiak dan daerah sekitar lipatan bongkahan pantat kugosok dan kusabun banyak-banyak. Biasanya, daerah sekitar itu bila tidak dibersihkan akan menyebabkan bau yang enggak sedap. Mengingat aku adalah seorang yang maniak sex, maka menjaga keharuman tubuh merupakan suatu hal yang penting agar partner sexku tidak perlu mengernyitkan hidung akibat bau dari tubuh yang kurang sedap. Sedang asik-asiknya menggosk daerah selangkangan, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah belaian lembut pada bongkahan pantatku. Kutepiskan belaian itu, dan segera kubalikkan tubuhku. Astaga, “Mas Doni!” seruku kaget. Didepanku berdiri Mas Doni dengan tubuhnya telanjang bulat. Ia berdiri sangat rapat dengan tubuhku. Dia menyeringai padaku. “Mau ngapain Mas?” tanyaku lirih. “Kamu sudah tau apa mauku,” jawabnya pelan. “Maksud Mas?” “Jangan pura-pura bodoh Ji, aku sudah tau semuanya.” “Tau apa Mas?” “Sangaji Dewantara,” disebutnya nama lengkapku, sambil matanya tajam menatap mataku. Tangannya meremas dadaku yang bidang, “Aku tau semua apa yang sering kamu lakukan dengan adikku dan Kevin. Jangan pura-pura,” Tiba-tiba mulutnya sudah menguasai mulutku. Dibawah guyuran air hangat dari shower, dengan penuh nafsu dilumatnya bibirku. Aku masih pura-pura (ya pura-pura!) melawannya. Akupun sebenarnya mengharapkan ini terjadi. Tapi aku perlu menjaga imejku juga dihadapannya. Masak baru sekali langsung mau. Kudorong tubuhnya menjauh dariku. Lalu aku segera berlari meninggalkannya dari bawah shower. Dia terdiring kebelakang. Mas Doni terpana, tak menduga aku menolaknya. Namun sesaat ia kemudian mengejarku. Dia tak perlu mengejarku dengan kekuatan penuh karena aku juga tak terlalu serius menghindar darinya. Sekejap saja ia sudah menangkap pinggangku dari belakang. Ditariknya tubuhku rapat ketubuhnya. Kontolnya yang sudah sekeras batu menempal erat dibongkahan pantatku. Dengan nakal ia menggesek kontolnya di belahan pantatku. “Lepaskan,” bisikku lirih. Tak diacuhkannya bisikanku. ia kemudian mendorong tubuhku menuju ke arah ranjangku yang empuk. Meskipun aku terus berbisik meminta dilepaskan, tapi aku mengikuti apa yang diamuinya. Ia menyuruhku berbaring telungkup di tepi ranjang dengan kedua kakiku mengangkang lebar terjuntai menyiku ke lantai. Main tembak langsung aja dia rupanya. Tak ada basa-basi lebih dulu nih. Dasar. Sebenarnya akupun juga sudah tak sabar ingin merasakan kontolnya yang besar itu di dalam lobang pantatku. Tapi paling enggak kan lebih asyik bila dia melakukan foreplay dulu seperti cium-cium, jilat-jilat, sedot-sedot. Rupanya tabiat kakak beradik Doni dan Dino ini tak jauh berbeda. Kurasakan sebuah benda bulat tumpul, sedikit keras tapi kenyal berusaha mendesak-desak kedalam lobang anusku. Gila, gak pake pelumas sama sekali Mas Doni ini. Padahal apa susahnya sih melumuri sedikit ludah di lobang pantatku. Bener-bener deh orang satu ini. Aku meringis menahan sedikit rasa sakit akibat usaha penetrasinya yang maksa ini. Untunglah lobang pantatku sudah cukup terlatih. Beberapa saat kemudian aku sudah dapat beradaptasi dengan batang kontolnya yang terus menyusup ke celah lobang pantatku, sedikit demi sedikit. Tak lama, Mas Doni mengerang-erang kesetanan, saat kontolnya bergerak cepat keluar masuk menggesek-gesek dinding lobang pantatku yang hangat mencengkram. “Ohhh...arghhh, godddd, oaghhhhhhh..............,” erangnya penuh kenikmatan. Mas Doni seorang pengentot yang kasar. Entotan kontolnya tak tentu arah dan cukup menyakitkan. Aku yakin Mbak Ayu pun merasakan seperti yang kurasakan kini. Sakit, tapi enak, hehehehe. Aku hanya bisa memejamkan mataku sambil mengerang-erang tertahan, menahan rasa sakit akibat kelakuannya. Tapi itulah risiko bagi setiap lelaki penyuka sejenis. Saat menjadi bottom harus siap menahan sakit saat pasangan sex kita memacu birahinya meraih kenikmatan. Nanti, pada saat menjadi top, maka kitalah yang akan meraih kenikmatan itu dan pasangan sex kita gantian merasakan sakitnya. Mas Doni menggoyang-goyangkan pantatnya penuh tenaga bak kuda liar kesetanan. Sepertinya ia menghimpun seluruh tenaganya untuk meluapkan nafsunya yang tak terbendung. Ia mengentoti tubuhku layaknya orang yang sudah tidak melakukan hubungan sex bertahun-tahun. Tubuhnya banjir oleh peluh yang jatuh membasahi tubuhku yang tak kalah dibanjiri oleh keringat. Hidungnya mendengus-dengus bak banteng liar. Hembusan nafasnya terasa hangat di tengkukku. Sesekali kurasakan giginya menggigit disana. Tidak ada acara pergantian posisi. Padahal sudah setengah jam lebih Mas Doni mengebor lobang kenikmatanku dengan kontolnya yang sekeras batu. Dia benar-benar berkonsentrasi penuh menikmati lobang pantatku yang erat mencengkeram. Mas Doni akan mencium punggungku sambil meracau tak jelas apabila kukedut-kedutkan dinding lobang pantatku. Dia pasti keenakan akibat aksiku itu. Kontolnya pasti terasa seperti disedot-sedot. Sebenarnya aku sudah capek juga dalam posisi seperti ini. Kakiku terasa mulai lelah menyiku kelantai sementara badanku menahan tubuhnya yang lumayan berat diatasku. Duh, kapan selesainya sih nih orang? Lagian aku juga udah gak sabar pengen gantian ngerasain lobangnya. Masak dia aja yang ngerasain lobangku. Setelah lebih kurang lima belas menit, akhirnya tiba juga orgasme Mas Doni. Dia tidak menyemburkan spermanya di lobang pantatku. Tubuhku dibalikkannya untuk kemudian berbaring telentang diatas ranjang. Kakiku tetap menyiku terjuntai ke lantai. Mas Doni mengangkangi dadaku. Lalu disemprotkannya spermanya ke wajah dan dadaku yang bidang. Semburan spermanya cukup deras dan bertenaga juga. Wajah dan dadaku jadi belepotan oleh spermanya. Kemudian Mas Doni membaringkan tubuhnya telentang disebelahku. Nafasnya memburu. Kelihatan kalau dia cukup kelelahan setelah memacu birahinya tadi. Kubiarkan dia berisitirahat. Aku bangkit meninggalkannya menuju kamar mandi. Kubersihkan wajah dan tubuhku yang belepotan sperma kental miliknya. Rambutku kena semprotan juga rupanya. Selesai membersihkan diri aku kembali mendatanginya ke kamar. Kulihat dia masih berbaring telentang. Kontolnya sudah lemas, tergolek pasrah di selangkangannya yang ditumbuhi jembut tebal. Dalam keadaan lemas begitu saja kontolnya sudah oke. Gemuk dan kemerahan. Mirip dengan punya si Doni, adiknya. Ketika dilihatnya aku keluar dari kamar mandi dan berjalan mendatanginya, Mas Doni kemudian bangkit dari tidurnya. Duduk di tepi ranjang memandangiku sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya. “Makasih Ji,” katanya. “Sama-sama,” jawabku. “Memang benar apa yang dikatakan oleh Doni dan Kevin,” katanya lagi. “Wah kalian sudah saling bercerita rupanya. Cerita apa aja mereka ke Mas Doni?” tanyaku. “Banyak,” jawabnya. “Banyak?” “Ïya,” “Äpa aja?” “Kata mereka jepitan lobang pantatmu sip,” jawabnya dengan senyum nakal. “O ya, hehehehehe. Ada – ada saja. Mmm, udah banyak juga yang kalian lakukan selama di Australia kayaknya,” kataku. Mas Doni tak menanggapi kata-kataku. Dia hanya tertawa sambil menatapku penuh arti. Aku mendekatinya. Kuraba dadanya yang bidang. “Mmm, kasihan juga ya si Kevin harus melayani kakak beradik sekaligus,” kataku. “Gak juga. Kalau Kevin capek, kami kan masih bisa main berdua,” katanya sambil mengerling nakal padaku. “Äpa?” kaget aku mendengarnya. “Kalian.....? Main berdua...?” “He eh, ada yang aneh?” Gila. Dasar deh dua kakak beradik ini. Mereka incest juga. Aku menatap Mas Doni sambil geleng-geleng kepala. “Abis si Doni nafsuin juga sih. Lagian masak dia gak diberi kesempatan ngerasain kakaknya yang ganteng ini,” katanya lagi dengan cuek. Bersambung...............

No comments:

Post a Comment